Kutunggu datangmu. Membawa bau pagi yang tak kukenal, atau berkata tentang bising siang yang entah berpintu berapa, atau bercerita tentang senja yang lebam nan asing.
Namun angin telah membawa baumu yang sungguh kukenal. Rindu
pati, 10 desember 2010
Jumat, 10 Desember 2010
sssttt, ia tidur
suatu siang, aku bertemu kupu kupu cantik terbang
dari saku bajumu 'ssstt, jangan kau ganggu, nanti dia
hilang', jadi aku hanya melihatnya menari nari, menyentuh
bunga bungaku, membelai pucuk pucuk daunku, memakan
sinar matahariku
ketika ia hinggap, aku tak paham, tidakkah ia memiliki
dunianya sendiri?
sayangku, ia hinggap di cabang kecil tanaman hias
akuarium kita
(besok, jika ada kupu kupu lain muncul dari saku bajumu,
bolehkah kuganggu ia agar tak berjalan dalam tidurnya?)
pati, 9 desember 2010
dari saku bajumu 'ssstt, jangan kau ganggu, nanti dia
hilang', jadi aku hanya melihatnya menari nari, menyentuh
bunga bungaku, membelai pucuk pucuk daunku, memakan
sinar matahariku
ketika ia hinggap, aku tak paham, tidakkah ia memiliki
dunianya sendiri?
sayangku, ia hinggap di cabang kecil tanaman hias
akuarium kita
(besok, jika ada kupu kupu lain muncul dari saku bajumu,
bolehkah kuganggu ia agar tak berjalan dalam tidurnya?)
pati, 9 desember 2010
bukan kau kan?
kupikir bukan kau yang membuang buang waktu di depan layar monitor, dan nampak mencari sesuatu, tapi mirip denganmu, lalu mulai bercerita tentang sesosok burung yang terbang dan tak pernah kembali padahal sudah kau ajarkan padanya cara memanggil namamu, sejumput rumput yang selalu muncul di pojok halaman, padahal telah kau tanam pohon ceri yang tak bisa bersaing dengan rumput, lalu tentang bunga yang kau lupa namanya namun tumbuh subur di taman mimpimu,
ah sungguh, kupikir itu bukan kau
pati, 9 desember 2010
ah sungguh, kupikir itu bukan kau
pati, 9 desember 2010
entahlah
sebuah payung lusuh, pudar, entah nila atau abu,
tergeletak di keranjang berdebu terkenang hari
kemarin dan mulai bertanya tanya 'apakah hujan
melupakan aku?' padahal seperti yang diingatnya
percakapan dirinya dan hujan begitu mesra
'besok aku dan nyonyaku hendak membeli angin di
kota, jangan temui aku dahulu, karena nyonya ada
janji temu dengan matahari'
sebuah payung lusuh termangu sendiri bertanya tanya
'apakah hujan mengira aku memilih matahari?'
dan mulai dibisikkannya doa yang hanya dimengerti
olehnya
pati, 8 desember 2010
tergeletak di keranjang berdebu terkenang hari
kemarin dan mulai bertanya tanya 'apakah hujan
melupakan aku?' padahal seperti yang diingatnya
percakapan dirinya dan hujan begitu mesra
'besok aku dan nyonyaku hendak membeli angin di
kota, jangan temui aku dahulu, karena nyonya ada
janji temu dengan matahari'
sebuah payung lusuh termangu sendiri bertanya tanya
'apakah hujan mengira aku memilih matahari?'
dan mulai dibisikkannya doa yang hanya dimengerti
olehnya
pati, 8 desember 2010
ya maksudku : hujan
/1/
ada hujan yang padam. tak jelas hendak menyulut siapa
percik apinya berserak, dingin, tajam. perdu cocor bebekku
menunggu hujan, mengubur gairahnya untuk segera layu.
/2/
hujan milik siapa saja, seperti desember yang dingin.
lalu ada seseorang yang menggiring hujan ke pekarangannya,
meninggalkan amarah : tercurah membentur batu
apa yang hendak dipendam awan sekarang? hujan itu
tercuri, lama.
/3/
ya, ya, ya, hujan senantiasa misteri. lapisan tirai yang tak juga
tersingkap. tak usah kau undang, bahkan kesenyapan akan
menghadirkannya, melimpah. jika sehabis hujan tanahmu kering,
kupikir itu saatnya : undang dia
pati, 7 desember 2010
ada hujan yang padam. tak jelas hendak menyulut siapa
percik apinya berserak, dingin, tajam. perdu cocor bebekku
menunggu hujan, mengubur gairahnya untuk segera layu.
/2/
hujan milik siapa saja, seperti desember yang dingin.
lalu ada seseorang yang menggiring hujan ke pekarangannya,
meninggalkan amarah : tercurah membentur batu
apa yang hendak dipendam awan sekarang? hujan itu
tercuri, lama.
/3/
ya, ya, ya, hujan senantiasa misteri. lapisan tirai yang tak juga
tersingkap. tak usah kau undang, bahkan kesenyapan akan
menghadirkannya, melimpah. jika sehabis hujan tanahmu kering,
kupikir itu saatnya : undang dia
pati, 7 desember 2010
mistletoe : seperti itukah kau menulisnya?
desember. kubuka pintumu. kau bukan pintu terakhir dibelakang november,
kau hanya gerbang menuju januari sebuah masa dalam hitungan matahari
yang lain. jadi mari kita bercerita tentang cemara cemara kecil yang senantiasa
berserak di sudut sudut harimu. sudah besarkah ia? aku terpesona dengan
sajian kaleidoskop yang terserak di mejamu, sepertinya jamuan tetap di
penghujung senjamu ya? serupa mimpi tak selesai dan harapan yang
yang tertinggal bintang jatuh. karena itu, telah kugantung lonceng di
muka pintumu, sekedar memberi tahumu, hai aku datang desember.
pati, 6 desember 2010
kau hanya gerbang menuju januari sebuah masa dalam hitungan matahari
yang lain. jadi mari kita bercerita tentang cemara cemara kecil yang senantiasa
berserak di sudut sudut harimu. sudah besarkah ia? aku terpesona dengan
sajian kaleidoskop yang terserak di mejamu, sepertinya jamuan tetap di
penghujung senjamu ya? serupa mimpi tak selesai dan harapan yang
yang tertinggal bintang jatuh. karena itu, telah kugantung lonceng di
muka pintumu, sekedar memberi tahumu, hai aku datang desember.
pati, 6 desember 2010
abaikan saja
Aku tak lupa hanya urung menulis setiap kemungkinan yang bisa kusisipkan pada deretan kata yang setia menunggu kujejalkan pada puisi puisiku. Ini hanya siang tak biasa yang menyaru bagai petang, gelap, murung. Bukan alpa ketika kuhapus kemungkinan kau temukan kata dia pada setiap surat yang kutulis tanpa alamat yang urung kukirim, aku abai kemungkinan : telepati? Naluri sayang, hanya naluri.
(anginpun tak pernah meributkan tulisan apa yang tertera dikaki langit)
pati, 6 november 2010
(anginpun tak pernah meributkan tulisan apa yang tertera dikaki langit)
pati, 6 november 2010
sepertinya
kaukah yang memasuki pikiranku dan berselancar bersama asap knalpotmu di sana? takkan kutanya 'darimana hendak kemana' terlalu rumit padahal air mata selalu menjauhi ibunya, mata. hanya kabari aku kala kau pergi dari situ : itu masa tersunyi sepertinya
pati, 5 desember 2010
pati, 5 desember 2010
ada sajakku di dinding hujan
Hujan tak pernah datang sendirian, tak pernah diam diam, tak pernah mengingkari kodratnya yang basah, tak pernah mencoba menghapus jejaknya yang suram di jendela
Aku menatap, mendengar , mengira ngira derainya satu satu. Mana yang hendak singgah atau menetap dikubangan plafonku, atau berkunjung di pojok dapur atau sekedar mengajakku melantai di serambi?
Hujan tak pernah basa basi, tak pernah basi.
Ah, hujan membentuk dinding di luar, bagus juga kiranya jika kutulis di situ sajak sajakku
Pati, 5 desember 2010
Aku menatap, mendengar , mengira ngira derainya satu satu. Mana yang hendak singgah atau menetap dikubangan plafonku, atau berkunjung di pojok dapur atau sekedar mengajakku melantai di serambi?
Hujan tak pernah basa basi, tak pernah basi.
Ah, hujan membentuk dinding di luar, bagus juga kiranya jika kutulis di situ sajak sajakku
Pati, 5 desember 2010
sementara kita bertanya
sementara kita memandangi malam yang berkemah di atas atap
apa yang hendak kita lukis di jendela esok?
lupa mengembalikan warna bunga sedang nada gerimis tak juga kita pahami
: malam sembunyi sembunyi menjadi tua
pati, 4 desember 2010
apa yang hendak kita lukis di jendela esok?
lupa mengembalikan warna bunga sedang nada gerimis tak juga kita pahami
: malam sembunyi sembunyi menjadi tua
pati, 4 desember 2010
sesaat di ruang tunggu
bangku lusuh menatap kosong
telivisi berbicara sendiri di sudut yang tak biasa
lalu detik terseret gerak jarum jam
ada perjanjian yang kubuat dengan lantai kuning kusam
maaf, cukup sekali ini aku menjadi latar
besok, waktuku milikku
Pati, 4 desember 2010
telivisi berbicara sendiri di sudut yang tak biasa
lalu detik terseret gerak jarum jam
ada perjanjian yang kubuat dengan lantai kuning kusam
maaf, cukup sekali ini aku menjadi latar
besok, waktuku milikku
Pati, 4 desember 2010
angin tak sampai ke sini
maafkan aku...
sering kukejar angin dan kukumpulkan di pekarangan
sekedar kubiarkan menggelitik rambut di pelipis
namun terkadang kuajak menguliti gerah
kadang aku hanya menikmati melihatnya berdansa
menari bersama daun daun gugur
menarikan sepi diatas debu debu yang tersapu
tanpa sadar sering ternyata kuundang badai
menyelinap diantara sepoi yang tak bisa kubedakan
lalu tiba tiba menderu deru dalam tenggat waktu tak terbilang
dan sesal mulai mengasah takut
maafkan aku
karena badai itu menderu di pekaranganmu juga
aku ingin berbicara denganmu tanpa angin terlebih badai
menghirup udara yang layak kita hirup
membiarkan angin berlalu di atas atap rumah
bukankah pekarangan tak mungkin tak berangin?
biarkan saja menerbangkan butiran sepi diatas debu
angin tak sampai ke dalam sini, telah kututup pintu
pati, 2 desember 2010
sering kukejar angin dan kukumpulkan di pekarangan
sekedar kubiarkan menggelitik rambut di pelipis
namun terkadang kuajak menguliti gerah
kadang aku hanya menikmati melihatnya berdansa
menari bersama daun daun gugur
menarikan sepi diatas debu debu yang tersapu
tanpa sadar sering ternyata kuundang badai
menyelinap diantara sepoi yang tak bisa kubedakan
lalu tiba tiba menderu deru dalam tenggat waktu tak terbilang
dan sesal mulai mengasah takut
maafkan aku
karena badai itu menderu di pekaranganmu juga
aku ingin berbicara denganmu tanpa angin terlebih badai
menghirup udara yang layak kita hirup
membiarkan angin berlalu di atas atap rumah
bukankah pekarangan tak mungkin tak berangin?
biarkan saja menerbangkan butiran sepi diatas debu
angin tak sampai ke dalam sini, telah kututup pintu
pati, 2 desember 2010
Senin, 29 November 2010
pasal 2
'lidah tak bertulang'
perempatan yang sama,
pengamen yang sama
pernahkah sajak bertulang?
betapa ia lidah penyair
mengapakah pula lalu sajak lahir menjelma dirinya sendiri
'uh, maaf, itu hanya sajak' kata penyair
ya, betapa sajak serupa lidah yang lekat di bibir penyair
yang senantiasa berkata 'maaf, sajak itu lahir sendiri'
pati, 26 november 2010
perempatan yang sama,
pengamen yang sama
pernahkah sajak bertulang?
betapa ia lidah penyair
mengapakah pula lalu sajak lahir menjelma dirinya sendiri
'uh, maaf, itu hanya sajak' kata penyair
ya, betapa sajak serupa lidah yang lekat di bibir penyair
yang senantiasa berkata 'maaf, sajak itu lahir sendiri'
pati, 26 november 2010
pasal 1
pernah ingin kubuatkan kau puisi tentang sepi
namun diam diam kata kata lantang menyuarakan makna
lalu hatiku mengalir begitu saja
tanpa bisa dibungkam
dan kau bisa berujar 'wahai sepi itu menelanjangi dirimu'
barangkali aku hanya berkata, ah aku hanya menemukan diriku, hanya sepi, itu saja
Pati, 24 november 2010
namun diam diam kata kata lantang menyuarakan makna
lalu hatiku mengalir begitu saja
tanpa bisa dibungkam
dan kau bisa berujar 'wahai sepi itu menelanjangi dirimu'
barangkali aku hanya berkata, ah aku hanya menemukan diriku, hanya sepi, itu saja
Pati, 24 november 2010
dan malam semakin larut...
Tanpa sepengetahuannya, bulan tenggelam di cangkir kopi yang tengah diaduknya. Terpotong potong, terlarut
Sepotong bulan : dibenamkan wajahnya pada kenangan yang terbingkai pigura berdebu, kumandang tawa gaung yang tertinggal, menggemakan pedih yang tersilet rapi
Potongan kedua : "halo sayang, apa kabarmu? aku baik baik saja, menunggu bulan yang tak juga muncul, adakah dia ditempatmu? aku kehilangan dia seperti aku kehilanganmu"... (bib bib tekan bintang, pesan tersimpan)
Potongan ketiga : mengapa jalan selalu terlihat tak sama? wajah wajah yang hilang, bougenville merah tak lagi berbunga, dimana jembatan kayu yang dulu senantiasa kita lewati?
Potongan bulan terakhir remuk di dasar gelas, berserak diantara ampas kopi dan puntung yang kehilangan bara, dan kesadaran yang menjauh, dan sepi yang terkunyah, lumat
Pati, 23 november 2010
Sepotong bulan : dibenamkan wajahnya pada kenangan yang terbingkai pigura berdebu, kumandang tawa gaung yang tertinggal, menggemakan pedih yang tersilet rapi
Potongan kedua : "halo sayang, apa kabarmu? aku baik baik saja, menunggu bulan yang tak juga muncul, adakah dia ditempatmu? aku kehilangan dia seperti aku kehilanganmu"... (bib bib tekan bintang, pesan tersimpan)
Potongan ketiga : mengapa jalan selalu terlihat tak sama? wajah wajah yang hilang, bougenville merah tak lagi berbunga, dimana jembatan kayu yang dulu senantiasa kita lewati?
Potongan bulan terakhir remuk di dasar gelas, berserak diantara ampas kopi dan puntung yang kehilangan bara, dan kesadaran yang menjauh, dan sepi yang terkunyah, lumat
Pati, 23 november 2010
capung
seekor capung tetaplah capung
walau hinggap bersisian kupu kupu
'hendak kucari tepian air nan lapang
buatku diam dan bercermin'
sedang kupu kupu menari dipijar cahaya
menuju bunga bunga mewangi
menuju indahnya taman hati
menghisap sari pati puja puji
capung bercermin di tepian air
tersirap melihat pantulan langit tak berbatas
dan dirinya yang hinggap diatas sepotong ranting
lelah terpapar matahari
pati, 21 november 2010
walau hinggap bersisian kupu kupu
'hendak kucari tepian air nan lapang
buatku diam dan bercermin'
sedang kupu kupu menari dipijar cahaya
menuju bunga bunga mewangi
menuju indahnya taman hati
menghisap sari pati puja puji
capung bercermin di tepian air
tersirap melihat pantulan langit tak berbatas
dan dirinya yang hinggap diatas sepotong ranting
lelah terpapar matahari
pati, 21 november 2010
catatan buatmu, paitua
Telah kucari cari, sungguh
Tombol yang entah dimana
Andai kutemukan, barangkali
'Klik'
Bayang bayangmu sejenak pupus
Cukup beberapa menit saja, jeda
Lalu aku bersama dingin yang mengabut, luruh
Mencerna malam yang mengembun, hening
Bukan penyangkalan sayang
Hanya mencecap malam dan sunyi besertanya
Pati, 21 november 2010
Tombol yang entah dimana
Andai kutemukan, barangkali
'Klik'
Bayang bayangmu sejenak pupus
Cukup beberapa menit saja, jeda
Lalu aku bersama dingin yang mengabut, luruh
Mencerna malam yang mengembun, hening
Bukan penyangkalan sayang
Hanya mencecap malam dan sunyi besertanya
Pati, 21 november 2010
sebuah jarak
Berkilo kilo meter darimu. Sepertinya senja turun lebih cepat, lalu siang kembali bertandang setelah menggamit pagi secepat dia mampu. Pernahkah siang mempertanyakan dirinya yang senantisa dinilai terlalu panjang atau terlalu pendek? Siang ini, berkilo kilo meter darimu. Seekor burung kehilangan arah pulang. Gelisah. Riuh tak henti dibalik daun daun yang tak lagi rimbun. Hidup, memulai yang baru. Berkilo kilo meter darimu, ada jarak yang tak terukur. Perjalanan tanpa denah sebuah benak. Lalu siang memilih lebih panjang. Lalu burung memilih nyanyian kehilangan. Lalu aku, kupilih mengukur jalan benakku
Pati, 19 november 2010
Pati, 19 november 2010
kenangan
Bagai singa lapar. Menunggu dengan setia, siaga hendak menerkammu dalam perangkapnya. Lalu kau terjebak, sunyi, dalam pesona yang menghisap habis hatimu. Warnamu menjadi warnanya. Biru kelabu, merah muda berseri, atau hitam kelam tak bertepi?
Pada jarak dua bola matamu, waktu terseret surut, beserta dengannya masa yang begitu entah, jauh. Sarat. Berbuah buah kerinduan, ranum.
Ah kenangan. Bergelantungan dengan tali kasat yang siap menjeratmu. Mengembara dalam genangan bola matamu. Berbual bual bagai mata air yang senantiasa pasang. Tersebab itukah betapa redam matamu?
Maka aku, di depan jarak kedua matamu, terhenyak, luluh.
Pati, 18 november 2010
Pada jarak dua bola matamu, waktu terseret surut, beserta dengannya masa yang begitu entah, jauh. Sarat. Berbuah buah kerinduan, ranum.
Ah kenangan. Bergelantungan dengan tali kasat yang siap menjeratmu. Mengembara dalam genangan bola matamu. Berbual bual bagai mata air yang senantiasa pasang. Tersebab itukah betapa redam matamu?
Maka aku, di depan jarak kedua matamu, terhenyak, luluh.
Pati, 18 november 2010
kakek, catur dan kau
Aku teringat kakek lalu aku teringat catur. Kakek, catur dan bidak. Bidak bidak kayu, bidak kuningan, bidak perak, bidak catur. Misteri. Ya, pertanyaan yang selalu lupa kutanyakan pada kakek. Pion, barisan bidak berani mati yang patuh. Selalu berderap maju, satu satu dan mengapa? Ah sang patih, misteri, mengapa selalu berjalan serong? Kupikir sepertinya langkah bidak kuda indah, menari bak puisi yang terikat huruf L. Lalu apa dibenak sang tuan? Kuda lari, laju, lambat, lurus, lirih, lancar,lupa, lemah, lindap, limbung.
Kakek dan catur. Misteri. Aku lupa bertanya mengapa raja sering sembunyi. Aku tahu kau sedang bercatur dengan langkahmu. Misteri dan aku tak tahu mengapa
Pati, 15 november 2010
Kakek dan catur. Misteri. Aku lupa bertanya mengapa raja sering sembunyi. Aku tahu kau sedang bercatur dengan langkahmu. Misteri dan aku tak tahu mengapa
Pati, 15 november 2010
mimpi
Mimpi. Perlu sebuah malam untuk menemuinya. Sepasang mata yang terpejam untuk melihatnya, menyatu dengan lelap untuk menikmatinya penuh tak terusik. Adakah kata kata dalam mimpi? Entahlah, tetapi pesan yang dibawanya setiap pagi slalu sejelas langit tak berawan : itu mimpi. Sedang aku berpikir tentang mimpiku semalam, hatiku tiba tiba sepahit empedu. Banyak mimpi yang terlalu sederhana, ada juga yang terlalu gombal hingga bintangpun serasa berkelip di langit langit kamar bukan langit. Mimpi kadang menjelma perhentian, bukan penantian. Kira kira perlu berapa lama untuk memahami mimpi dan mengerti pesannya? Tapi mimpi kupikir sedalam hati, sekelam malam. Kecuali mimpi yang sengaja kita set di siang bolong. Suatu saat aku bermimpi, melukis mimpiku di matamu, yang lalu hadir setiap hari. Sungguh, aku takkan pernah bosan memandangnya
Pati, 13 november 2010
Pati, 13 november 2010
ketika tiba tiba ingin sekali kueja namamu
Ingat baik baik rasa hangat itu sayangku. Setelah sesuatu meminjam dan menyembunyikannya sejenak. Seperti merapi yang memilih meratap setelah sekian lama memagma diam. Lalu mentari dan embun hanya ada di langit hati kita, tersisa dari sedikit kesadaran. Tak usah kita bangun tembok tembok ratapan dengan nama kita terukir paling atas, atau tiba tiba rajin melukis lembah gelap diantara gunung gunung yang mengulang kesalahan hari kemarin di langit batin.
Ah, sayang, barangkali ada saatnya kita harus mengingat kembali tanggal lahir dan warna warna yang membungkus diri kita dalam kehangatan, dan mulai mengejanya sekarang.
Sayangku, akan kueja namamu sedemikian, diantara setiap langkah yang kueja disetiap persimpangan dan tikungan, dan akan kuhafal baik baik rasa hangat itu.
pati, 13 november 2010
Ah, sayang, barangkali ada saatnya kita harus mengingat kembali tanggal lahir dan warna warna yang membungkus diri kita dalam kehangatan, dan mulai mengejanya sekarang.
Sayangku, akan kueja namamu sedemikian, diantara setiap langkah yang kueja disetiap persimpangan dan tikungan, dan akan kuhafal baik baik rasa hangat itu.
pati, 13 november 2010
happy birthday, paitua
paitua,
ketika pagi datang, hatiku mengembang
merimbun oleh tunas tunas harapan
dan doa doa yang tambun
(dan aku tak ingin berbicara tentang
pagi yang mengabur, waktu yang berkurang
langit yang sedang menyembunyikan warna)
pagi ini menyajikan sesuatu yang tak bisa kugambarkan
semacam keteduhan barangkali
mengganti sedihku pada sebatang lilin dan
seloyang kue coklat yang tak pernah mengembang sempurna
lalu puisi puisi yang menghilang entah kemana
paitua,
maafkan aku
hanya ada sedihku yang terbungkus
kertas kado tak berwarna
karena tak ada bintang jatuh
yang bisa ditunggangi harapanku : memelukmu
happy birthday my dear...
pati, 6 november 2010
ketika pagi datang, hatiku mengembang
merimbun oleh tunas tunas harapan
dan doa doa yang tambun
(dan aku tak ingin berbicara tentang
pagi yang mengabur, waktu yang berkurang
langit yang sedang menyembunyikan warna)
pagi ini menyajikan sesuatu yang tak bisa kugambarkan
semacam keteduhan barangkali
mengganti sedihku pada sebatang lilin dan
seloyang kue coklat yang tak pernah mengembang sempurna
lalu puisi puisi yang menghilang entah kemana
paitua,
maafkan aku
hanya ada sedihku yang terbungkus
kertas kado tak berwarna
karena tak ada bintang jatuh
yang bisa ditunggangi harapanku : memelukmu
happy birthday my dear...
pati, 6 november 2010
daun
sedikit yang mengingatnya, seringkali tak dikenali, atau haruskah?
mereka mencari buah , lalu menjatuhkan penilaian
mereka memandang bunga, lalu memuja muji kecantikan nan semerbak
mereka menanam akar, lalu mencengkram beranak pinak
mereka memburu batang, lalu bertaruh sampai mati
tapi haruskah mereka mencari dan mengingatnya?
(lalu dirinya mulai menggulung, setelah ditampungnya mentari dan diserapnya udara, telah ada perbincangan dengan batang tentang gugur, tentang pengorbanan dalam ranggas, dan perjanjian dengan angin yang menjemputnya)
pati, 5 november 2010
mereka mencari buah , lalu menjatuhkan penilaian
mereka memandang bunga, lalu memuja muji kecantikan nan semerbak
mereka menanam akar, lalu mencengkram beranak pinak
mereka memburu batang, lalu bertaruh sampai mati
tapi haruskah mereka mencari dan mengingatnya?
(lalu dirinya mulai menggulung, setelah ditampungnya mentari dan diserapnya udara, telah ada perbincangan dengan batang tentang gugur, tentang pengorbanan dalam ranggas, dan perjanjian dengan angin yang menjemputnya)
pati, 5 november 2010
dari balik abu, warna itu akan kembali
ketika kabar itu datang, kesunyian mengguruh menggulung keakuan, tak ada yang lebih selain : abu
betapa jauh batas langitMu dibalik kelabu itu, dimana bintang bintang itu kini?
betapa teduhnya foto tua di dinding bisu dan kotor : rumah, berdaun hijau, berlangit biru
oh wahai jiwaku, jika warna itu hilang dari langit dan pohonmu, dari tanah dan sungaimu, dari ternak dan kicau burungmu, tidakkah sungai dan air dan daun keteduhan jiwamupun mengelabu?
maka biarlah abu mencelikkan bathinku yang serupa abu
pati, 5 november 2010
betapa jauh batas langitMu dibalik kelabu itu, dimana bintang bintang itu kini?
betapa teduhnya foto tua di dinding bisu dan kotor : rumah, berdaun hijau, berlangit biru
oh wahai jiwaku, jika warna itu hilang dari langit dan pohonmu, dari tanah dan sungaimu, dari ternak dan kicau burungmu, tidakkah sungai dan air dan daun keteduhan jiwamupun mengelabu?
maka biarlah abu mencelikkan bathinku yang serupa abu
pati, 5 november 2010
selimut waktu
paitua,
betapa bijaknya waktu yang telah memenggal menggal dirinya sedemikian, dan membiarkanku melukisnya dalam setiap batang lilin, atau hitungan hari bahkan jam yang tak terhitung batas jemariku, indah bukan karena dengan begitu akan kulukis jam jam dan hari hari itu bagai lembaran benang yang saling merajut sedemikian membentuk hamparan selimut yang melebarkan diri terus menerus , membalut, rapat
terima kasih buat selimut waktumu buatku, paitua
pati, 2 november 2010
betapa bijaknya waktu yang telah memenggal menggal dirinya sedemikian, dan membiarkanku melukisnya dalam setiap batang lilin, atau hitungan hari bahkan jam yang tak terhitung batas jemariku, indah bukan karena dengan begitu akan kulukis jam jam dan hari hari itu bagai lembaran benang yang saling merajut sedemikian membentuk hamparan selimut yang melebarkan diri terus menerus , membalut, rapat
terima kasih buat selimut waktumu buatku, paitua
pati, 2 november 2010
yang tak bisa menunggu
jangan kau lukis mendung itu sendiri
mungkinkah usai ketika kereta senja itu datang?
tidak, kereta tak menunggu
penantian tak bertepi
telah terpahat di dada stasiun
yang tak mampu mengubah dirinya
pati, 25 oktober 2010
mungkinkah usai ketika kereta senja itu datang?
tidak, kereta tak menunggu
penantian tak bertepi
telah terpahat di dada stasiun
yang tak mampu mengubah dirinya
pati, 25 oktober 2010
panah
tertikam tanpa belati
tersayat tanpa sembilu
begitu saja meluka
tak perlu pisau itu, sayang
untuk menggores yang telah koyak
sebuah hati mati
diujungpanah katamu
pati, 25 oktober 2010
tersayat tanpa sembilu
begitu saja meluka
tak perlu pisau itu, sayang
untuk menggores yang telah koyak
sebuah hati mati
diujungpanah katamu
pati, 25 oktober 2010
huruf yang enggan dipanggil : sajak sang penyair
sebuah sajak kebingungan
resah dan gigil mengendapkan nyali
disembunyikan wajahnya
diantara huruf yang mulai rontok
berjatuhan
(lalu mereka mereka-reka adanya
laksana pedang berlidah tajam
laksana hati yang bertulah
bualan yang memabukan
dan seribu tulah lain di punggung sang sajak
lalu sang sajak mulai menangisi kelahirannya
: tak bisa kah kau bentuk aku menjadi deretan huruf tak bersajak?)
pati, 23 oktober 2010
resah dan gigil mengendapkan nyali
disembunyikan wajahnya
diantara huruf yang mulai rontok
berjatuhan
(lalu mereka mereka-reka adanya
laksana pedang berlidah tajam
laksana hati yang bertulah
bualan yang memabukan
dan seribu tulah lain di punggung sang sajak
lalu sang sajak mulai menangisi kelahirannya
: tak bisa kah kau bentuk aku menjadi deretan huruf tak bersajak?)
pati, 23 oktober 2010
pagi
pagi mulai membuka tingkap tingkap dirinya
bagai kekasih yang setia
'mari mulailah melangkah'
lalu aku kebingungan mengumpulkan jejakku semalam
duh, sepertinya mimpi mengaburkan jejak jejak itu
kekasih sunyiku
hendakkah kau bagi aku kembali senyapmu?
pati, 23 oktober 2010
bagai kekasih yang setia
'mari mulailah melangkah'
lalu aku kebingungan mengumpulkan jejakku semalam
duh, sepertinya mimpi mengaburkan jejak jejak itu
kekasih sunyiku
hendakkah kau bagi aku kembali senyapmu?
pati, 23 oktober 2010
cerita tentangmu, yang tak pernah habis
betapa telah kupetakan dirimu di telapak tanganku
namun bahkan garis tangan milikkupun tak mampu kujabarkan
kau asing sayang,
pengelana asing yang rajin menapaki jalan jalan hidupku
menumbuhkan tunas yang bersulur sedemikian di hatiku
sepertinya dirimu yang terlukis di retakan dinding yang tegak berdiri kemanapun ku menoleh
pada hitungan kala
ada saat aku mengenalmu
sebab kau mimpi yang kerap bersekutu dengan malam
pati, 22 oktober 2010
namun bahkan garis tangan milikkupun tak mampu kujabarkan
kau asing sayang,
pengelana asing yang rajin menapaki jalan jalan hidupku
menumbuhkan tunas yang bersulur sedemikian di hatiku
sepertinya dirimu yang terlukis di retakan dinding yang tegak berdiri kemanapun ku menoleh
pada hitungan kala
ada saat aku mengenalmu
sebab kau mimpi yang kerap bersekutu dengan malam
pati, 22 oktober 2010
puisi yang memintal duri
akan kubuatkan kau tiga puisi
setidaknya cukup buatmu
kembali bertemu pagi
dengan namaku tertera di ambang waktumu
/1/
sedang kutunggu dering bel teleponmu ketika sms mu lebih dahulu berdering di mataku : 'telah kusiangi rumput rumput liar dihatiku yang selama ini kau ributkan' dan aku termangu sebab entah kapan kusiangi rumputku sendiri yang kubiarkan hujan merawatnya hingga memenuhi taman hatiku
/2/
kudengar desah dahan ketika duri duri dilahirkan sepanjang tubuh merobek kulit, menghalau kerinduan serangga menjalari ranting dan cabangnya, lalu kudengar desahku sendiri ketika duri duri bermunculan di hatiku ganti tunas yang telah habis termakan rayap kesangsian
/3/
bahwa jarak seringkali tak berdepa
semata hati yang memilih meranggas di musim yang salah
dan membekukan hujan pada musim tak berujung
pati, 22 oktober 2010
setidaknya cukup buatmu
kembali bertemu pagi
dengan namaku tertera di ambang waktumu
/1/
sedang kutunggu dering bel teleponmu ketika sms mu lebih dahulu berdering di mataku : 'telah kusiangi rumput rumput liar dihatiku yang selama ini kau ributkan' dan aku termangu sebab entah kapan kusiangi rumputku sendiri yang kubiarkan hujan merawatnya hingga memenuhi taman hatiku
/2/
kudengar desah dahan ketika duri duri dilahirkan sepanjang tubuh merobek kulit, menghalau kerinduan serangga menjalari ranting dan cabangnya, lalu kudengar desahku sendiri ketika duri duri bermunculan di hatiku ganti tunas yang telah habis termakan rayap kesangsian
/3/
bahwa jarak seringkali tak berdepa
semata hati yang memilih meranggas di musim yang salah
dan membekukan hujan pada musim tak berujung
pati, 22 oktober 2010
mercusuar
di tengah terik yang melayang layang di atas Pati
aku takkan menangis
takkan kubiarkan hujan semusim
menenggelamkan hatiku
kubayangkan hatiku menyerupa perahu kecil
(bukankah kau sedang diatas speedboat
bersama dayangmu sayang?)
terombang ambing jauh dari tepi
tak tau arah hilir
tak mengenal hulu
tak mengerti haluan
tak memahami buritan
dan perahu itu mulai mengecil dan mengecil
lalu hilang dan karam
menyisakan pusaran dan gulungan gelombang
meluap luap begitu rupa
dan menghancurkan bendungan yang selama ini
telah kubangun dimataku
sayangku,
saat ini aku sedang sibuk membangun kanal kanal
membangun mercusuar dalam benakku
hingga kelak, jika tiba tiba hatiku
memilih kembali menjadi perahu kecil
ada cahaya yang menuntunnya
sesaat sebelum karam
pati, 19 oktober 2010
aku takkan menangis
takkan kubiarkan hujan semusim
menenggelamkan hatiku
kubayangkan hatiku menyerupa perahu kecil
(bukankah kau sedang diatas speedboat
bersama dayangmu sayang?)
terombang ambing jauh dari tepi
tak tau arah hilir
tak mengenal hulu
tak mengerti haluan
tak memahami buritan
dan perahu itu mulai mengecil dan mengecil
lalu hilang dan karam
menyisakan pusaran dan gulungan gelombang
meluap luap begitu rupa
dan menghancurkan bendungan yang selama ini
telah kubangun dimataku
sayangku,
saat ini aku sedang sibuk membangun kanal kanal
membangun mercusuar dalam benakku
hingga kelak, jika tiba tiba hatiku
memilih kembali menjadi perahu kecil
ada cahaya yang menuntunnya
sesaat sebelum karam
pati, 19 oktober 2010
refleksi-4
'aku lupa wajahmu'
dan oh lihatlah
telah dicarinya dirimu
diantara pejalan asing di kotanya
disela buku tua di rak berdebu
di mimpi yang pernah dituliskan pada sebuah sajak
bahkan dicarinya dirimu ketika dia bercermin
sebab katanya,
'aku tak mengenal diriku
hingga kau merefleksikanku'
(dan cermin hanya menampilkan seraut wajah lupa)
pati, 18 oktober 2010
dan oh lihatlah
telah dicarinya dirimu
diantara pejalan asing di kotanya
disela buku tua di rak berdebu
di mimpi yang pernah dituliskan pada sebuah sajak
bahkan dicarinya dirimu ketika dia bercermin
sebab katanya,
'aku tak mengenal diriku
hingga kau merefleksikanku'
(dan cermin hanya menampilkan seraut wajah lupa)
pati, 18 oktober 2010
aku
entah tersebab apa
lautan senantiasa mengirim anak gelombang
menuju pantai
entah tersebab apa
bumi begitu diam ketika akar akar
menyerap habis isi hingga magma
entah tersebab apa
hujan habis dikuliti
oleh sajak sajak kelabu
dan tersebab itu
biarkan aku mengurai
makna jarak
pati, 18 oktober 2010
lautan senantiasa mengirim anak gelombang
menuju pantai
entah tersebab apa
bumi begitu diam ketika akar akar
menyerap habis isi hingga magma
entah tersebab apa
hujan habis dikuliti
oleh sajak sajak kelabu
dan tersebab itu
biarkan aku mengurai
makna jarak
pati, 18 oktober 2010
sahabat badai
aku terpaksa menyimpanmu di sudut terjauh ingatanku, karena
entah mengapa langkah langkah pendek otakku sampai juga
kepadamu dan akan senantiasa membuatku lelah, bagai ketakberdayaan
mengusir ketukan ranting di jendela ketika badai, atau menghalau
tetesan hujan yang menyelinap sela sela pintu
kau terlalu rajin menyimpan anak anak badai di setiap jejak sepatu,
yang entah mengapa pula rajin terinjak kakiku, meletup letup di sela
jemari, menjadi jalan cacing menuju darahku dan menimbun borok
di hati
aku tak kan mengingkarimu dari masa lalu, namun semata mata
menyembunyikan jejakku di masa depan, ah aku serupa benar
pakaian lusuh di tiang jemuran yang mencoba melupa jejak jejak
air ditubuhnya
pati, 18 oktober 2010
entah mengapa langkah langkah pendek otakku sampai juga
kepadamu dan akan senantiasa membuatku lelah, bagai ketakberdayaan
mengusir ketukan ranting di jendela ketika badai, atau menghalau
tetesan hujan yang menyelinap sela sela pintu
kau terlalu rajin menyimpan anak anak badai di setiap jejak sepatu,
yang entah mengapa pula rajin terinjak kakiku, meletup letup di sela
jemari, menjadi jalan cacing menuju darahku dan menimbun borok
di hati
aku tak kan mengingkarimu dari masa lalu, namun semata mata
menyembunyikan jejakku di masa depan, ah aku serupa benar
pakaian lusuh di tiang jemuran yang mencoba melupa jejak jejak
air ditubuhnya
pati, 18 oktober 2010
rumahmu, Tuan
Tuan, pulanglah ke rumah, satu satunya kekasihmu yang setia
tak sungkankah kau umbar senyum tawamu, dan pulang dengan
bekal keluhmu? tak ada yang lebih setia dari rumahmu, Tuan
yang tetap diam ketika kau umbar cerita dongeng kilau rumah tetangga
atau kau lukis jendela jendela cemerlang rumah sebelah
rumahmu diam menunggu hujan menjernihkan dirinya
dalam diam, lewat mata jendelanya dilihatnya engkau, Tuan
menari nari melintasi rumput tetangga
bercengkrama dengan kupu kupu yang berulat d halaman rumahmu
rumahmu diam, Tuan
biarpun matahari dan kicau burung kau seret pergi menuju mata hasratmu
hanya dalam kilau yang meredup, dibisikannya namamu, Tuan
'ah engkau yang melipat segala sesuatu dibalik punggungmu
kutunggu kau dalam lelahmu'
pati, 16 oktober 2010
tak sungkankah kau umbar senyum tawamu, dan pulang dengan
bekal keluhmu? tak ada yang lebih setia dari rumahmu, Tuan
yang tetap diam ketika kau umbar cerita dongeng kilau rumah tetangga
atau kau lukis jendela jendela cemerlang rumah sebelah
rumahmu diam menunggu hujan menjernihkan dirinya
dalam diam, lewat mata jendelanya dilihatnya engkau, Tuan
menari nari melintasi rumput tetangga
bercengkrama dengan kupu kupu yang berulat d halaman rumahmu
rumahmu diam, Tuan
biarpun matahari dan kicau burung kau seret pergi menuju mata hasratmu
hanya dalam kilau yang meredup, dibisikannya namamu, Tuan
'ah engkau yang melipat segala sesuatu dibalik punggungmu
kutunggu kau dalam lelahmu'
pati, 16 oktober 2010
puisiku terluka separah aku
awan awan pernah menyembunyikan puisiku
hujan pernah memudarkannya
matahari pernah mengkelantang puisiku
hingga aku tak mengenalnya lagi
pernah seseorang mengurung
membangun pagar pagar berduri
tapi entah mengapa
aku terluka dengan sangat
ketika kau sembunyikan puisi puisiku di matamu
pati, 16 oktober 2010
hujan pernah memudarkannya
matahari pernah mengkelantang puisiku
hingga aku tak mengenalnya lagi
pernah seseorang mengurung
membangun pagar pagar berduri
tapi entah mengapa
aku terluka dengan sangat
ketika kau sembunyikan puisi puisiku di matamu
pati, 16 oktober 2010
ranting
kendurkan saja dawai lidahmu, kekasihku
dan simpan serapahmu di rawa rawa tempatnya berasal
biarkan kepekaan yang tumbuh sepanjang depa rambutmu
tumbuh menjadi ranting berbuah lebat
dengan daun yang tak lekang termakan ulat
atau rengat oleh tempayak
dan aku yang lelah
biarkan kali ini mendekam di bawah rantingmu
menikmati kesunyian yang kau laungkan dengan gigih
pati, 15 oktober 2010
dan simpan serapahmu di rawa rawa tempatnya berasal
biarkan kepekaan yang tumbuh sepanjang depa rambutmu
tumbuh menjadi ranting berbuah lebat
dengan daun yang tak lekang termakan ulat
atau rengat oleh tempayak
dan aku yang lelah
biarkan kali ini mendekam di bawah rantingmu
menikmati kesunyian yang kau laungkan dengan gigih
pati, 15 oktober 2010
menujumu
seekor semut menggeliat
terjepit di sela ubin ubin kelabu
terkadang sepertinya
puisiku mengelabu
di sela patahan kata
yang berjuang menujumu
pati, 14 oktober 2010
terjepit di sela ubin ubin kelabu
terkadang sepertinya
puisiku mengelabu
di sela patahan kata
yang berjuang menujumu
pati, 14 oktober 2010
hidup
ada yang hilang kemarin
entah siapa
entah dimana
dan hari ini takkan sama
juga besok
karena hari ini
ada yang dijemputNya juga
pati, 14 oktober 2010
entah siapa
entah dimana
dan hari ini takkan sama
juga besok
karena hari ini
ada yang dijemputNya juga
pati, 14 oktober 2010
siwalan
sebutir siwalan jatuh menggelinding
tergilas ban truk yang tak peka
hancur
berantakan
sepertinya dia hanya salah
memilih waktu meninggalkan sarang
apakah jenuh itu sebabnya?
dulu anakku merengek
siang malam bertanya
'seperti apa siwalan?
bagaimana siwalan?'
kubilang, makan saja cengkaleng nak
atau kelapa muda
dia tetap menjerit ingin siwalan
yang berubah menjadi keramat
hari ini anakku tersenyum
ada siwalan di jalan mama
seperti cengkaleng
seperti kelapa
ah, siwalan yang tak keramat
jatuh di waktu dan tempat yang salah
apakah karena jenuh itu?
pati, 14 oktober 2010
tergilas ban truk yang tak peka
hancur
berantakan
sepertinya dia hanya salah
memilih waktu meninggalkan sarang
apakah jenuh itu sebabnya?
dulu anakku merengek
siang malam bertanya
'seperti apa siwalan?
bagaimana siwalan?'
kubilang, makan saja cengkaleng nak
atau kelapa muda
dia tetap menjerit ingin siwalan
yang berubah menjadi keramat
hari ini anakku tersenyum
ada siwalan di jalan mama
seperti cengkaleng
seperti kelapa
ah, siwalan yang tak keramat
jatuh di waktu dan tempat yang salah
apakah karena jenuh itu?
pati, 14 oktober 2010
remote
Senin
06.00
Alunan suara musik yang menenangkan mengalun lembut,
membangunkan dirinya. Disingkapnya selimut, dan diraihnya
sandal kamar. Diraihnya remote control dan dipilihnya menu "MORNING".
Seketika mulai didengarnya gemiricik air hangat di bath tubnya.
06.30
Ketika kakinya melangkah di ambang dapur tak berpintu, aroma
kopi yang pekat dan wangi memenuhi ruangan dapurnya yang tertata
serba modern. Dilihatnya istrinya tersenyum manis, duduk di salah satu
kursi makan itu. Sambil balas tersenyum, ditariknya sebuah kursi di hadapan
sang istri, dan mulai dinimatinya sarapan pagi itu : secangkir kopi dari mesin
pembuat kopi otomatis, sepotong roti bakar dari toaster yang juga telah
tersetel otomatis.
07.00
Diraihnya tas kantornya, sejenak dicermatinya kembali penampilannya
di cermin besar yang menghiasi salah satu dinding ruang tamu. Sang istri
berdiri dengan anggun di samping pintu depan,, senyum manis tersungging mesra.
Dikecupnya kening sang istri.
Selasa
06.00
Rutinitas hari Senin berlangsung
Rabu, Kamis
06.00
Rutinitas hari Selasa berlangsung
Jumat
07.00
Dengan langkah ringan, dia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di jalan masuk
rumah megah itu. Sejenak ditolehkan kepalanya, memandang lembut sang istri yang
berdiri anggun dengan senyum tersungging di dekat pintu.
Diarahkannya remote control dan ditekannya tombol menu : OFF
Pada layar remote tertera tulisan :
Hologram mode off
Lalu dilihatnya bayangan 'istrinya' perlahan mengabur dan menghilang.
Lampu lampu padam.
Seluruh dengungan dan suara alat alat elektronik berhenti.
Mulai dijalankannya mesin mobil seraya berbisik 'sampai nanti'
dan remote control di tangannya mulai distel pada mode "NIGHT" : ON pada pulul 21.00
pati, 13 oktober 2010
(mohon jangan ragu ragu menuliskan kritik)
06.00
Alunan suara musik yang menenangkan mengalun lembut,
membangunkan dirinya. Disingkapnya selimut, dan diraihnya
sandal kamar. Diraihnya remote control dan dipilihnya menu "MORNING".
Seketika mulai didengarnya gemiricik air hangat di bath tubnya.
06.30
Ketika kakinya melangkah di ambang dapur tak berpintu, aroma
kopi yang pekat dan wangi memenuhi ruangan dapurnya yang tertata
serba modern. Dilihatnya istrinya tersenyum manis, duduk di salah satu
kursi makan itu. Sambil balas tersenyum, ditariknya sebuah kursi di hadapan
sang istri, dan mulai dinimatinya sarapan pagi itu : secangkir kopi dari mesin
pembuat kopi otomatis, sepotong roti bakar dari toaster yang juga telah
tersetel otomatis.
07.00
Diraihnya tas kantornya, sejenak dicermatinya kembali penampilannya
di cermin besar yang menghiasi salah satu dinding ruang tamu. Sang istri
berdiri dengan anggun di samping pintu depan,, senyum manis tersungging mesra.
Dikecupnya kening sang istri.
Selasa
06.00
Rutinitas hari Senin berlangsung
Rabu, Kamis
06.00
Rutinitas hari Selasa berlangsung
Jumat
07.00
Dengan langkah ringan, dia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di jalan masuk
rumah megah itu. Sejenak ditolehkan kepalanya, memandang lembut sang istri yang
berdiri anggun dengan senyum tersungging di dekat pintu.
Diarahkannya remote control dan ditekannya tombol menu : OFF
Pada layar remote tertera tulisan :
Hologram mode off
Lalu dilihatnya bayangan 'istrinya' perlahan mengabur dan menghilang.
Lampu lampu padam.
Seluruh dengungan dan suara alat alat elektronik berhenti.
Mulai dijalankannya mesin mobil seraya berbisik 'sampai nanti'
dan remote control di tangannya mulai distel pada mode "NIGHT" : ON pada pulul 21.00
pati, 13 oktober 2010
(mohon jangan ragu ragu menuliskan kritik)
mie
sudahkah kubilang selamat pagi?
pesan itu sudah kubaca
'jangan makan mie instan
selama ada nasi goreng'
apakah amang itu masih jualan di persimpangan?
semalam aku bermimpi
melihat malam bersamamu dan segelas bandrek
aroma kayu manis menyengat
pedas yang menggigit
kucari wangi itu pagi ini
yang tersisa hanyalah pedas itu
kupikir, sebaiknya kukoyak sunyi ini
tolong lihat di layar hapemu
'tulalit sayang, aku belum buat nasi
bisa kau kirim mie instannya?'
pati, 13 oktober 2010
pesan itu sudah kubaca
'jangan makan mie instan
selama ada nasi goreng'
apakah amang itu masih jualan di persimpangan?
semalam aku bermimpi
melihat malam bersamamu dan segelas bandrek
aroma kayu manis menyengat
pedas yang menggigit
kucari wangi itu pagi ini
yang tersisa hanyalah pedas itu
kupikir, sebaiknya kukoyak sunyi ini
tolong lihat di layar hapemu
'tulalit sayang, aku belum buat nasi
bisa kau kirim mie instannya?'
pati, 13 oktober 2010
kartu posmu, paitua
paitua,
kartu pos ini tak jengah; tak sedikitpun mengeluh
meski dengan sangat kupelototi ia, mencari makna
tentang toba yang temaram di ambang malam
tak terlihat hujan, atau kabut yang sering kita
ributkan, hanya air gelap memantulkan siluet
wajah bulan yang terbalik
dan bulan itupun begitu tabah, tak peduli
keriak keriuk tampak mukanya, tak ada protes
tak ada sedu dan keluh
justru aku yang entah harus berbicara apa,
kehilangan kata dalam sunyi itu
pati, 11 oktober 2010
kartu pos ini tak jengah; tak sedikitpun mengeluh
meski dengan sangat kupelototi ia, mencari makna
tentang toba yang temaram di ambang malam
tak terlihat hujan, atau kabut yang sering kita
ributkan, hanya air gelap memantulkan siluet
wajah bulan yang terbalik
dan bulan itupun begitu tabah, tak peduli
keriak keriuk tampak mukanya, tak ada protes
tak ada sedu dan keluh
justru aku yang entah harus berbicara apa,
kehilangan kata dalam sunyi itu
pati, 11 oktober 2010
siklus air
dan terus
dan terus
dan terus
tetesan hujan tercurah
bagai seseorang yang membagi rata mainannya
satu untukku
satu untukmu
satu untukku
satu untukmu
dan langit yang kehilangan isi rahimnya
berseru murka pada mentari
'kembalikan apa yang pernah kukandung'
selayaknya lelaki dengan penuh cinta ditaburnya kembali benih
dipenuhinya rahim langit dengan bakal bakal hujan
dan waktu membuat langit menceraikan kembali apa yang telah ditanam matahari
---cerita buatmu nduk---
pati, 11 oktober 2010
dan terus
dan terus
tetesan hujan tercurah
bagai seseorang yang membagi rata mainannya
satu untukku
satu untukmu
satu untukku
satu untukmu
dan langit yang kehilangan isi rahimnya
berseru murka pada mentari
'kembalikan apa yang pernah kukandung'
selayaknya lelaki dengan penuh cinta ditaburnya kembali benih
dipenuhinya rahim langit dengan bakal bakal hujan
dan waktu membuat langit menceraikan kembali apa yang telah ditanam matahari
---cerita buatmu nduk---
pati, 11 oktober 2010
gigil
Bunga tebu itu menggigil tak mengerti, ketika wajah wajah dingin membabat lengan tebu yang menopangnya, membuatnya rebah, hancur, terinjak. Mereka merenggut lengan lengan yang menopangnya selama ini dan membawanya pergi jauh.
Hujan, yang dulu sangat dipuja, berubah menjadi ribuah panah, menikam, meluruhkan kelopak bulunya satu satu yang berkeriap di aliran tanah becek, berpendar diam.
pati, 11 oktober 2010
Hujan, yang dulu sangat dipuja, berubah menjadi ribuah panah, menikam, meluruhkan kelopak bulunya satu satu yang berkeriap di aliran tanah becek, berpendar diam.
pati, 11 oktober 2010
Senin, 11 Oktober 2010
selamat menempuh hidup baru, teman
di menara itu lonceng berdentang
burungburung terbang, kaget dan riuh
ada janji menanti diucapkan
diantara taburan beras dan doa
adalah waktu menyusup bagai sesuatu yang asing
menunggu dengan dingin
untuk memberi dan mengambil
lalu kelak pada waktu yang mengambang
diantara deru jam di bawah matahari
di menara itu lonceng kembali berdentang
mengantarkan hidup pada rengkuhan bumi
pati , 11 oktober 2010
burungburung terbang, kaget dan riuh
ada janji menanti diucapkan
diantara taburan beras dan doa
adalah waktu menyusup bagai sesuatu yang asing
menunggu dengan dingin
untuk memberi dan mengambil
lalu kelak pada waktu yang mengambang
diantara deru jam di bawah matahari
di menara itu lonceng kembali berdentang
mengantarkan hidup pada rengkuhan bumi
pati , 11 oktober 2010
bip bip : kali ini pesan buatmu
telah banyak pesan terkirim
namun maaf, pesan buatmu senantiasa terlupa
kutitipkan pada sungai, kau
juga segala tentang kau
'mengalirlah sampai jauh' kata lagu tua
pesanku :
bermuaralah di satu tempat
pati, 10 oktober 2010
namun maaf, pesan buatmu senantiasa terlupa
kutitipkan pada sungai, kau
juga segala tentang kau
'mengalirlah sampai jauh' kata lagu tua
pesanku :
bermuaralah di satu tempat
pati, 10 oktober 2010
di pekarangan suatu waktu
aku sedang menyisir rambutku
ketika seseorang melukis bayang bayang
satu satu diberinya wajah, mata dan telinga
yang tak bermimik, tak melihat dan tak mendengar
sedang kubersihkan sisirku dari helaian rambut
ketika kudengar dirinya mulai menjajakan bayangan
'ambillah satu, ambillah satu
aku akan setia menemanimu'
lalu aku mulai menghitung helaian rambut rontokku
ketika kulihat dia sibuk menghalau bayangan dirinya
yang rakus mematuk bayang bayang yang baru dilukisnya
satu satu rebah, tak berbentuk, tak beraturan
pati, 10 oktober 2010
ketika seseorang melukis bayang bayang
satu satu diberinya wajah, mata dan telinga
yang tak bermimik, tak melihat dan tak mendengar
sedang kubersihkan sisirku dari helaian rambut
ketika kudengar dirinya mulai menjajakan bayangan
'ambillah satu, ambillah satu
aku akan setia menemanimu'
lalu aku mulai menghitung helaian rambut rontokku
ketika kulihat dia sibuk menghalau bayangan dirinya
yang rakus mematuk bayang bayang yang baru dilukisnya
satu satu rebah, tak berbentuk, tak beraturan
pati, 10 oktober 2010
tak bisa kugambar kau kembali
sehabis hujan kala itu
kemuraman masih menggantung berat
jalanan tambal sulam oleh genangan
aku ingat selintas ada wajahmu
tergambar di salah satu genangan
seketika buyar tergilas roda pedati
pati, 10 oktober 2010
kemuraman masih menggantung berat
jalanan tambal sulam oleh genangan
aku ingat selintas ada wajahmu
tergambar di salah satu genangan
seketika buyar tergilas roda pedati
pati, 10 oktober 2010
sebuah pintu
Ah, sajak ini telah jenuh rupanya. Telah menggembung dengan cerewet.
Jadi telah kusiapkan koper koper baginya seandainya dia memutuskan
untuk pergi, belajar menjadi dirinya
"segeralah kau temukan dirimu
pergilah menuju pintu pintu yang tak terkunci
mulailah menjadi mimpimu"
Aku mulai bertanya tanya, dimanakah dia? Seperti apa dia kini?
Sebatang pohon, seekor burung, setangkai bunga, ataukah
tetap menjadi sajak yang kehilangan talentanya?
Hatiku sedikit menciut, membayangkan senyap dan riuh dunia
yang harus dihadapi, aku takut dia mengerdil terpangkas angin,
dan terhempas karang.
Di sebuah hari ketika langit begiu teduh dan pucat, ada sebuah
pintu bercat ungu, dengan gerendel mengkilat, pengetuk dari
kuningan, dan pegangan pintu yang pas ditanganku. Dengan fasih
jemariku membukanya, oalah, dibaliknya sajakku tersenyum.
Rupanya dia telah menjelma pintu, buatku menemukan aku.
pati, 8 oktober 2010
Jadi telah kusiapkan koper koper baginya seandainya dia memutuskan
untuk pergi, belajar menjadi dirinya
"segeralah kau temukan dirimu
pergilah menuju pintu pintu yang tak terkunci
mulailah menjadi mimpimu"
Aku mulai bertanya tanya, dimanakah dia? Seperti apa dia kini?
Sebatang pohon, seekor burung, setangkai bunga, ataukah
tetap menjadi sajak yang kehilangan talentanya?
Hatiku sedikit menciut, membayangkan senyap dan riuh dunia
yang harus dihadapi, aku takut dia mengerdil terpangkas angin,
dan terhempas karang.
Di sebuah hari ketika langit begiu teduh dan pucat, ada sebuah
pintu bercat ungu, dengan gerendel mengkilat, pengetuk dari
kuningan, dan pegangan pintu yang pas ditanganku. Dengan fasih
jemariku membukanya, oalah, dibaliknya sajakku tersenyum.
Rupanya dia telah menjelma pintu, buatku menemukan aku.
pati, 8 oktober 2010
tarian ilalang
sebuah sajak terkubur di pekarangan
tepat di dadanya tumbuh ilalang
rapuh dalam sunyi
gemulai menarikan irama angin
lalu dipendamnya sajak sajaknya yang lain
'akan kunikmati tarian ilalang
sajak sajak hati yang terpendam'
pati, 9 oktober 2010
tepat di dadanya tumbuh ilalang
rapuh dalam sunyi
gemulai menarikan irama angin
lalu dipendamnya sajak sajaknya yang lain
'akan kunikmati tarian ilalang
sajak sajak hati yang terpendam'
pati, 9 oktober 2010
surat surat yang lupa ku poskan
1
jalan kita pernah sama, ketika bercabang, kita bersisian,
sayang, sepertinya susuran kita berbeda, jendela kita berbeda
tak ada yang salah, namun cerminmu tak bisa kau pasang
di jendelaku
apa kau pandang bukit itu lewat kaca mataku?
zku pernah mencoba memandang pepohonan lewat
matamu, aku hanya tak mengerti
2
waktu telah semakin tua, semakin bersahabat dengan senja,
jam jam berdetak pongah menunjukkan yang tersisa,
aku masih teringat ucapmu kala itu
'jalanlah dengan kepala tegak walau waktu bukan milikmu
namun ada selama kau ada'
jadi jangan pandang aku dengan telunjukmu yang bergetar
seakan aku pongah
3
diam, selalu rumah yang megah, buat amarah yang memagma,
sakit yang mengkristal dan berduri tajam, dan pandangan
yang kau baur dengan hitam
diam, sebuah pongah pada prasangka, seiring kepasrahan
dalam ketakberdayaan
kau dimana?
4
aku ada
kau ada
kita hanya tiada
pada waktu yang ada
lalu waktu membuat kita : diam
pati, 8 oktober 2010
jalan kita pernah sama, ketika bercabang, kita bersisian,
sayang, sepertinya susuran kita berbeda, jendela kita berbeda
tak ada yang salah, namun cerminmu tak bisa kau pasang
di jendelaku
apa kau pandang bukit itu lewat kaca mataku?
zku pernah mencoba memandang pepohonan lewat
matamu, aku hanya tak mengerti
2
waktu telah semakin tua, semakin bersahabat dengan senja,
jam jam berdetak pongah menunjukkan yang tersisa,
aku masih teringat ucapmu kala itu
'jalanlah dengan kepala tegak walau waktu bukan milikmu
namun ada selama kau ada'
jadi jangan pandang aku dengan telunjukmu yang bergetar
seakan aku pongah
3
diam, selalu rumah yang megah, buat amarah yang memagma,
sakit yang mengkristal dan berduri tajam, dan pandangan
yang kau baur dengan hitam
diam, sebuah pongah pada prasangka, seiring kepasrahan
dalam ketakberdayaan
kau dimana?
4
aku ada
kau ada
kita hanya tiada
pada waktu yang ada
lalu waktu membuat kita : diam
pati, 8 oktober 2010
tak berdasar
sebuah sumur
sebuah lidah
dalam
tak berdasar
: tiba tiba
jatuh
terus melayang
berguling menukik
tak bertepi
seekor murai berkicau
'aku bukan cecak
kudengar dan kubernyanyi'
sebuah sumur
sebuah lidah
seseorang tergelincir
mati
pati, 8 oktober 2010
sebuah lidah
dalam
tak berdasar
: tiba tiba
jatuh
terus melayang
berguling menukik
tak bertepi
seekor murai berkicau
'aku bukan cecak
kudengar dan kubernyanyi'
sebuah sumur
sebuah lidah
seseorang tergelincir
mati
pati, 8 oktober 2010
tua
1
Bermula dari suatu tempat, tentulah seperti itu, berakhirpun di suatu tempat. Apakah aku takut tua, barangkali karena aku tetap membenci film film horor, dan senyum wajah wajah yang ditempel di pohon dan dinding dinding sepanjang jalan lesehan langganan nasi kucing kita yang menjajakan diri untuk dipilih, duh, mereka cuma mengingatkanku bahwa aku sudah tua ternyata, harus memilih.
Andai saja aku seperti ranting, tak memedulikan tua atau muda, buah buah diujungnya meranum, tua dan meninggalkan dirinya, tapi ranting itu tetap muda sayang, apa karena ketakpedulian itukah?
Berawal dari suatu titik, ya sepertinya begitu, jadi sudah sejauh manakah kita? Seperti baru kemarin, ah itu masalahnya...
2
Samar samar aku teringat wangi bandrek, lampu jalan, genangan becek, obrolan tentang kemarin yang membuat kita terbahak bahak, aduh apakah setua itu hari berlalu?
3
Aku telah mencarinya di buku buku pintar sayang, entahlah, mereka tak merumuskan turunan cinta ketika tua
pati, 8 oktober 2010
Bermula dari suatu tempat, tentulah seperti itu, berakhirpun di suatu tempat. Apakah aku takut tua, barangkali karena aku tetap membenci film film horor, dan senyum wajah wajah yang ditempel di pohon dan dinding dinding sepanjang jalan lesehan langganan nasi kucing kita yang menjajakan diri untuk dipilih, duh, mereka cuma mengingatkanku bahwa aku sudah tua ternyata, harus memilih.
Andai saja aku seperti ranting, tak memedulikan tua atau muda, buah buah diujungnya meranum, tua dan meninggalkan dirinya, tapi ranting itu tetap muda sayang, apa karena ketakpedulian itukah?
Berawal dari suatu titik, ya sepertinya begitu, jadi sudah sejauh manakah kita? Seperti baru kemarin, ah itu masalahnya...
2
Samar samar aku teringat wangi bandrek, lampu jalan, genangan becek, obrolan tentang kemarin yang membuat kita terbahak bahak, aduh apakah setua itu hari berlalu?
3
Aku telah mencarinya di buku buku pintar sayang, entahlah, mereka tak merumuskan turunan cinta ketika tua
pati, 8 oktober 2010
Kamis, 07 Oktober 2010
pause
benak
sebuah proyektor
dalam menu : rewind
sepetak padang rumput, di sisi padang garam
angin yang bersahabat
sunyi yang hakiki
sebuah rumah
bunga bunga tebu, gemulai dan rapuh
wangi gula
gemerisik yang mebuai
sebuah rumah
benak
sebuah proyektor
dalam menu : pause
(tunggu aku...)
pati, 7 oktober 2010
sebuah proyektor
dalam menu : rewind
sepetak padang rumput, di sisi padang garam
angin yang bersahabat
sunyi yang hakiki
sebuah rumah
bunga bunga tebu, gemulai dan rapuh
wangi gula
gemerisik yang mebuai
sebuah rumah
benak
sebuah proyektor
dalam menu : pause
(tunggu aku...)
pati, 7 oktober 2010
sarapan
aku merasa seperti sepi sebuah stasiun tua, sepur sepur itu berdentang ketika kereta kereta lewat di atasnya, tapi aku tak bisa ikut pergi, terikat sepi yang terantai pada bangku bangku peron, dan sobekan karcis yang terinjak di lantai basah, dan dengungan suara yang menyesakkan :
'selamat datang para penumpang
selamat jalan para penumpang'
pukul berapakah ini, sayangku, karena ada yang bertahan tidur di kelopak mataku, berkemah di sana dan memanam sebatang pohon duri rupanya, durinya kerapkali menusuk bola mataku ketika aku terjaga, menciptakan sungai dalam derai hujan, kau lihatkah setangkup mawar? hendak kupinjam tiap kelopaknya ganti kelopakku yang telah menyerupa kantung hujan
aku terlelap di dapur tuaku sendiri, kekasihku, lelah dan lupa resep nenek berikut seluruh mantranya yang mampu mengubah sepi menjadi sesuatu yang garing dan renyah, jadi aku hanya merebusnya bersama duri duri yang berjatuhan dari kelopakku, tak usah khawatir sayang, tak kan kusajikan di meja makanmu, telah kutelan ganti sarapan pagiku, hanya tolong bangunkan aku ketika kau tiba di stasiun itu, dan melepas rantai sepi yang membandul di leherku
pati, 7 oktober 2010
'selamat datang para penumpang
selamat jalan para penumpang'
pukul berapakah ini, sayangku, karena ada yang bertahan tidur di kelopak mataku, berkemah di sana dan memanam sebatang pohon duri rupanya, durinya kerapkali menusuk bola mataku ketika aku terjaga, menciptakan sungai dalam derai hujan, kau lihatkah setangkup mawar? hendak kupinjam tiap kelopaknya ganti kelopakku yang telah menyerupa kantung hujan
aku terlelap di dapur tuaku sendiri, kekasihku, lelah dan lupa resep nenek berikut seluruh mantranya yang mampu mengubah sepi menjadi sesuatu yang garing dan renyah, jadi aku hanya merebusnya bersama duri duri yang berjatuhan dari kelopakku, tak usah khawatir sayang, tak kan kusajikan di meja makanmu, telah kutelan ganti sarapan pagiku, hanya tolong bangunkan aku ketika kau tiba di stasiun itu, dan melepas rantai sepi yang membandul di leherku
pati, 7 oktober 2010
hang on
malam telah lelah
dengkurnya begitu senyap
maaf, rindu ini
kulipat sejenak
kelak, biarlah terpapar
sewaktu kau ingat
pati, 6 oktober 2010
dengkurnya begitu senyap
maaf, rindu ini
kulipat sejenak
kelak, biarlah terpapar
sewaktu kau ingat
pati, 6 oktober 2010
siapa yang menandai?
seseorang mencatatkan waktu kedatangan, namun kepergiannya entah siapa yang menandai
dan guruh itu menandai kedatangan hujan yang redanya senyap teredam tanah
namun adakalanya tanah itu bukanlah rumah, dimuntahkannya segala sesuatu yang dipendam
ah, dimana angkuh itu
murka itu keluh bagimu
pati, 6 oktober 2010
dan guruh itu menandai kedatangan hujan yang redanya senyap teredam tanah
namun adakalanya tanah itu bukanlah rumah, dimuntahkannya segala sesuatu yang dipendam
ah, dimana angkuh itu
murka itu keluh bagimu
pati, 6 oktober 2010
teh
secangkir teh tarik : tersesat diantara yang kukenal, atau barangkali tidak, pernah kumiliki atau entah angan, gamang mencari keakuan disekian banyak aku, ataukah kau?
'telah kuseduh teh seruni itu
bersama doa doa leluhur
yang dibisikkan ibu di telingaku'
secangkir teh pahit :
tak usah kau cari aku pada jarak yang tak bisa kau hapus, sehari bagiku yang entah bagimu, tak selamanya semua bergerak lamban bukan? satu satu jam beku itu dicuri darimu pada sepersekian kedip matamu
pati, 6 oktober 2010
'telah kuseduh teh seruni itu
bersama doa doa leluhur
yang dibisikkan ibu di telingaku'
secangkir teh pahit :
tak usah kau cari aku pada jarak yang tak bisa kau hapus, sehari bagiku yang entah bagimu, tak selamanya semua bergerak lamban bukan? satu satu jam beku itu dicuri darimu pada sepersekian kedip matamu
pati, 6 oktober 2010
dua babak
tak pernah kulihat panas gersang bersahabat sedemikian erat dengan hujan seperti ini, bagai lakon dua babak dalam tema yang membuatku gelisah di tempat dudukku
lalu pada siapa sebenarnya aku mengeluh?
jadi akan kubuat demikian : kulukis pelangi berulang ulang, di langit, di tanah, di bisu, di gegap, di rincik, di sepoi
dan biar saja matamu mataku sibuk mendulang makna, ketika terjeda : bukankah demikian adanya rinai itu terserap tanah dan kabut itu terurai pergi?
pati, 5 oktober 2010
lalu pada siapa sebenarnya aku mengeluh?
jadi akan kubuat demikian : kulukis pelangi berulang ulang, di langit, di tanah, di bisu, di gegap, di rincik, di sepoi
dan biar saja matamu mataku sibuk mendulang makna, ketika terjeda : bukankah demikian adanya rinai itu terserap tanah dan kabut itu terurai pergi?
pati, 5 oktober 2010
aku berkeping keping
sepertinya benakku pecah berkeping keping, lalu badanku latah mengikuti ketika mencoba memaksa diri memunguti serpihannya satu satu, itukah yang terjadi ketika hujan sore itu, semata hancurnya hati langit atau saat daun daun gugur berserak semata remuknya niat pohon?
kau selalu muncul serupa pohon itu sayangku, terus tumbuh, dan tumbuh, dan aku ingin membayangkan diriku serupa tanah yang merangkummu, setia ketika kau tumbuh subur ataupun gugur dalam gigilmu, aku merangkummu dalam setia dan rindu yang tak mampu kugambarkan, entahlah apakah menyerupa kaki kaki meja itu atau pegangan pintu itu yang entah kupakai menutup atau membuka pintu
hari ini setia juga memelukku, sepertinya dia menyerupa tanah bagiku ketika aku serupa pohon baginya, dengan kesetiaan bagai kaki meja dan pegangan pintu
duh sayangku, benakku hancur berserakan
pati, 5 oktober 2010
kau selalu muncul serupa pohon itu sayangku, terus tumbuh, dan tumbuh, dan aku ingin membayangkan diriku serupa tanah yang merangkummu, setia ketika kau tumbuh subur ataupun gugur dalam gigilmu, aku merangkummu dalam setia dan rindu yang tak mampu kugambarkan, entahlah apakah menyerupa kaki kaki meja itu atau pegangan pintu itu yang entah kupakai menutup atau membuka pintu
hari ini setia juga memelukku, sepertinya dia menyerupa tanah bagiku ketika aku serupa pohon baginya, dengan kesetiaan bagai kaki meja dan pegangan pintu
duh sayangku, benakku hancur berserakan
pati, 5 oktober 2010
tikungan
kerentaan tumbuh jauh di dalam
waktu terus berlalu bukan, sayang?
mereka , wajah wajah tak ku kenal
patahan hari berserak juga
di setiap depa tubuh wajahnya
'kita ini peminjam hidup
berlalu laju pada renta'
dan aku merasa senasib
dengan tikungan tua ini
menunggu bis terakhir
menurunkan seseorang
; betapa rentanya rindu
pati, 3 oktober 2010
waktu terus berlalu bukan, sayang?
mereka , wajah wajah tak ku kenal
patahan hari berserak juga
di setiap depa tubuh wajahnya
'kita ini peminjam hidup
berlalu laju pada renta'
dan aku merasa senasib
dengan tikungan tua ini
menunggu bis terakhir
menurunkan seseorang
; betapa rentanya rindu
pati, 3 oktober 2010
Selasa, 28 September 2010
sajak tak berjejak
kita hanya patung keras kepala
memahat sajak sajak
mencari kata kata
terjebak kamus
ah biar saja, lalu katamu
itu sajak patung
orang orang mencari jejak patung
'oh patung ini berhasil menjadi dirinya
tak ada jejak yang kami temukan!'
kita kemudian ramai menjelaskan
diam itu jejak
berupaya mencintai adanya
jadi jejak itu cinta
dan kita menjadi patung yang bahagia
memahat sajak sajak cinta yang diam
orang orang mulai membuat
perahu dari sajak
mengapung di air tenang dan bergelombang
pakaian dari sajak
menutup diri serapat yang terbungkus
pagar pagar dari sajak
membenteng semak semak duri
layang layang dari sajak
membalas sapaan angin dan matahari
bendera dari sajak
berkibar menyerukan cinta dan kesunyian
dan kita kembali menjelma patung keras kepala
membuat sajak sajak cinta
yang setia pada diam
tenggelam
koyak
putus
hilang
pati, 28 september 2010
memahat sajak sajak
mencari kata kata
terjebak kamus
ah biar saja, lalu katamu
itu sajak patung
orang orang mencari jejak patung
'oh patung ini berhasil menjadi dirinya
tak ada jejak yang kami temukan!'
kita kemudian ramai menjelaskan
diam itu jejak
berupaya mencintai adanya
jadi jejak itu cinta
dan kita menjadi patung yang bahagia
memahat sajak sajak cinta yang diam
orang orang mulai membuat
perahu dari sajak
mengapung di air tenang dan bergelombang
pakaian dari sajak
menutup diri serapat yang terbungkus
pagar pagar dari sajak
membenteng semak semak duri
layang layang dari sajak
membalas sapaan angin dan matahari
bendera dari sajak
berkibar menyerukan cinta dan kesunyian
dan kita kembali menjelma patung keras kepala
membuat sajak sajak cinta
yang setia pada diam
tenggelam
koyak
putus
hilang
pati, 28 september 2010
panggung
sebagian kota bersiap tidur
sebagian bersolek
menyisir tubuh
sebagian memecah batu
menyusun keringat
lampu lampu jalan
jauh dan setia
bagai cahaya panggung
tak peduli lakon yang berlangsung
ada sesuatu yang ganjil
karena aku bagian latar
pati, 27 september 2010
sebagian bersolek
menyisir tubuh
sebagian memecah batu
menyusun keringat
lampu lampu jalan
jauh dan setia
bagai cahaya panggung
tak peduli lakon yang berlangsung
ada sesuatu yang ganjil
karena aku bagian latar
pati, 27 september 2010
sajak hitam
dari balik jendela
semua terlihat sama
langit hitam
daun daun hitam
tanah hitam
batu hitam
barangkali hitam itu
lekat di kaca jendela
rakus memakan semua cahaya
kujauhi jendela
seiring malam yang jauh
pati, 26 september 2010
semua terlihat sama
langit hitam
daun daun hitam
tanah hitam
batu hitam
barangkali hitam itu
lekat di kaca jendela
rakus memakan semua cahaya
kujauhi jendela
seiring malam yang jauh
pati, 26 september 2010
di bawah mendung yang pecah
Langit september, murung, dan tiba tiba pecah berderai derai, memukul kaca jendela, tetesannya berlomba mencapai ambang jendela
Paitua, di luar tak ada penjaja payung sewaan, tak ada taksi dan motorku tak beratap, hanya langit yang murung dan pecah
Hujan sedang terjun bebas rupanya, dentumnya memukul seng seng dapur, jadi teringat film film perang, di salah satu adegannya mereka menggigil berperang di tengah hujan bukan?
Sungguh, sepertinya aku harus melajukan motorku, tak di bawah payung, hanya langit mendung yang pecah
pati, 26 september 2010
Paitua, di luar tak ada penjaja payung sewaan, tak ada taksi dan motorku tak beratap, hanya langit yang murung dan pecah
Hujan sedang terjun bebas rupanya, dentumnya memukul seng seng dapur, jadi teringat film film perang, di salah satu adegannya mereka menggigil berperang di tengah hujan bukan?
Sungguh, sepertinya aku harus melajukan motorku, tak di bawah payung, hanya langit mendung yang pecah
pati, 26 september 2010
Sabtu, 25 September 2010
kredo september
lengan september seperti mengibasku : 'pergi sana, jalan sendiri' duh, aku kelimpungan, jadi kusambar saja ujung bajunya, 'temani aku, temani aku' tak pernah aku semalu ini mendengar rengekanku sendiri
oktober, sang saudara tua, selintas memunculkan wajahnya, aku lupa entah dia tersenyum, entah melengos, hanya kudengar desisnya :'adik kecil, adik kecil, dimana keliman rok rokmu tempat kau sembunyi?' dan sedih itu membenamkan senyumku sendiri : telah lama bukan aku tak ber-rok?
lalu kumpulan hari yang kulupa namanya, menepuk bahuku dengan keramahan yang bisa mereka tawarkan: 'sudahlah, melebur saja dengan kami' dan aku berlari lari meminta seseorang membuatkanku sepotong rok tempatku sembunyi
pati, 25 september 2010
oktober, sang saudara tua, selintas memunculkan wajahnya, aku lupa entah dia tersenyum, entah melengos, hanya kudengar desisnya :'adik kecil, adik kecil, dimana keliman rok rokmu tempat kau sembunyi?' dan sedih itu membenamkan senyumku sendiri : telah lama bukan aku tak ber-rok?
lalu kumpulan hari yang kulupa namanya, menepuk bahuku dengan keramahan yang bisa mereka tawarkan: 'sudahlah, melebur saja dengan kami' dan aku berlari lari meminta seseorang membuatkanku sepotong rok tempatku sembunyi
pati, 25 september 2010
sajak hati
Hati,
pelimbahan,
ungunya duka
birunya rindu
kelamnya sakit
merahnya angkara,
lalu,
dimana sang umbul?
pati, 25 september 2010
pelimbahan,
ungunya duka
birunya rindu
kelamnya sakit
merahnya angkara,
lalu,
dimana sang umbul?
pati, 25 september 2010
ketika cahaya itu padam
Ada wilayah tak berambu, selapis demi selapis mengirismu. Tak ada yang bisa bedakan kau dan udara tipis, menggantung sama sama rendah. Sebenarnya, apa yang mereka tanam di dadanya? Bintang matikah atau hanya lubang hitam
Ada wilayah tak berdenah, kau bisa petik bintang di pinggir kali, atau membuangnya di sumur terdekat yang kau jumpai.
Betapa kelam mata mata itu, mati. Jangankan hati, kadang kupikir betapa ratanya wajah mereka, tak berhidung, tak bertelinga, hanya dua rongga gelap, tak berdasar.
Kulihat betapa matahari mencacah kulitnya, membenamkannya dalam ilusi dunia tak berneraka.
pati, 24 september 2010
Ada wilayah tak berdenah, kau bisa petik bintang di pinggir kali, atau membuangnya di sumur terdekat yang kau jumpai.
Betapa kelam mata mata itu, mati. Jangankan hati, kadang kupikir betapa ratanya wajah mereka, tak berhidung, tak bertelinga, hanya dua rongga gelap, tak berdasar.
Kulihat betapa matahari mencacah kulitnya, membenamkannya dalam ilusi dunia tak berneraka.
pati, 24 september 2010
Jumat, 24 September 2010
kepadamu
ijinkan aku undur
diam
lindap
tolong,
biarkan hari
menggulung sunyi
melipat murung
sejenak saja
: lalu senja turun
hari ini tersudahi
terlupa
lindap
(dan kami sibuk berbagi tempat)
pati, 23 september 2010
diam
lindap
tolong,
biarkan hari
menggulung sunyi
melipat murung
sejenak saja
: lalu senja turun
hari ini tersudahi
terlupa
lindap
(dan kami sibuk berbagi tempat)
pati, 23 september 2010
pekarangan ketika hujan
daun daun jambu basah
menggigil
galau
seseorang sibuk memindahkan jemuran
mengeringkannya dalam pikiran
: esok, biarlah tetap esok
daun daun itu belajar luruh
bersama tetesan hujan
menyambut tanah
dalam hujan
pintu pagar merana
tak ada yang membuka
tak ada yang menutup
pati, 22 september 2010
menggigil
galau
seseorang sibuk memindahkan jemuran
mengeringkannya dalam pikiran
: esok, biarlah tetap esok
daun daun itu belajar luruh
bersama tetesan hujan
menyambut tanah
dalam hujan
pintu pagar merana
tak ada yang membuka
tak ada yang menutup
pati, 22 september 2010
suatu pagi ketika cahaya membangunkan hujan dalam diriku
pada pagi ketika langit terbuka, dan cahaya baru saja didirikan, ada yang memunguti bintang yang kukumpulkan satu satu, lalu sebagian pergi bersama kunang kunang, di luar suara suara riuh dikepakan, namun entah mengapa, merasuk dalam jiwaku menjadi kesunyian yang terasing
kekasihku, bilakah kesenyapan ini berlalu?
aku hanya rindu memunguti serpihan hari
yang terbiasa kau panggul di punggungmu
pati, 21 september 2010
kekasihku, bilakah kesenyapan ini berlalu?
aku hanya rindu memunguti serpihan hari
yang terbiasa kau panggul di punggungmu
pati, 21 september 2010
Kamis, 23 September 2010
generasi warisan
dulu anak anak mudah menggambar bumi
kini mereka bertanya kepadaku,
bagaimana bulat itu diantara kotak
sudut lingkaran kecil dan garis batas?
dulu anak anak pintar mewarnai bumi
sekarang aku bertanya bingung,
mengapa kau gambar langit hitam
daun coklat gunung merah
lalu sisanya hanya abu mengelabu
dulu mereka pintar di bumi
tapi sekarang konon mereka bodoh
karena tak pandai menggambar bumi
karena tak pandai mewarnai
bukankah lantaran kita mereka tersedak pasal pasal itu?
jadi mari berperkara karena terlalu bodoh
mewariskan kebodohan
pati, 19 september 2010
kini mereka bertanya kepadaku,
bagaimana bulat itu diantara kotak
sudut lingkaran kecil dan garis batas?
dulu anak anak pintar mewarnai bumi
sekarang aku bertanya bingung,
mengapa kau gambar langit hitam
daun coklat gunung merah
lalu sisanya hanya abu mengelabu
dulu mereka pintar di bumi
tapi sekarang konon mereka bodoh
karena tak pandai menggambar bumi
karena tak pandai mewarnai
bukankah lantaran kita mereka tersedak pasal pasal itu?
jadi mari berperkara karena terlalu bodoh
mewariskan kebodohan
pati, 19 september 2010
nalar yang menjalar
kupikir, kesedihan bagai sulur merayap
menjerat kaki dan membuatmu terjerembab
kau pintal nafasmu satu satu
namun satu satu paru parumu hilang
cerita terpantul di awan
terburai melekat pada debu di ujung sepatumu
ada batas sedihmu di sana
siapa yang menyangka langkah itu sampai juga disini?
terkadang kesedihan juga bagai lintah gemuk
menempel erat pada lubuk yang menyulap dadaku
menjadi rahim debur isak
bergelombang membuatmu oleng
sungguh, tak bisakah perlahan saja
aku telah terkapar hampir rubuh
pati, 19 september 2010
menjerat kaki dan membuatmu terjerembab
kau pintal nafasmu satu satu
namun satu satu paru parumu hilang
cerita terpantul di awan
terburai melekat pada debu di ujung sepatumu
ada batas sedihmu di sana
siapa yang menyangka langkah itu sampai juga disini?
terkadang kesedihan juga bagai lintah gemuk
menempel erat pada lubuk yang menyulap dadaku
menjadi rahim debur isak
bergelombang membuatmu oleng
sungguh, tak bisakah perlahan saja
aku telah terkapar hampir rubuh
pati, 19 september 2010
rebah
jalan daendels itu terbentang lebar
lengang dan rebah tersambit angin
tiba tiba aku ingin menggambar jendela dan pintu
berjajar terbuka di sisi sisinya
tempatku lari ketika jalanan ini mulai menelanku
angin memecah mecah cintanya untukku
'teduhlah, teduh jika itu yang kau mau' katanya
yang berdendang di kupingku malah pekerja rodi
seperti aku yang tertelan jalan daendels
pati, 20 september 2010
lengang dan rebah tersambit angin
tiba tiba aku ingin menggambar jendela dan pintu
berjajar terbuka di sisi sisinya
tempatku lari ketika jalanan ini mulai menelanku
angin memecah mecah cintanya untukku
'teduhlah, teduh jika itu yang kau mau' katanya
yang berdendang di kupingku malah pekerja rodi
seperti aku yang tertelan jalan daendels
pati, 20 september 2010
koin
sebuah kota tua
yang sepertinya terlalu tua mengejar ketinggalan
anak bertelanjang dengan lagu yang sama
'lemparkan koinnya kakak
lemparkan koinnya ibu'
tahukah dia perlu 8 koin
untuk segelas teh hangat?
ah, kota tua yang hangat
Medan, 18 september 2010
yang sepertinya terlalu tua mengejar ketinggalan
anak bertelanjang dengan lagu yang sama
'lemparkan koinnya kakak
lemparkan koinnya ibu'
tahukah dia perlu 8 koin
untuk segelas teh hangat?
ah, kota tua yang hangat
Medan, 18 september 2010
aku memahamimu
sekiranya gelap menyaru malam
mengendap endap menyusup lubuk
biarlah mata api membakarnya menjadi abu
hingga serapah badai dalam petir dan gelombang
tiada melibas menjadi asap
kusesap sumpahmu
hingga nadir
dalam pasrah kubiarkan alam membacaku
p.siantar, 17 september 2010
mengendap endap menyusup lubuk
biarlah mata api membakarnya menjadi abu
hingga serapah badai dalam petir dan gelombang
tiada melibas menjadi asap
kusesap sumpahmu
hingga nadir
dalam pasrah kubiarkan alam membacaku
p.siantar, 17 september 2010
Selasa, 21 September 2010
benak
kuajak bermain main
menjadi sebuah surat, syair puisi yang karam
menggelinding di antara aku dan kau
menciut menjadi kertas usang
Kuajak menyerupa
kecubung yang tak lelah terbalik
embun yang enggan jatuh
kupu kupu vampir yang menghisap
habis sukmaku
Tiba tiba berjatuhan ke dasar wajan
beraroma petai dan durian
kusaring dalam gelas
“istirahatlah jika lelah”
tetapi teganya ia
mengambil posisi di antara bibir
setelah sebelumnya
bersemayam di dengkul
p.siantar, 17 september 2010
menjadi sebuah surat, syair puisi yang karam
menggelinding di antara aku dan kau
menciut menjadi kertas usang
Kuajak menyerupa
kecubung yang tak lelah terbalik
embun yang enggan jatuh
kupu kupu vampir yang menghisap
habis sukmaku
Tiba tiba berjatuhan ke dasar wajan
beraroma petai dan durian
kusaring dalam gelas
“istirahatlah jika lelah”
tetapi teganya ia
mengambil posisi di antara bibir
setelah sebelumnya
bersemayam di dengkul
p.siantar, 17 september 2010
tentang saat ini
..........: paituaku
melintasi meja makan
anak anak kunci berserak
di atas baki biru
hinggap di mataku
anak kunci pintu depan
anak kunci kamar
anak kunci gerbang
ada jarak dari ruang ke ruang
kekosongan yang beranak pinak
kumengerti, sangat
pernahkah terpikir
ada saat kita menikahi puisi?
p.siantar, 17 september 2010
melintasi meja makan
anak anak kunci berserak
di atas baki biru
hinggap di mataku
anak kunci pintu depan
anak kunci kamar
anak kunci gerbang
ada jarak dari ruang ke ruang
kekosongan yang beranak pinak
kumengerti, sangat
pernahkah terpikir
ada saat kita menikahi puisi?
p.siantar, 17 september 2010
bola lampu
Ibuku sedih, mencari cari bola lampu,
lupa, kami telah menggorengnya kemarin
kini berkelontangan dalam perut
Sepertinya ibu mulai ingat, atau barangkali kelontangan itu menyengat kening ibu
menumbuhkan uban di rambutnya
melukiskan keriput tertelan dalam senyumnya
lantaran itukah nadinya menciut?
Ibuku terbaring di sudut, tak mampu bergerak
namun kelontangan itu sepertinya masih terdengar
mulut ibu menggumamkan kidung
yang selalu berhasil membuat kami terlelap
dulu
kelontangan tak mau senyap
Ibu tak lagi mencari bola lampu,
Tuhan menyiapkan lampu darurat di rumahNya
aku harus tetap mencari
di tengah kelontangan
p.siantar, 17 september 2010
lupa, kami telah menggorengnya kemarin
kini berkelontangan dalam perut
Sepertinya ibu mulai ingat, atau barangkali kelontangan itu menyengat kening ibu
menumbuhkan uban di rambutnya
melukiskan keriput tertelan dalam senyumnya
lantaran itukah nadinya menciut?
Ibuku terbaring di sudut, tak mampu bergerak
namun kelontangan itu sepertinya masih terdengar
mulut ibu menggumamkan kidung
yang selalu berhasil membuat kami terlelap
dulu
kelontangan tak mau senyap
Ibu tak lagi mencari bola lampu,
Tuhan menyiapkan lampu darurat di rumahNya
aku harus tetap mencari
di tengah kelontangan
p.siantar, 17 september 2010
kelak
Tak jenuh jenuh aku berpikir
'kemana arah pulang?'
di lorong kerongkonganku, sarapan pagi menusuk amandel
Adalah hidup,
membenihkan hasrat
mematahkan mimpi
memenjarakan kenangan
membangunkan hantu
Demi cinta
kuhela hujan dari pintuku
membawa matahari di meja makan
panasnya membakar bulu mata
mencipta celah bagi banjir
hujan yang terusir
Telah kusiapkan bahtera, kekasihku
atas nama cinta
menujumu
kelak
p.siantar, 16 september 2010
'kemana arah pulang?'
di lorong kerongkonganku, sarapan pagi menusuk amandel
Adalah hidup,
membenihkan hasrat
mematahkan mimpi
memenjarakan kenangan
membangunkan hantu
Demi cinta
kuhela hujan dari pintuku
membawa matahari di meja makan
panasnya membakar bulu mata
mencipta celah bagi banjir
hujan yang terusir
Telah kusiapkan bahtera, kekasihku
atas nama cinta
menujumu
kelak
p.siantar, 16 september 2010
Rabu, 15 September 2010
doa pada jalan yang bercabang
Di depanku jalan bercabang
aku jeri
karena lelakiku tertinggal di belakang
dengan hatiku di ujung jari
Pada siantar
kuhantar doa doaku
laksana kekasih
biarlah kita bertemu
Dan ular ular yang merayap di hatiku
yang geliat ekornya menutup pandangku
yang melata menggetarkan bibirku
denganketeguhan kuremukkan kepalanya
Dengan hati sejajar tanah
aku berseru pada Tuhan
(Tuhan yang menggenapkan aku dan lelakiku)
biarlah terjadi kembali
hari penggenapan itu
p.siantar, 15 september 2010
aku jeri
karena lelakiku tertinggal di belakang
dengan hatiku di ujung jari
Pada siantar
kuhantar doa doaku
laksana kekasih
biarlah kita bertemu
Dan ular ular yang merayap di hatiku
yang geliat ekornya menutup pandangku
yang melata menggetarkan bibirku
denganketeguhan kuremukkan kepalanya
Dengan hati sejajar tanah
aku berseru pada Tuhan
(Tuhan yang menggenapkan aku dan lelakiku)
biarlah terjadi kembali
hari penggenapan itu
p.siantar, 15 september 2010
panen
di sebuah sudut ladang sunyi, sekelompok pohon jagung meratap
bertanya akan diri yang mengering terbengkalai
pada setiap ketiaknya, mencuat bonggol jagung
kering, kuning, sekeras batu yang berserak tak jauh dari situ
bonggol menengadah pada langit ketika matahari bersinggasana
'kuning mana aku dibanding kau?'
matahari diam, lalu disapanya tanah
'ah, kering mana aku dibanding kau?'
tanah diam, lalu ditanyanya angin
'terlupakan mana aku dibanding kau?'
angin diam dan hanya berlalu
bonggol jagung memulai kembali ritualnya
pada matahari, pada tanah, pada angin
dan diam tetap ritual balasan
di sebuah pondok papan lapuk
seorang lelaki menyerah pada kesunyian
ternyata diri hanyalah daging
yang sanggup berpuasa dalam rentang waktu
ditunggunya selama ini
jagung jagung menguning yang menghiasi periuknya
dengan garam pada pagi, dengan garam pada siang
jika tahan, dengan garam pada malam
lalu hari ini ketika bonggol bonggol itu siap di panen
lelaki itu telah dipanen sang maut terlebih dahulu
dan matahari, dan tanah, dan angin
tak tahu cara apa hendak mengabarkannya
p.siantar, 15 september 2010
bertanya akan diri yang mengering terbengkalai
pada setiap ketiaknya, mencuat bonggol jagung
kering, kuning, sekeras batu yang berserak tak jauh dari situ
bonggol menengadah pada langit ketika matahari bersinggasana
'kuning mana aku dibanding kau?'
matahari diam, lalu disapanya tanah
'ah, kering mana aku dibanding kau?'
tanah diam, lalu ditanyanya angin
'terlupakan mana aku dibanding kau?'
angin diam dan hanya berlalu
bonggol jagung memulai kembali ritualnya
pada matahari, pada tanah, pada angin
dan diam tetap ritual balasan
di sebuah pondok papan lapuk
seorang lelaki menyerah pada kesunyian
ternyata diri hanyalah daging
yang sanggup berpuasa dalam rentang waktu
ditunggunya selama ini
jagung jagung menguning yang menghiasi periuknya
dengan garam pada pagi, dengan garam pada siang
jika tahan, dengan garam pada malam
lalu hari ini ketika bonggol bonggol itu siap di panen
lelaki itu telah dipanen sang maut terlebih dahulu
dan matahari, dan tanah, dan angin
tak tahu cara apa hendak mengabarkannya
p.siantar, 15 september 2010
ketika persahabatan sekeping cookies
ketika kutawarkan diriku
menjadi tepung, menjadi mentega, menjadi telur
dalam takaran seimbang
ternyata tak bisa
karena yang dibutuhkan tinggallah :
gula yang harus selalu manis
sejumput pernak pernik hiasan
kau tinggal menjadi sukade, kismis atau keping coklat
atau ada sejumput lain yang diperlukan : perisa
mana yang kau pilih serupa buah, bunga?
selama beraroma manis, katanya
duh
biarlah jika demikian
sesaat saja biarkan aku menjadi seorang penikmat
cookies buatanmu yang tersaji dalam piring keramik
p.siantar 15 september 2010
menjadi tepung, menjadi mentega, menjadi telur
dalam takaran seimbang
ternyata tak bisa
karena yang dibutuhkan tinggallah :
gula yang harus selalu manis
sejumput pernak pernik hiasan
kau tinggal menjadi sukade, kismis atau keping coklat
atau ada sejumput lain yang diperlukan : perisa
mana yang kau pilih serupa buah, bunga?
selama beraroma manis, katanya
duh
biarlah jika demikian
sesaat saja biarkan aku menjadi seorang penikmat
cookies buatanmu yang tersaji dalam piring keramik
p.siantar 15 september 2010
tentang arah jalan pulang
tunggulah esok, waktuku terbang
sejajar awan, lurus menuju bungabunga tebu
meninggalkan barisan sawit
tegak, berbukubuku lingkar tahun
tiupkan doa untukku sayang
selagi langit masih luas menampung
dan tolong tandai kotaku
dengan pita ungu rindu
lalu tuliskan untukku
:' diantara celahcelah pelepah sawit
aku diam menunggu'
tenunlah hari sayangku,
bersama benang masa lalu dan nanti
hingga kau mampu berdiri di kini
P.
p.siantar , 14 september 2010
sejajar awan, lurus menuju bungabunga tebu
meninggalkan barisan sawit
tegak, berbukubuku lingkar tahun
tiupkan doa untukku sayang
selagi langit masih luas menampung
dan tolong tandai kotaku
dengan pita ungu rindu
lalu tuliskan untukku
:' diantara celahcelah pelepah sawit
aku diam menunggu'
tenunlah hari sayangku,
bersama benang masa lalu dan nanti
hingga kau mampu berdiri di kini
P.
p.siantar , 14 september 2010
inang itu menyerupai indung
inanginang berjalan kaki
di sepanjang jalan menuju Meranti
tak menghitung terjal yang harus didaki
sedang tempayan air disangga leherleher rapuh
bukan pada kereta yang dikayuh
maka ketika aku menempatkan diriku
gegap menanti penjual sayur yang tak lalu
mereka menamparku dengan jitu
aih...aih..., katanya gembira
hari ini indah, eda
(aku teringat waktu asali
apakah indung meyerupa itu
gembira menggembalakan dukanya?)
p.siantar 14 september 2010
di sepanjang jalan menuju Meranti
tak menghitung terjal yang harus didaki
sedang tempayan air disangga leherleher rapuh
bukan pada kereta yang dikayuh
maka ketika aku menempatkan diriku
gegap menanti penjual sayur yang tak lalu
mereka menamparku dengan jitu
aih...aih..., katanya gembira
hari ini indah, eda
(aku teringat waktu asali
apakah indung meyerupa itu
gembira menggembalakan dukanya?)
p.siantar 14 september 2010
Selasa, 14 September 2010
runcing
kerinduan menelanjangi diri
meruncing pada tiap helai gaun
berjejer di tiang jemuran
meminta angin, memohon mentari
dan hujan mengajarkan mendua hati
dalam pesona yang tak pernah termengerti
waktu tersenyum
telah usai, katanya
kunjunganmu pada kerinduan yang senyap
aku berkhayal kapsul waktu
yang saban hari bisa kutunggangi
melipat lipat luas angkasa dalam dompet
seperti karcis waktu berkunjung
: berjagalah di loket, sayangku
waktu terbahak
telah usai, katanya
waktunya terjaga
p.siantar 14 september 2010
meruncing pada tiap helai gaun
berjejer di tiang jemuran
meminta angin, memohon mentari
dan hujan mengajarkan mendua hati
dalam pesona yang tak pernah termengerti
waktu tersenyum
telah usai, katanya
kunjunganmu pada kerinduan yang senyap
aku berkhayal kapsul waktu
yang saban hari bisa kutunggangi
melipat lipat luas angkasa dalam dompet
seperti karcis waktu berkunjung
: berjagalah di loket, sayangku
waktu terbahak
telah usai, katanya
waktunya terjaga
p.siantar 14 september 2010
suatu ketika
Dan di toba kami mengukir waktu
Memahatnya dalam alur paling kerap
Biarlah melimpah yang terekam
'Kami ada bersama waktu
Yang kau ukir tak sedalam
Ukiran rupa kami pada tebing tebing'
Tongging, 11 september 2010
Memahatnya dalam alur paling kerap
Biarlah melimpah yang terekam
'Kami ada bersama waktu
Yang kau ukir tak sedalam
Ukiran rupa kami pada tebing tebing'
Tongging, 11 september 2010
Sabtu, 11 September 2010
laguboti
Nak,
Hendak kubisikkan di telingamu
kisah pada sebuah pohon kehidupan
Ada nama nama tercantum dari akar hingga ke ujung daunnya
Ada namamu di situ
Dan di sinilah akar itu bermula
Laguboti...laguboti
Di jantungnya tersimpan pandora kenangan
Opung opung doli pada tugu tugu batu
Menunggumu, nak
Menuliskan namaku
Pada batu yang kau pahat kelak
Laguboti, 10 september 2010
Hendak kubisikkan di telingamu
kisah pada sebuah pohon kehidupan
Ada nama nama tercantum dari akar hingga ke ujung daunnya
Ada namamu di situ
Dan di sinilah akar itu bermula
Laguboti...laguboti
Di jantungnya tersimpan pandora kenangan
Opung opung doli pada tugu tugu batu
Menunggumu, nak
Menuliskan namaku
Pada batu yang kau pahat kelak
Laguboti, 10 september 2010
tentang waktu yang membeku menurutmu
jeritan beribu klakson membangunkan kota
'hai..ini sebuah hari baru' sebuah ironi ketika
kau membeku didalamnya, waktu berjalan
mundur dalam irama yang hanya dimengerti
seekor semut, bukan aku
sebuah halaman, sebuah pagar, tanpa
pohon jambu, tanpa serakan sandal,
dan aku yang berbagi pagi denganmu
pagi yang sama, benarkah?
siang yang sama, benarkah?
betapa 'senja yang sama' sebuah frase
kerinduan yang kuharap kau mengerti
sayangku,
menulis buatmu adalah sebuah jarak
adalah tentang sesuatu yang hilang
tentang pagi dibawah langit yang sama
dalam rentang jarak dan waktu yang hilang
p.siantar, 9 september 2010
'hai..ini sebuah hari baru' sebuah ironi ketika
kau membeku didalamnya, waktu berjalan
mundur dalam irama yang hanya dimengerti
seekor semut, bukan aku
sebuah halaman, sebuah pagar, tanpa
pohon jambu, tanpa serakan sandal,
dan aku yang berbagi pagi denganmu
pagi yang sama, benarkah?
siang yang sama, benarkah?
betapa 'senja yang sama' sebuah frase
kerinduan yang kuharap kau mengerti
sayangku,
menulis buatmu adalah sebuah jarak
adalah tentang sesuatu yang hilang
tentang pagi dibawah langit yang sama
dalam rentang jarak dan waktu yang hilang
p.siantar, 9 september 2010
...dan BSA pun meriuh pergi...
Martoba
Parluasan
Horas
Ah tidak bang,
Aku pulang ke rumah saja
P.siantar, 8 agustus 2010
Parluasan
Horas
Ah tidak bang,
Aku pulang ke rumah saja
P.siantar, 8 agustus 2010
terasing
kupilih jalan sunyi
jika dengan begitu kumiliki hatiku
namun, ...dimanakah engkau?
kupilih jalan sunyi
jika dalam diamku mampu kuhadapi diriku
entah kau ada atau tidak
kupilih jalan sunyi
walau sunyi membunuhku
p. siantar, 8 september 2010
jika dengan begitu kumiliki hatiku
namun, ...dimanakah engkau?
kupilih jalan sunyi
jika dalam diamku mampu kuhadapi diriku
entah kau ada atau tidak
kupilih jalan sunyi
walau sunyi membunuhku
p. siantar, 8 september 2010
Rabu, 08 September 2010
ada cerita
ada puisi kelabu
pada cerita hujan
'kulukiskan rinduku di pelangi
namun mentari tak memunculkannya'
ada puisi kelabu
di cerita awan
'kukandung setiap butir debu
amarah sinabung yang terlupa'
ketika tiada biru di langit
tak kau temukan hijau di dedaunan
bahkan tiada kilau mentari di bola mata itu
hendak kau taruh dimanakah binar senyummu?
maka ada puisi kelabu
di cerita...mu
p.siantar, 7 agustus 2010
pada cerita hujan
'kulukiskan rinduku di pelangi
namun mentari tak memunculkannya'
ada puisi kelabu
di cerita awan
'kukandung setiap butir debu
amarah sinabung yang terlupa'
ketika tiada biru di langit
tak kau temukan hijau di dedaunan
bahkan tiada kilau mentari di bola mata itu
hendak kau taruh dimanakah binar senyummu?
maka ada puisi kelabu
di cerita...mu
p.siantar, 7 agustus 2010
inang, sejenak kusinggah
mari, kuantar kau ke siantar
selagi langit menggulung layarnya
dan cerita awan menampilkan benakmu
itukah sebabnya kulihat engkau
dikumpulan awan bak biri biri
dikepak bentangan pesut terbang
juga di kumpulan belantara awan murung
yang mengusir cerita awan lucuku pergi
mari kuantar kau ke siantar
pada deru cator jaman kompeni
yang menyerukan rindumu
'eda...eda..., kau lihatkah itomu disitu?'
pematang siantar, 6 september 2010
selagi langit menggulung layarnya
dan cerita awan menampilkan benakmu
itukah sebabnya kulihat engkau
dikumpulan awan bak biri biri
dikepak bentangan pesut terbang
juga di kumpulan belantara awan murung
yang mengusir cerita awan lucuku pergi
mari kuantar kau ke siantar
pada deru cator jaman kompeni
yang menyerukan rindumu
'eda...eda..., kau lihatkah itomu disitu?'
pematang siantar, 6 september 2010
bukan kisah pengantar tidur
(...sebatang bunga bertunas, mekar, mewangi...)
aku memandangmu seakan kau bagian diriku, bahkan aku mengenalmu melebihi pengenalanku akan angin, awan dan hujan sekalipun. aku melebihi siang bagimu, karena adaku bagimu tak paruh waktu, namun kekasihku, laksana lembab memerlukan embun, hangat memerlukan mentari dan hujan memerlukan rintik, adaku perlu adamu
(...dan duri muncul di sepanjang batang, tajam, beracun...)
ah kekasihku sepertinya ternyata aku tak mengenalmu, karena lebih mudah membaca angin, kabut, dan hujan sekalipun. tak bisakah kau sebening buku yang terbuka? ucapmu tak kupahami, aku terluka ketika kau menjelma malam, bayang, dan buih yang hilang
(...maka bungapun layu, mati...)
kau hilang...
aku ...entah
karena semesta tak bisa membacaku
pati, 2 agustus 2010
aku memandangmu seakan kau bagian diriku, bahkan aku mengenalmu melebihi pengenalanku akan angin, awan dan hujan sekalipun. aku melebihi siang bagimu, karena adaku bagimu tak paruh waktu, namun kekasihku, laksana lembab memerlukan embun, hangat memerlukan mentari dan hujan memerlukan rintik, adaku perlu adamu
(...dan duri muncul di sepanjang batang, tajam, beracun...)
ah kekasihku sepertinya ternyata aku tak mengenalmu, karena lebih mudah membaca angin, kabut, dan hujan sekalipun. tak bisakah kau sebening buku yang terbuka? ucapmu tak kupahami, aku terluka ketika kau menjelma malam, bayang, dan buih yang hilang
(...maka bungapun layu, mati...)
kau hilang...
aku ...entah
karena semesta tak bisa membacaku
pati, 2 agustus 2010
luruh
Seorang lelaki tua duduk mencangkung di perahu kayunya yang kecil. Lamat lamat
terdengar suaranya lirih mengalun jauh...
"Kakek, apakah perahu kita hendak menuju rumah matahari?"
"He..he..he.., entahlah cucuku, sejujurnya, aku tidak tahu dimana rumah matahari.
Namun ya, perahu kita menuju matahari tenggelam", mata tuanya bersinar teduh
dan bangga memandang cucunya, cucu laki laki satu satunya, bocah yang tak bisa
diam, dengan segudang pertanyaan dan rasa ingin tahu sebesar gunung.
Kemudian didengarnya keluhan lirih istrinya dalam nada mesra yang begitu ia
kenal, "Ah Stranger, kau dan lautmu, kadang aku berpikir kau ini menikahi siapa,
aku atau laut itu?"
"Oh bunda, haha, jelaslah ayah menikahimu, karena bukan lautan itu yang
melahirkan aku" sahut anak perempuannya, yang seperti kata orang orang, dan
harus diakuinya, benar benar mirip dirinya, dengan ketangguhan , keras hati, dan jiwa
hangat. Dimanapun putrinya ada, sepertinya dia membawa mentari bersamanya.
Hanya satu ciri sang istri yang dimiliki putrinya, kecil mungil dan dekik di pipi kiri.
Dipandangnya wanita yang telah mencuri hati nya bertahun tahun lalu, dan telah
memberinya mentari. Sungguh tahun tahun bahagia yang mengalir bagai sungai.
Dalam benak lelaki tua itu, berlarian kelebatan kenangan hari ketika dia dan sang istri
menanam sebatang pohon jambu di depan rumah mungil mereka, kebahagiaan istrinya
ketika bunga pertama muncul bersamaan dengan berita kepastian kehamilannya,
celoteh purtri mungilnya belajar jalan disekeliling batang kokoh sang pohon, pesta
kebun pernikahan sederhana sang putri dengan meja meja perjamua bertaplak putih
di bawah keteduhan sang pohon, dan sebuah hari kelabu berangin ketika satu satu
tubuh orang yang dikasihinya itu, tubuh sang cucu, tubuh putri mentarinya, dan tubuh
sang istri yang mencuri hatinya bertahun tahun lalu, dimakamkan bersisian didekat
sang pohon.
Suara lirih pak tua makin terdengar sayup sayup sejalan dengan hanyutnya perahu
kayu kecil itu menjauhi tepi, menuju matahari tenggelam. Ditangan pak tua,
tergenggam sepucuk daun jambu menguning yang telah diajaknya bercakap cakap
sebagai cucu, putri dan istrinya.
Daun jambu terakhir yang luruh sesaat sebelum pohon itu mati terserang hama,
kamarin.
pati, 1 september 2010
terdengar suaranya lirih mengalun jauh...
"Kakek, apakah perahu kita hendak menuju rumah matahari?"
"He..he..he.., entahlah cucuku, sejujurnya, aku tidak tahu dimana rumah matahari.
Namun ya, perahu kita menuju matahari tenggelam", mata tuanya bersinar teduh
dan bangga memandang cucunya, cucu laki laki satu satunya, bocah yang tak bisa
diam, dengan segudang pertanyaan dan rasa ingin tahu sebesar gunung.
Kemudian didengarnya keluhan lirih istrinya dalam nada mesra yang begitu ia
kenal, "Ah Stranger, kau dan lautmu, kadang aku berpikir kau ini menikahi siapa,
aku atau laut itu?"
"Oh bunda, haha, jelaslah ayah menikahimu, karena bukan lautan itu yang
melahirkan aku" sahut anak perempuannya, yang seperti kata orang orang, dan
harus diakuinya, benar benar mirip dirinya, dengan ketangguhan , keras hati, dan jiwa
hangat. Dimanapun putrinya ada, sepertinya dia membawa mentari bersamanya.
Hanya satu ciri sang istri yang dimiliki putrinya, kecil mungil dan dekik di pipi kiri.
Dipandangnya wanita yang telah mencuri hati nya bertahun tahun lalu, dan telah
memberinya mentari. Sungguh tahun tahun bahagia yang mengalir bagai sungai.
Dalam benak lelaki tua itu, berlarian kelebatan kenangan hari ketika dia dan sang istri
menanam sebatang pohon jambu di depan rumah mungil mereka, kebahagiaan istrinya
ketika bunga pertama muncul bersamaan dengan berita kepastian kehamilannya,
celoteh purtri mungilnya belajar jalan disekeliling batang kokoh sang pohon, pesta
kebun pernikahan sederhana sang putri dengan meja meja perjamua bertaplak putih
di bawah keteduhan sang pohon, dan sebuah hari kelabu berangin ketika satu satu
tubuh orang yang dikasihinya itu, tubuh sang cucu, tubuh putri mentarinya, dan tubuh
sang istri yang mencuri hatinya bertahun tahun lalu, dimakamkan bersisian didekat
sang pohon.
Suara lirih pak tua makin terdengar sayup sayup sejalan dengan hanyutnya perahu
kayu kecil itu menjauhi tepi, menuju matahari tenggelam. Ditangan pak tua,
tergenggam sepucuk daun jambu menguning yang telah diajaknya bercakap cakap
sebagai cucu, putri dan istrinya.
Daun jambu terakhir yang luruh sesaat sebelum pohon itu mati terserang hama,
kamarin.
pati, 1 september 2010
bahasa diam
terkadang diam menyerupa rahim
melahirkan anak anak pemikiran
kadang seperti asap, kadang kaca bening
kadang puisi pelangi, kadang puisi hitam
lalu bathin, ah, telah kau terakah neracamu?
ketika bayang bayang menyerupa pencuri
mengendap endap menyelinap
hati yang tiba tiba berjendela
maka diam berwujud doa
bagai oasis bagi musafir
pati, 31 agustus 2010
melahirkan anak anak pemikiran
kadang seperti asap, kadang kaca bening
kadang puisi pelangi, kadang puisi hitam
lalu bathin, ah, telah kau terakah neracamu?
ketika bayang bayang menyerupa pencuri
mengendap endap menyelinap
hati yang tiba tiba berjendela
maka diam berwujud doa
bagai oasis bagi musafir
pati, 31 agustus 2010
serupa puisi angin
kujelmakan hatiku serupa akar, hingga ketika
mereka berbicara kemungkinan, hanya satu yang
kutahu, tumbuh semakin menghujam hatimu
kujelmakan rinduku serupa puisi yang
kusajikan pada piring piring angin
yang melaju ke arahmu o sinabung
sinabung o sinabung
kuharap redalah amarahmu
pati, 30 agustus 2010
mereka berbicara kemungkinan, hanya satu yang
kutahu, tumbuh semakin menghujam hatimu
kujelmakan rinduku serupa puisi yang
kusajikan pada piring piring angin
yang melaju ke arahmu o sinabung
sinabung o sinabung
kuharap redalah amarahmu
pati, 30 agustus 2010
benalu
kusentuh janggutku, tetap kelimis seperti kemarin
duh tentu saja bukankah aku perempuan?
jadi mengapa juga nuraniku gelisah pada katakata
yang senantiasa saja merangkak
padahal bayi belum juga waktunya disapih
tetapi mungkin inilah waktunya mencari inang
untuk mulai mengajarinya berbicara selagi berlari
adakah ia tumbuh di tunas pohonmu
di bintil akarmu
di kambium batang keringmu?
masih saja tak tumbuh janggut di daguku
dan masih saja aku bingung
melihat pohon benakku inang bagi banyak benalu
pati, 26 agustus 2010
duh tentu saja bukankah aku perempuan?
jadi mengapa juga nuraniku gelisah pada katakata
yang senantiasa saja merangkak
padahal bayi belum juga waktunya disapih
tetapi mungkin inilah waktunya mencari inang
untuk mulai mengajarinya berbicara selagi berlari
adakah ia tumbuh di tunas pohonmu
di bintil akarmu
di kambium batang keringmu?
masih saja tak tumbuh janggut di daguku
dan masih saja aku bingung
melihat pohon benakku inang bagi banyak benalu
pati, 26 agustus 2010
monolog
kepada pagi aku purapura cengeng
merajuk menahannya pergi terhisap siang
dan aku menantangnya bertukar peran
:aku jadi pagi dan pagi jadi aku
lalu kami bertukar kitab percakapan
yang dirancang bukan untuk diucapkan
ketika pagi mulai robek
kuputuskan aku menjadi aku saja
dan mengekormu kemanapun kau pergi
kali ini aku sungguhsungguh merajuk
mengetahui betapa tipisnya siang tersisa
aku merajakan hakku memonopoli waktu
yang setiap detik selalu kurindu sedemikian
aku menyukai percakapan kita
tak perlu dihapal
tak perlu rancangan
tak perlu persiapan
tak berbeban
pati, 25 agustus 2010
merajuk menahannya pergi terhisap siang
dan aku menantangnya bertukar peran
:aku jadi pagi dan pagi jadi aku
lalu kami bertukar kitab percakapan
yang dirancang bukan untuk diucapkan
ketika pagi mulai robek
kuputuskan aku menjadi aku saja
dan mengekormu kemanapun kau pergi
kali ini aku sungguhsungguh merajuk
mengetahui betapa tipisnya siang tersisa
aku merajakan hakku memonopoli waktu
yang setiap detik selalu kurindu sedemikian
aku menyukai percakapan kita
tak perlu dihapal
tak perlu rancangan
tak perlu persiapan
tak berbeban
pati, 25 agustus 2010
/6/
aku terpaku pada layar monitor kosong
entah bagaimana katakataku tibatiba mempunyai sayap
ia terbang hilang dalam kabut
tertelan waktu yang menamakan dirinya sepi
dan aku menyesal tak bisa menggambarnya padamu
apa layar monitor kosong bisa?
pati, 24 agustus 2010
entah bagaimana katakataku tibatiba mempunyai sayap
ia terbang hilang dalam kabut
tertelan waktu yang menamakan dirinya sepi
dan aku menyesal tak bisa menggambarnya padamu
apa layar monitor kosong bisa?
pati, 24 agustus 2010
pameo
dengan giat disapunya rontokan bunga mangga
'ah Tuhan, terima kasih gerimisnya
lunas terbayar rontokan bunga bunga
jadi tak usahlah anak anak sakit bulan ini'
karena konon entah bagaimana
nenek menyematkan sakit pada bunga mangga
samar samar didengarnya kidung kodok dalam parit
dia tepekur, entah doa siapa yang telah didengar Tuhan :
tiba tiba hujan turun deras
merontokkan seluruh mangga ke parit
tertempel kodok kodok
mengapung terseret derasnya arus
pati, 23 agustus 2010
'ah Tuhan, terima kasih gerimisnya
lunas terbayar rontokan bunga bunga
jadi tak usahlah anak anak sakit bulan ini'
karena konon entah bagaimana
nenek menyematkan sakit pada bunga mangga
samar samar didengarnya kidung kodok dalam parit
dia tepekur, entah doa siapa yang telah didengar Tuhan :
tiba tiba hujan turun deras
merontokkan seluruh mangga ke parit
tertempel kodok kodok
mengapung terseret derasnya arus
pati, 23 agustus 2010
/5/
kapalmu, kapalku, bersandar pada dermaga masingmasing.
layarlayarnya terobek, berjuang mencari nakhoda
'perjalanan telah mahal, belajarlah pada asap dan api
yang setia mengucapkan tanda di langit'
dua dermaga, dua duka. aku di pematang garam,
kau menabur garam pada danaumu.
dan aku masih saja tercenung,
bagaimana rindu mengenal asap dan api?
pati, 23 agustus 2010
layarlayarnya terobek, berjuang mencari nakhoda
'perjalanan telah mahal, belajarlah pada asap dan api
yang setia mengucapkan tanda di langit'
dua dermaga, dua duka. aku di pematang garam,
kau menabur garam pada danaumu.
dan aku masih saja tercenung,
bagaimana rindu mengenal asap dan api?
pati, 23 agustus 2010
kepada paitua ~3~
kubayangkan betapa kita akan bergantian
menggambari selembar kertas kosong
dengan wajahwajah hati, jejakjejak kaki,
dan pundipundi percakapan
yang isinya kita kumpulkan dari hari yang lewat
lalu pada ujungujung kertas yang mengikal
kita hiasi dengan roman muka kita
sebuah senyum yang bisa kita artikan apa saja
pati, 23 agustus 2010
menggambari selembar kertas kosong
dengan wajahwajah hati, jejakjejak kaki,
dan pundipundi percakapan
yang isinya kita kumpulkan dari hari yang lewat
lalu pada ujungujung kertas yang mengikal
kita hiasi dengan roman muka kita
sebuah senyum yang bisa kita artikan apa saja
pati, 23 agustus 2010
kepada paitua ~2~
dan kartu pos ini bergambar kosong
taukah kau paitua,
ada yang bingung membacanya
ada yang terpingkal
ada yang mengartikan dengan khusuk
padahal kita cuma tak berbincang
dengan pesan : hati kita tetap putih
pati, 22 agustus 2010
taukah kau paitua,
ada yang bingung membacanya
ada yang terpingkal
ada yang mengartikan dengan khusuk
padahal kita cuma tak berbincang
dengan pesan : hati kita tetap putih
pati, 22 agustus 2010
kepada paitua ~1~
,,paitua...
jadi inilah kita
dua titik yang tergambar di peta
diantara lambang laut, gunung, daratan
tapi kupikir rentang kita hanyalah
selembar kertas kosong
puisi setengah jadi
sebuah kartu pos berlanskap hatiku
pati, 22 agustus 2010
jadi inilah kita
dua titik yang tergambar di peta
diantara lambang laut, gunung, daratan
tapi kupikir rentang kita hanyalah
selembar kertas kosong
puisi setengah jadi
sebuah kartu pos berlanskap hatiku
pati, 22 agustus 2010
/4/
ketika kau pergi
menuju terbenamnya matahari
kugambar dalam lukisan benakku
beribu puncak, berlaksa batas cakrawala
hingga kau lihat
didalamku matahari juga terbenam
pati, 20 agustus 2010
menuju terbenamnya matahari
kugambar dalam lukisan benakku
beribu puncak, berlaksa batas cakrawala
hingga kau lihat
didalamku matahari juga terbenam
pati, 20 agustus 2010
/3/
dan seperti yang sudahsudah kita memperbincangkan puisi
puisipuisi yang tak habishabis berbicara tentang kita
'puisi terakhir yang dia kirim menusukku' katamu
hmmm, aku hanya menggangguk
membayangkan bangkai puisi yang ditinggalkan begitu saja
tertikam komen paling kejam dan paling puisi
pati, 20 agustus 2010
puisipuisi yang tak habishabis berbicara tentang kita
'puisi terakhir yang dia kirim menusukku' katamu
hmmm, aku hanya menggangguk
membayangkan bangkai puisi yang ditinggalkan begitu saja
tertikam komen paling kejam dan paling puisi
pati, 20 agustus 2010
/2/
ketika pagi datang tanpa malumalu
kusambut ia dalam damai
'silakan masuk,
kemana saja kau kemarin?
bisakah kau antar aku
menjemput malam saudara jauhmu
dengan demikian
kau bisa bertandang kembali lebih cepat'
pati, 21 agustus 2010
kusambut ia dalam damai
'silakan masuk,
kemana saja kau kemarin?
bisakah kau antar aku
menjemput malam saudara jauhmu
dengan demikian
kau bisa bertandang kembali lebih cepat'
pati, 21 agustus 2010
/1/
andai aku bisa berkata
'aku pergi untuk kembali'
tapi kau dan aku tau
aku bukan ombak
hanya kunangkunang semusim
hinggap di kotamu
pati, 20 agustus 2010
'aku pergi untuk kembali'
tapi kau dan aku tau
aku bukan ombak
hanya kunangkunang semusim
hinggap di kotamu
pati, 20 agustus 2010
no katalognya sudah kau simpan?
pedih sungguh,
cerita yang kau sampirkan di kupingku
tetapi aku harus menaruhnya
karena hendak kusampirkan kacamata
dikupingku sebelum ia lelah
tak usah khawatir
ceritamu kutaruh di hatiku serupa rakrak
hanya...
tolong jangan hilang katalognya
pati, 20 agustus 2010
cerita yang kau sampirkan di kupingku
tetapi aku harus menaruhnya
karena hendak kusampirkan kacamata
dikupingku sebelum ia lelah
tak usah khawatir
ceritamu kutaruh di hatiku serupa rakrak
hanya...
tolong jangan hilang katalognya
pati, 20 agustus 2010
Jumat, 20 Agustus 2010
sketsa kota pada hari yang kesekian
tibatiba saja hatiku bagai labu
menggembung antara penuh dan kosong
diamdiam berubah menjadi celengan
kalut memunguti jejakjejak tercecer
hari ke berapakah ini
sepertinya perjalanan belumlah jauh
lemak gandul masih menempel diujung lidah
dan aku masih mengamati duriduri bandeng yang hilang
dan detik jam selalu harus kita dekap
agar pohon jambu tertera di dalamnya
pagar biru
barisan pohon kapuk
ayunan bunga tebu
bahkan terik yang sigap menyambutku
dan padamu,...
senja di padang garam
kusemai benih hati labuku
pati, 20 agustus 2010
menggembung antara penuh dan kosong
diamdiam berubah menjadi celengan
kalut memunguti jejakjejak tercecer
hari ke berapakah ini
sepertinya perjalanan belumlah jauh
lemak gandul masih menempel diujung lidah
dan aku masih mengamati duriduri bandeng yang hilang
dan detik jam selalu harus kita dekap
agar pohon jambu tertera di dalamnya
pagar biru
barisan pohon kapuk
ayunan bunga tebu
bahkan terik yang sigap menyambutku
dan padamu,...
senja di padang garam
kusemai benih hati labuku
pati, 20 agustus 2010
di cerita hujan kemarin
hujan baru saja reda
tanah becek masih menyimpan cerita
laronlaron yang tak pernah belajar
sibuk mencium bara lampu
satusatu sayap robek
satusatu jatuh mati
tiada keharusan kau menaruh haru
semua kembali ke aawal
hujan
tanah becek
laronlaron
lampulampu
mati
pati, 20 agustus 2010
tanah becek masih menyimpan cerita
laronlaron yang tak pernah belajar
sibuk mencium bara lampu
satusatu sayap robek
satusatu jatuh mati
tiada keharusan kau menaruh haru
semua kembali ke aawal
hujan
tanah becek
laronlaron
lampulampu
mati
pati, 20 agustus 2010
ketika kau berdiri di situ
aku membangun belantara dalam benakku
dengan demikian kau peduli
bukankah dibutuhkan waktu lebih lama, buatmu
mengeja aku
aku membangun kanalkanal dalam hatiku
kubuat gerbang indah jalan masukmu
dengan demikian kau pahami
tak ada jalan keluar, buatmu
menihilkan aku
maka hatimu akan menjadi mahkamah
yang menimbang langkahlangkah
mengurai labirinlabirin, buatmu
menemukan aku
pati, 19 agustus 2010
dengan demikian kau peduli
bukankah dibutuhkan waktu lebih lama, buatmu
mengeja aku
aku membangun kanalkanal dalam hatiku
kubuat gerbang indah jalan masukmu
dengan demikian kau pahami
tak ada jalan keluar, buatmu
menihilkan aku
maka hatimu akan menjadi mahkamah
yang menimbang langkahlangkah
mengurai labirinlabirin, buatmu
menemukan aku
pati, 19 agustus 2010
pati
maaf, aku harus pulang
memang bukan menujumu
di nadimu aku tersesat
namun pulang pada dekapan
yang mengaliri rongga dan nadiku
serupa senja menuju pelukan malam
pati, 19 agustus 2010
memang bukan menujumu
di nadimu aku tersesat
namun pulang pada dekapan
yang mengaliri rongga dan nadiku
serupa senja menuju pelukan malam
pati, 19 agustus 2010
yang melesat melebihi langkah
ada jarak yang kau tempuh
harapmu bahkan celahpun tak ada
lalu ketika kau berdiri di ambangnya
hendak apakah?
tergesa menyusuri jalan
harapmu hingga di titik penghujung
lalu ketika akhirnya sebuah persimpangan
hendak kemanakah?
mengapa hasrat bersayap elang
selalu membenturkan dirinya pada busur
berlari melesat di jalur bebas hambatan
selalu selaksa depa di muka langkah?
sepertinya...
karena pada bintang hasrat mematahari
pada bumi langkah ini terbenam surut
pati, 19 agustus 2010
harapmu bahkan celahpun tak ada
lalu ketika kau berdiri di ambangnya
hendak apakah?
tergesa menyusuri jalan
harapmu hingga di titik penghujung
lalu ketika akhirnya sebuah persimpangan
hendak kemanakah?
mengapa hasrat bersayap elang
selalu membenturkan dirinya pada busur
berlari melesat di jalur bebas hambatan
selalu selaksa depa di muka langkah?
sepertinya...
karena pada bintang hasrat mematahari
pada bumi langkah ini terbenam surut
pati, 19 agustus 2010
salah jalan
adakah taburan debu kata hinggap di terasmu?
maaf, biarkan saja di tempatnya
sesore nanti akan kukumpulkan kembali
atau bisakah kau tunjukkan saja arahnya
dia mampu mencari arah pulang
pati, 18 agustus 2010
maaf, biarkan saja di tempatnya
sesore nanti akan kukumpulkan kembali
atau bisakah kau tunjukkan saja arahnya
dia mampu mencari arah pulang
pati, 18 agustus 2010
lukisan
mencoba meraup bayang rupa garam
ketika hari mulai terasa hambar
harapan serupa merpati membumbung jatuh karam
ketakadilan dipertontonkan serupa gambar
arsirannya kurang menutup borok
warnanya kurang cerah untuk luka
beri bayangan pekat pada duka
tak bisakah kau pilih gradasi pada kecuranganmu?
ah, ternyata kanvas ini kurang lebar untuk melukiskan kepahitan
pati, 18 agustus 2010
ketika hari mulai terasa hambar
harapan serupa merpati membumbung jatuh karam
ketakadilan dipertontonkan serupa gambar
arsirannya kurang menutup borok
warnanya kurang cerah untuk luka
beri bayangan pekat pada duka
tak bisakah kau pilih gradasi pada kecuranganmu?
ah, ternyata kanvas ini kurang lebar untuk melukiskan kepahitan
pati, 18 agustus 2010
mimpi bebek
Edit
mimpi bebek
by Yuliani Kumudaswari on Wednesday, August 18, 2010 at 8:13am
puisiku kemarin lahir menjelma anak bebek,
yang terus tumbuh terseret waktu, dan mimpi
kadang kejam tak pandang bulu, tak pandang muka
puisiku belajar terbang, lupa tak punya sayap,
belajar berjalan anggun bak angsa, lupa betapa gempalnya
ia oleh katakata tambun, belajar bersenandung bak murai,
lupa betapa sembernya ia ketika meleter, seringkali ia
mematut diri di depan cermin, bermimpi menjadi itik,
namun tak pernah menemukan jalan untuk memutihkan bulunya,
ah...mimpi memang tak tau diri, hari ini sang mimpi menunggangi
punggung puisiku hingga ia mulai belajar menyusun syair syair
tentang cinta, tentang rindu, tentang sunyi, tentang mimpi
sungguh kasihan puisi bebekku, terhisap masuk kolam mimpi
dan mulai berangan menjadi seekor ikan selagi ia tenggelam...
pati, 18 agustus 2010
mimpi bebek
by Yuliani Kumudaswari on Wednesday, August 18, 2010 at 8:13am
puisiku kemarin lahir menjelma anak bebek,
yang terus tumbuh terseret waktu, dan mimpi
kadang kejam tak pandang bulu, tak pandang muka
puisiku belajar terbang, lupa tak punya sayap,
belajar berjalan anggun bak angsa, lupa betapa gempalnya
ia oleh katakata tambun, belajar bersenandung bak murai,
lupa betapa sembernya ia ketika meleter, seringkali ia
mematut diri di depan cermin, bermimpi menjadi itik,
namun tak pernah menemukan jalan untuk memutihkan bulunya,
ah...mimpi memang tak tau diri, hari ini sang mimpi menunggangi
punggung puisiku hingga ia mulai belajar menyusun syair syair
tentang cinta, tentang rindu, tentang sunyi, tentang mimpi
sungguh kasihan puisi bebekku, terhisap masuk kolam mimpi
dan mulai berangan menjadi seekor ikan selagi ia tenggelam...
pati, 18 agustus 2010
limbo
ada sebuah kisah tentang sebuah negeri, yang namanya
disebut dari buyut hingga cicitnya, dalam cerita yang
sama dari jaman ke jaman, tentang pohon yang tumbuh
di jantungnya, berdahan lengan tungkai kokoh, berdaun
kehendak yang luruh silih berganti namun sayang berbuah
mimpi yang asam, kadang getir tak matang, bahkan bergetah
empedu yang pekat, sementara buah nan ranum hilang
tertiup angin yang membawanya ke antah berantah,
cerita tentang sungai yang mengalir dari hulu ke hilir ,
menguap di tengah atau menampung terlalu banyak
keluh derita, menenggelamkan muaranya,
cerita tentang burung unggas yang mematuk tunas
tunas yang baru tumbuh, memuntahkannya di daratan
limbo nan luas, tak bermata angin,
cerita tentang gunung yang menjulang di bawah
permukaan, menyimpan lahar kepahitan yang siap
dilontarkan setinggi pekik camar, yang menggemakan
nya pada lembahlembah berlorong gelap
dalam benakku aku merapal doa yang tergagap
gagap ku tujukkan pada langit : itu bukan negriku,
langit itu diam
pati, 17 agustus 2010
disebut dari buyut hingga cicitnya, dalam cerita yang
sama dari jaman ke jaman, tentang pohon yang tumbuh
di jantungnya, berdahan lengan tungkai kokoh, berdaun
kehendak yang luruh silih berganti namun sayang berbuah
mimpi yang asam, kadang getir tak matang, bahkan bergetah
empedu yang pekat, sementara buah nan ranum hilang
tertiup angin yang membawanya ke antah berantah,
cerita tentang sungai yang mengalir dari hulu ke hilir ,
menguap di tengah atau menampung terlalu banyak
keluh derita, menenggelamkan muaranya,
cerita tentang burung unggas yang mematuk tunas
tunas yang baru tumbuh, memuntahkannya di daratan
limbo nan luas, tak bermata angin,
cerita tentang gunung yang menjulang di bawah
permukaan, menyimpan lahar kepahitan yang siap
dilontarkan setinggi pekik camar, yang menggemakan
nya pada lembahlembah berlorong gelap
dalam benakku aku merapal doa yang tergagap
gagap ku tujukkan pada langit : itu bukan negriku,
langit itu diam
pati, 17 agustus 2010
Selasa, 17 Agustus 2010
selamat merdeka!!
betapa mudahnya mengartikan kata 'merdeka' jaman revolusi
dulu, ketika setiap orang berdiri di bawah satu tujuan, satu bendera
merdeka dari penjajahan.
sekarang? begitu bnyak konsep merdeka, begitu individualistis,
begitu gender, begitu terkotak kotak, begitu bias dan biasa
ya, karena untuk hal hal paling hakiki pun, untuk hal hal paling
biasapun, kemedekaan itu harus susah payah ditegakkan
mari duduk sejenak dan kita berbincang secara imajiner :'apa arti merdeka bagimu?" :
nenek tua di persimpangan : merdeka adalah menutup mataku ketika Dia
memanggilku tanpa resah memikirkan makan anak cucuku
pak rusmin mang becak langganan : merdeka adalah mampu memenuhi
kebutuhan anak istri dengan hasil menarik becak seharian yang hanya
sekitar 30.000 rupiah saja
waria di salon depan : merdeka adalah ketika orangorang memaklumi
keberadaan kaumku dan melihat kami sebagai manusia
andi teman bermain si sulung : masuk sekolah lanjutan tanpa perlu pusing
uang pendaftaran, uang seragam an ongkos seharihari
anakku yang bungsu : merdeka adalah...horeeeee hari ini tak ada PR,
tak ada les, boleh main kembang api di lapangan mah?
anakku yang sulung : merdeka adalaj hak segala bangsa,..blablabla,..
(wow dia dibilang dukun IPS, karena nilai hapalan IPS nya selalu tinggi,
ah anakku sayang )
luni gadis berambut merah depan tumah : merdeka? hehe itu nama cafe
karaoke tempatku kerja, mbak (glek!!)
aku :...entahlah, sepertinya kebebasan untuk memperoleh hal
hal paling hakiki dalam hidupku, kebebasan menjalankan hidupku
suamiku : ssstt, itu rahasia, nanti malam kubisikkan di telingamu ^^
kau..: apa arti merdeka buatmu?
dan aku belum bertanya pada mbak jem tukang sayurku, pak rus
satpam kompleks, lik paijo tukang telur goreng langganan anakku,
mbak mun perancang baju dengan harga damai (25.000 rupiah saja per
baju), mpok mini tukang kerupuk keliling, nina anak tetangga yang
lahir dari keluarga berantakan, si jono yang berumur 8 tahun yang
tiap pagi, siang sore, menyapa di perempatan meminta sedekah, ugh
dan beriburibu orang di sana di luar rumah kita.
jadi apa arti merdeka ?
pati, 16 agustus 2010
dulu, ketika setiap orang berdiri di bawah satu tujuan, satu bendera
merdeka dari penjajahan.
sekarang? begitu bnyak konsep merdeka, begitu individualistis,
begitu gender, begitu terkotak kotak, begitu bias dan biasa
ya, karena untuk hal hal paling hakiki pun, untuk hal hal paling
biasapun, kemedekaan itu harus susah payah ditegakkan
mari duduk sejenak dan kita berbincang secara imajiner :'apa arti merdeka bagimu?" :
nenek tua di persimpangan : merdeka adalah menutup mataku ketika Dia
memanggilku tanpa resah memikirkan makan anak cucuku
pak rusmin mang becak langganan : merdeka adalah mampu memenuhi
kebutuhan anak istri dengan hasil menarik becak seharian yang hanya
sekitar 30.000 rupiah saja
waria di salon depan : merdeka adalah ketika orangorang memaklumi
keberadaan kaumku dan melihat kami sebagai manusia
andi teman bermain si sulung : masuk sekolah lanjutan tanpa perlu pusing
uang pendaftaran, uang seragam an ongkos seharihari
anakku yang bungsu : merdeka adalah...horeeeee hari ini tak ada PR,
tak ada les, boleh main kembang api di lapangan mah?
anakku yang sulung : merdeka adalaj hak segala bangsa,..blablabla,..
(wow dia dibilang dukun IPS, karena nilai hapalan IPS nya selalu tinggi,
ah anakku sayang )
luni gadis berambut merah depan tumah : merdeka? hehe itu nama cafe
karaoke tempatku kerja, mbak (glek!!)
aku :...entahlah, sepertinya kebebasan untuk memperoleh hal
hal paling hakiki dalam hidupku, kebebasan menjalankan hidupku
suamiku : ssstt, itu rahasia, nanti malam kubisikkan di telingamu ^^
kau..: apa arti merdeka buatmu?
dan aku belum bertanya pada mbak jem tukang sayurku, pak rus
satpam kompleks, lik paijo tukang telur goreng langganan anakku,
mbak mun perancang baju dengan harga damai (25.000 rupiah saja per
baju), mpok mini tukang kerupuk keliling, nina anak tetangga yang
lahir dari keluarga berantakan, si jono yang berumur 8 tahun yang
tiap pagi, siang sore, menyapa di perempatan meminta sedekah, ugh
dan beriburibu orang di sana di luar rumah kita.
jadi apa arti merdeka ?
pati, 16 agustus 2010
yang tak pernah usai
/1/
lagilagi rancangan baju anak yang salah
sepasang baju monyet yang sedang naik daun
anakanak itu dipersulit wc umum
ketika dengan anggun hendak buang air kecil
mereka menatapku kini dengan wajah terkhianati
berdiri dengan ujung baju basah entah terkena kencing siapa
/2/
di lipatan surat kabar itu puisimu berserak
kubaca lambatlambat bait demi bait
hurufhurufnya berjatuhan ke pangkuanku
perasaanku sama seperti sore itu
ketika helaihelai bunga jambu memenuhi kepala dan gaunku
'apakah tanah yang memanggilmu luruh
ataukah hujan yang mengajarimu jatuh?'
/3/
maaf, belum kubaca emailmu
aku hanya lelah bertemu wajahwajah maya
dengan pesona perasaan yang terlihat nyata
katakata mulai bertumpang tindih
sebagian nyata sebagian maya
sebagian maya sebagian nyata
entah mana bertumpang mana
lalu peran malaikat dan beelzebub
mulai bersatir dalam tayangan berulang
/4/
matahari bergeser diamdiam tapi kabut tak juga pergi
di deretan bangkubangku kayu panjang itu
firman dan khalam tercurah meruah
menempel di kelepak jas, di keliman rok
di saku kemeja, di hak sepatu, di rumitnya jalinan sanggul
layaknya filmfil tua dalam gerak lambat
bajubaju itu dikibaskan dan digantung di balik pintu
hari berlanjut dalam setelan seharihari
bebas firman yang menempel
(pati, 16082010)
lagilagi rancangan baju anak yang salah
sepasang baju monyet yang sedang naik daun
anakanak itu dipersulit wc umum
ketika dengan anggun hendak buang air kecil
mereka menatapku kini dengan wajah terkhianati
berdiri dengan ujung baju basah entah terkena kencing siapa
/2/
di lipatan surat kabar itu puisimu berserak
kubaca lambatlambat bait demi bait
hurufhurufnya berjatuhan ke pangkuanku
perasaanku sama seperti sore itu
ketika helaihelai bunga jambu memenuhi kepala dan gaunku
'apakah tanah yang memanggilmu luruh
ataukah hujan yang mengajarimu jatuh?'
/3/
maaf, belum kubaca emailmu
aku hanya lelah bertemu wajahwajah maya
dengan pesona perasaan yang terlihat nyata
katakata mulai bertumpang tindih
sebagian nyata sebagian maya
sebagian maya sebagian nyata
entah mana bertumpang mana
lalu peran malaikat dan beelzebub
mulai bersatir dalam tayangan berulang
/4/
matahari bergeser diamdiam tapi kabut tak juga pergi
di deretan bangkubangku kayu panjang itu
firman dan khalam tercurah meruah
menempel di kelepak jas, di keliman rok
di saku kemeja, di hak sepatu, di rumitnya jalinan sanggul
layaknya filmfil tua dalam gerak lambat
bajubaju itu dikibaskan dan digantung di balik pintu
hari berlanjut dalam setelan seharihari
bebas firman yang menempel
(pati, 16082010)
lelaki dan senja
seorang lelaki bersekutu dengan senja, entah apa
yang mereka perbincangkan, mereka serupa
kawan lama yang baru berjumpa, sepertinya
mereka sedang merancang strategi untuk
melipat malam hingga dapat bersua dan
bercengkarama dengan pagi nan cantik lebih
cepat, atau barangkali mereka justru sedang
meramu malam hingga dapat berjaga dan
bertahan lebih lama dan tak terusir pagi,
entahlah mana yang benar, namun lelaki itu
serupa kekasih yang mendekap senja bagai
belahan jiwanya, dan betapa wajah senja
luruh pada wajahnya dalam guratan guratan
yang dalam
pati, 14 agustus 2010
yang mereka perbincangkan, mereka serupa
kawan lama yang baru berjumpa, sepertinya
mereka sedang merancang strategi untuk
melipat malam hingga dapat bersua dan
bercengkarama dengan pagi nan cantik lebih
cepat, atau barangkali mereka justru sedang
meramu malam hingga dapat berjaga dan
bertahan lebih lama dan tak terusir pagi,
entahlah mana yang benar, namun lelaki itu
serupa kekasih yang mendekap senja bagai
belahan jiwanya, dan betapa wajah senja
luruh pada wajahnya dalam guratan guratan
yang dalam
pati, 14 agustus 2010
stasiun
aku bertemu denganmu di suatu perhentian kereta
lewat sebuah jendela buram tak bertirai
kucari kau ketika waktu semakin tua
namun bahkan bayangmu pun tak kutemui
rupanya
kau sebuah wajah di balik jendela
pada sebuah kota yang tak lagi tersinggahi
kereta ini melaju satu arah
pati, 14 agustus 2010
lewat sebuah jendela buram tak bertirai
kucari kau ketika waktu semakin tua
namun bahkan bayangmu pun tak kutemui
rupanya
kau sebuah wajah di balik jendela
pada sebuah kota yang tak lagi tersinggahi
kereta ini melaju satu arah
pati, 14 agustus 2010
Jumat, 13 Agustus 2010
hari yang sederhana
kau bisa memilih menjadi ranting, menjadi daun,
menjadi bintang, menjadi batu, menjadi angin
atau apapun itu
namun berhentilah menjadi bayang
yang menghantui jalanku
kau bisa memilih berkata kata, dalam bahasa
yang kumengerti ataupun tidak, atau berteriak,
atau memaki, atau menjerit
atau apapun itu
namun berhentilah memamah sunyi
yang riuh di benakku
dan syair ini mulai menjadi candu
berkatakata pada bayangmu
bersajaksajak pada sunyimu
dan aku lelah
bisakah kau kembalikan hari sederhana
pada secangkir kopi dan selembar sore?
pati, 13 agustus 2010
menjadi bintang, menjadi batu, menjadi angin
atau apapun itu
namun berhentilah menjadi bayang
yang menghantui jalanku
kau bisa memilih berkata kata, dalam bahasa
yang kumengerti ataupun tidak, atau berteriak,
atau memaki, atau menjerit
atau apapun itu
namun berhentilah memamah sunyi
yang riuh di benakku
dan syair ini mulai menjadi candu
berkatakata pada bayangmu
bersajaksajak pada sunyimu
dan aku lelah
bisakah kau kembalikan hari sederhana
pada secangkir kopi dan selembar sore?
pati, 13 agustus 2010
jalan tak bernama
aku kagum melihatmu
gerbong tua yang terus melaju
tanpa masinis tanpa rel tanpa rambu
di atas jalan tak bernama
ah, mungkin bernama
hanya saja terlalu rancu di lidah
aku tak punya belati, kau tau
sama seperti seseorang bertanda di jidat itu
'wanitaku' itukah sebutannya?
kami hanya punya pisau kecil
mengiris seledri memotong bawang
lalu bertebaran di atas supmu
dan hari ini kami sepakat memakainya
mengiris kata demi kata
dan menaburnya di pusara rindu
ah cinta, ramuan gaib yang hadir seperti biasa
di taman, di langit, di jalan, di telepon
sesore kemarin dia ada di sakuku
terlipat seiring hari yang semakin tua
dan entah bagaimana hilang menguap
hari ini ketika melihatmu melaju
di atas jalan tak bernama
aku bertanyatanya
di persimpangan manakah kiranya
kau berhenti lalu memunguti
ramburambu yang kau cecerkan
barangkali akan kau temukan taburan
katakata yang telah kami iris setajam luka
pati, 13 agustus 2010
gerbong tua yang terus melaju
tanpa masinis tanpa rel tanpa rambu
di atas jalan tak bernama
ah, mungkin bernama
hanya saja terlalu rancu di lidah
aku tak punya belati, kau tau
sama seperti seseorang bertanda di jidat itu
'wanitaku' itukah sebutannya?
kami hanya punya pisau kecil
mengiris seledri memotong bawang
lalu bertebaran di atas supmu
dan hari ini kami sepakat memakainya
mengiris kata demi kata
dan menaburnya di pusara rindu
ah cinta, ramuan gaib yang hadir seperti biasa
di taman, di langit, di jalan, di telepon
sesore kemarin dia ada di sakuku
terlipat seiring hari yang semakin tua
dan entah bagaimana hilang menguap
hari ini ketika melihatmu melaju
di atas jalan tak bernama
aku bertanyatanya
di persimpangan manakah kiranya
kau berhenti lalu memunguti
ramburambu yang kau cecerkan
barangkali akan kau temukan taburan
katakata yang telah kami iris setajam luka
pati, 13 agustus 2010
ungu
ungu
tak bisa kau pisahkan biru merah yang membentuk
kesejatian sebagaimana adanya ia
seperti tak bisa kau pisahkan
duka yang membebat erat jandajanda
atau keagungan sinar takhta sang raja
ungu
ada dalam lengkung akhir pelangi
bersatu dalam lebam lingkar matamu
membaur dalam misteri langit penghujung senja
dicinta dan dibenci
ungu
jika itu aku,
di ujung mana kau simpan?
pati, 13 agustus 2010
tak bisa kau pisahkan biru merah yang membentuk
kesejatian sebagaimana adanya ia
seperti tak bisa kau pisahkan
duka yang membebat erat jandajanda
atau keagungan sinar takhta sang raja
ungu
ada dalam lengkung akhir pelangi
bersatu dalam lebam lingkar matamu
membaur dalam misteri langit penghujung senja
dicinta dan dibenci
ungu
jika itu aku,
di ujung mana kau simpan?
pati, 13 agustus 2010
kupu kupu
sebuah kupukupu kertas menempel pada ranting kering
'ini buatmu, takkan menjadi ulat ia, takan layu,
jika hilang, hanyalah hilang...'
aku terpana pada pendar serupa kupukupu
yang berkeriap di sekeliling bola matamu
telaga bening yang menenggelamkan
mentari, rembulan dan bintang
dan melukiskannya di langit kelam mimpiku
pati, 12 agustus 2010
'ini buatmu, takkan menjadi ulat ia, takan layu,
jika hilang, hanyalah hilang...'
aku terpana pada pendar serupa kupukupu
yang berkeriap di sekeliling bola matamu
telaga bening yang menenggelamkan
mentari, rembulan dan bintang
dan melukiskannya di langit kelam mimpiku
pati, 12 agustus 2010
mengingatmu
siang yang tanggung untuk diam dan mengingatmu, awan itu
tepat menutup matahari, seperti sejumput kenangan yang
menutup hari dalam isak panjang, ataukah ini hanya
sekedar imbas badai api, sesaat sebelum matahari padam?
di depanku, kolam keruh meributkan daudaun teratai busuk,
menutupi permukaan mengaburkan kedangkalan, dan
seekor lele jumawa memancarkan kegagahannya dalam
seringai lebar sungut yang panjang
apa yang dirisaukan seekor burung gereja ketika
bertengger manis di tepi kolam itu?
benarbenar siang yang tanggung untuk diam
dan mengingatmu
pati, 11 agustus 2010
tepat menutup matahari, seperti sejumput kenangan yang
menutup hari dalam isak panjang, ataukah ini hanya
sekedar imbas badai api, sesaat sebelum matahari padam?
di depanku, kolam keruh meributkan daudaun teratai busuk,
menutupi permukaan mengaburkan kedangkalan, dan
seekor lele jumawa memancarkan kegagahannya dalam
seringai lebar sungut yang panjang
apa yang dirisaukan seekor burung gereja ketika
bertengger manis di tepi kolam itu?
benarbenar siang yang tanggung untuk diam
dan mengingatmu
pati, 11 agustus 2010
kepadamu hendak kutuliskan...
kepadamu hendak kutuliskan perjalanan sebentuk debu
debu yang tersangkut di ujung pundak bajumu
terlontar dan menari nari ia di pusaran sinar
ketika jemarimu menepiskannya...
sebentuk debu dalam ketakberdayaan
tersangkut lembut di puncak rambut seorang gadis
seorang gadis yang dengan setia berdiri dalam bayangmu
disisirnya rambutnya dengan sebentuk sisir kayu
terlemparlah sang debu dalam pusaran angin
angin kibasan rambut sang nona
sebentuk debu dalam kepasrahan
menempel di ujung sapu ijuk si mbok
si mbok yang setia mengibas debu keluar rumah
sebentuk debu melayang terbang jatuh di rerumputan
dalam ketakbergemingan disambutnya pinangan embun
yang meluruhkannya jatuh ke bumi
sebentuk debu kembali ke tempat dimana dia berasal
kepadamu hendak kutuliskan perjalanan diriku
yang entah mengapa aku merasa serupa sebentuk debu...
pati, 12 agustus 2010
debu yang tersangkut di ujung pundak bajumu
terlontar dan menari nari ia di pusaran sinar
ketika jemarimu menepiskannya...
sebentuk debu dalam ketakberdayaan
tersangkut lembut di puncak rambut seorang gadis
seorang gadis yang dengan setia berdiri dalam bayangmu
disisirnya rambutnya dengan sebentuk sisir kayu
terlemparlah sang debu dalam pusaran angin
angin kibasan rambut sang nona
sebentuk debu dalam kepasrahan
menempel di ujung sapu ijuk si mbok
si mbok yang setia mengibas debu keluar rumah
sebentuk debu melayang terbang jatuh di rerumputan
dalam ketakbergemingan disambutnya pinangan embun
yang meluruhkannya jatuh ke bumi
sebentuk debu kembali ke tempat dimana dia berasal
kepadamu hendak kutuliskan perjalanan diriku
yang entah mengapa aku merasa serupa sebentuk debu...
pati, 12 agustus 2010
Selasa, 10 Agustus 2010
puisiku tak memerlukan falsetto
aku hendak menggembalakan diriku
di padangpadang yang tak melirihkan kau
yang serupa bisu
ketika sebelumnya kau serupa falsetto riuh
tak kumengerti, sungguh
tak kan kusentuh sunyi yang kau pilih
sunyi yang mendekap riuhmu
mendekap diam
dan diam itu ada diantara kau dan aku
serupa dingin di padangpadang bisu
pati, 10 agustus 2010
di padangpadang yang tak melirihkan kau
yang serupa bisu
ketika sebelumnya kau serupa falsetto riuh
tak kumengerti, sungguh
tak kan kusentuh sunyi yang kau pilih
sunyi yang mendekap riuhmu
mendekap diam
dan diam itu ada diantara kau dan aku
serupa dingin di padangpadang bisu
pati, 10 agustus 2010
peziarah terakhir
------kau
rimba yang menumpahkan hujan dikepalaku, di daundaun
gugur menyerupai tangis, membisikan katakata mesra malumalu
di ujungujung sinar yang enggan turun
-------
lautan yang menggiring camar memenuhi langitku, serupa
pasir yang berhasil ditunggangi resah, lembab basah
bertepian pesisir rindu yang meruah
-------
jalanan sunyi berkabut tak berujung, memanggul angin
sepanjang trotoar tak berambu, lengang , menyurutkan
langkah orang asing tak berarah
------
kini kau serupa nyeri tak bersumber yang enggan hilang
dari ujung lidah, memahkotai wajahku dengan lingkar
tahun serupa pemahat mengukir pada tempaannya ulir
tak menyerupa
dan aku serupa mati bagimu yang diserukan orang di
loronglorong, dan kau peziarah di baris terakhir
berkalungkan duka hitam
pati, 9 agustus 2010
rimba yang menumpahkan hujan dikepalaku, di daundaun
gugur menyerupai tangis, membisikan katakata mesra malumalu
di ujungujung sinar yang enggan turun
-------
lautan yang menggiring camar memenuhi langitku, serupa
pasir yang berhasil ditunggangi resah, lembab basah
bertepian pesisir rindu yang meruah
-------
jalanan sunyi berkabut tak berujung, memanggul angin
sepanjang trotoar tak berambu, lengang , menyurutkan
langkah orang asing tak berarah
------
kini kau serupa nyeri tak bersumber yang enggan hilang
dari ujung lidah, memahkotai wajahku dengan lingkar
tahun serupa pemahat mengukir pada tempaannya ulir
tak menyerupa
dan aku serupa mati bagimu yang diserukan orang di
loronglorong, dan kau peziarah di baris terakhir
berkalungkan duka hitam
pati, 9 agustus 2010
secret admirer, kaukah itu ?
------untukmu nie
sepertinya aku terlalu rajin mencarimu
atau kau yang terlalu sering menampakkan diri
aku melihatmu di awan
aku melihatmu di hujan
aku melihatmu di kepak sayap
aku melihatmu di ranting patah
aku melihatmu di genangan air
maka aku akan belajar cara melipat puisi
menjadi kapal atau sekedar layangan
belajar menumbuhkan sayap di badan puisiku
belajar menjelma tunas tunas puisi
belajar melangkah bersama puisi yang mampu
bercermin dalam genangan, tak peduli
jika hal itu membuatnya kuyup
sepertinya aku harus mulai mencarimu
dalam gelap yang memenuhi kamar
karena puisiku mulai menjelma mimpi
mimpi yang rajin menjumpaimu
pati, 9 september 2010
sepertinya aku terlalu rajin mencarimu
atau kau yang terlalu sering menampakkan diri
aku melihatmu di awan
aku melihatmu di hujan
aku melihatmu di kepak sayap
aku melihatmu di ranting patah
aku melihatmu di genangan air
maka aku akan belajar cara melipat puisi
menjadi kapal atau sekedar layangan
belajar menumbuhkan sayap di badan puisiku
belajar menjelma tunas tunas puisi
belajar melangkah bersama puisi yang mampu
bercermin dalam genangan, tak peduli
jika hal itu membuatnya kuyup
sepertinya aku harus mulai mencarimu
dalam gelap yang memenuhi kamar
karena puisiku mulai menjelma mimpi
mimpi yang rajin menjumpaimu
pati, 9 september 2010
abang, kita harus memasang bendera
abang,
kita harus kembali memasang bendera bang,
bendera yang telah lama kita lipat
dan kita simpan di sudut terdalam laci
itu tanda merdeka ya bang, jika kita kibarkan
dia di depan rumah pada sebilah bambu?
sementara muka muka kita tak lebih bak
bendera bendera lusuh, kalah, tanda menyerah
abang,
anak anak kampung sebelah fasih sekali
bermain semapur dari sobekan bendera partai
yang koyak dan tertiup angin
mereka belajar meneriakkan peluh bapak ibunya
yang diupah sepiring nasi jagung dan selembar
kertas utang yang tak pernah kosong
dengan kata kata tanpa suara
ah, bendera partai itu lebih gagah dari bendera kita
lihat bang, bendera kita terjepit di semarak warna itu
abang,
merah itu lambang darah ya bang, darahku, darahmu
yang senantiasa merah walau kita hanya makan nasi garam
apa karena daun singkong yang kita petik di pinggir kali
kata orang banyak vitaminnya ya bang?
tapi merah itu tanda berani bang, beranikah abang?
menyuarakan ketakadilan yang kita alami
tak mungkin kita kehilangan sesuatu lagi bang,
karena tiada yang kita miliki selain kemerdekaan membuka hari
ah, justru itu yang berharga ya bang
hanya maafkan aku bang, hatiku tak bisa putih
terlalu banyak empedu yang meracuninya
abang,
kita harus kembali memasang bendera bang,
di depan rumah kita pada sebilah bambu
barangkali....barangkali
kibarannya memancang mimpi
dalam merdeka kita, aku dan kau
sama sama memiliki negeri ini
hidup layak dalam naungan bundanya: ibu pertiwi
pati, 8 agustus 2010
kita harus kembali memasang bendera bang,
bendera yang telah lama kita lipat
dan kita simpan di sudut terdalam laci
itu tanda merdeka ya bang, jika kita kibarkan
dia di depan rumah pada sebilah bambu?
sementara muka muka kita tak lebih bak
bendera bendera lusuh, kalah, tanda menyerah
abang,
anak anak kampung sebelah fasih sekali
bermain semapur dari sobekan bendera partai
yang koyak dan tertiup angin
mereka belajar meneriakkan peluh bapak ibunya
yang diupah sepiring nasi jagung dan selembar
kertas utang yang tak pernah kosong
dengan kata kata tanpa suara
ah, bendera partai itu lebih gagah dari bendera kita
lihat bang, bendera kita terjepit di semarak warna itu
abang,
merah itu lambang darah ya bang, darahku, darahmu
yang senantiasa merah walau kita hanya makan nasi garam
apa karena daun singkong yang kita petik di pinggir kali
kata orang banyak vitaminnya ya bang?
tapi merah itu tanda berani bang, beranikah abang?
menyuarakan ketakadilan yang kita alami
tak mungkin kita kehilangan sesuatu lagi bang,
karena tiada yang kita miliki selain kemerdekaan membuka hari
ah, justru itu yang berharga ya bang
hanya maafkan aku bang, hatiku tak bisa putih
terlalu banyak empedu yang meracuninya
abang,
kita harus kembali memasang bendera bang,
di depan rumah kita pada sebilah bambu
barangkali....barangkali
kibarannya memancang mimpi
dalam merdeka kita, aku dan kau
sama sama memiliki negeri ini
hidup layak dalam naungan bundanya: ibu pertiwi
pati, 8 agustus 2010
ketika luka sesuatu yang biasa
Dan serentak angin diam
Suara menghilang
Sayup sayup deru mobil yang tertinggal
: aku pergi
Dan keheninganpun pecah
Jatuh berderai menghujam ribuan luka
Dan sama sepertiku, kau tercenung di situ
Sefamilier itukah kita pada luka?
(It's for u, who told me that something happened to him last night, please keep fight)
Semarang, 8 agustus 2010
Suara menghilang
Sayup sayup deru mobil yang tertinggal
: aku pergi
Dan keheninganpun pecah
Jatuh berderai menghujam ribuan luka
Dan sama sepertiku, kau tercenung di situ
Sefamilier itukah kita pada luka?
(It's for u, who told me that something happened to him last night, please keep fight)
Semarang, 8 agustus 2010
hanyut
hanyut...
kelabilan
menghajar segala batas
ah, pretty depan rumah pegawai cafe
yang gerbangnya kini digembok
lebih pintar dari ini
tiga langkah ke depan, stop
tiga langkah ke samping, stop
hanyut...
sebuah rentang yang terhenti
hanya ketika tersangkut
ranting kering yang kau cokel paksa
mencuat melawan arus
hanyut...
memuara di sedimen gerusan waktu
terhisap jauh ke dasar, hilang
bagaimana bisa kau biarkan permukaan tetap tenang?
segala hal yang timbul tenggelam
yang senantiasa kita pandangi dari tepian
sungai hidup ini, adalah kau dan aku
hanyut...
pati, 6 agustus 2010
kelabilan
menghajar segala batas
ah, pretty depan rumah pegawai cafe
yang gerbangnya kini digembok
lebih pintar dari ini
tiga langkah ke depan, stop
tiga langkah ke samping, stop
hanyut...
sebuah rentang yang terhenti
hanya ketika tersangkut
ranting kering yang kau cokel paksa
mencuat melawan arus
hanyut...
memuara di sedimen gerusan waktu
terhisap jauh ke dasar, hilang
bagaimana bisa kau biarkan permukaan tetap tenang?
segala hal yang timbul tenggelam
yang senantiasa kita pandangi dari tepian
sungai hidup ini, adalah kau dan aku
hanyut...
pati, 6 agustus 2010
pekarangan tak biasanya nampak seindah ini
Boneka beruang lusuh, kembali ada di kaki meja. Kali ini kubiarkan.
Sudah berapa lama kau temani tidur anakku? Terlongong longong
di bangku berlumut, betapa gigihnya ilalang depan rumah, tak peduli
seribu kali dicabut, seribu kali pula dia tumbuh. Pagar yang setia, dan
serakan sandal sepanjang jalan masuk. Ah, kaki anakku telah panjang,
kakiku tenggelam di sandal kodoknya. Dimanakah mereka esok kelak?
Desis detik yang lewat menjadi suara bergemuruh, melaju dengan
gerbong kosong, aku muatannya yang terakhir. Sehelai daun jambu
kering jatuh ke pangkuan. Kubiarkan.Itu aku, anakku hijau berseri
di ujung ujung ranting. Dan seketika itu pekarangan nampak begitu
indah. Aku terima hari ini dulu.
pati, 5 agustus 2010
Sudah berapa lama kau temani tidur anakku? Terlongong longong
di bangku berlumut, betapa gigihnya ilalang depan rumah, tak peduli
seribu kali dicabut, seribu kali pula dia tumbuh. Pagar yang setia, dan
serakan sandal sepanjang jalan masuk. Ah, kaki anakku telah panjang,
kakiku tenggelam di sandal kodoknya. Dimanakah mereka esok kelak?
Desis detik yang lewat menjadi suara bergemuruh, melaju dengan
gerbong kosong, aku muatannya yang terakhir. Sehelai daun jambu
kering jatuh ke pangkuan. Kubiarkan.Itu aku, anakku hijau berseri
di ujung ujung ranting. Dan seketika itu pekarangan nampak begitu
indah. Aku terima hari ini dulu.
pati, 5 agustus 2010
kau menikam punggungku
jika hari berwajah dan bertubuh
sepertinya aku sedang bergelantungan di ketiaknya
diantara wajah wajah masam, lirikan anyir, dan gumaman apak
dan kau
sudah cukup, tak usah kau tambahi, atau barangkali
aku sedang bergelantungan di sela giginya
menghitung sampah serapahmu yang dengan indahnya
kau sanjungkan lewat pujian
dan kau,
tak mengerti jugakah?
aku lebih memilih pukulanmu
sebab senyummu menikam punggungku
membuatku mati jauh di dalam
pati, 4 agustus 2010
sepertinya aku sedang bergelantungan di ketiaknya
diantara wajah wajah masam, lirikan anyir, dan gumaman apak
dan kau
sudah cukup, tak usah kau tambahi, atau barangkali
aku sedang bergelantungan di sela giginya
menghitung sampah serapahmu yang dengan indahnya
kau sanjungkan lewat pujian
dan kau,
tak mengerti jugakah?
aku lebih memilih pukulanmu
sebab senyummu menikam punggungku
membuatku mati jauh di dalam
pati, 4 agustus 2010
untukmu
puisimu bagai sebuah surat terbuka untukku, aku hanya merasa
telah kehilangan sebuah amplop yang selalu kau jilat sisinya,
liurmu pengganti parfum yang katamu norak padahal itu selalu
berhasil dulu membeli sebuah hati perawan, aku membaca tanda
puisimu dan jeda diantaranya, kupikir kucoba jawab saja tanyamu
ya?
kau bertanya tentang buntelan beban yang selalu kubawa
dipunggungku, ah, kau salah, itu cuma bungkusan matahari,
rembulan dan bintangku sendiri yang enggan kupinjamkan
pada langit, takut mereka dibawa orang dan aku tak kebagian,
bukankah dibawah langit ini setiap orang harus saling berebut
dan mengklaim agar tak tersingkir?
kau bertanya tentang sakuku yang penuh warna, mengapa tidak?
semua warna telah hilang kau tau? pohon melahirkan daun hitam,
buah gelap berulat, langit kelabu berbeban sangat, dan cahaya yang
ada hanya putih menampilkan hitam, atau hitam menampilkan putih
kau bertanya tentang puisi puisi tuaku, ah biar saja, aku lelah
menjilati helai helainya biar bisa menempel, jadi kubiarkan saja
mereka dengan kebebasannya untuk berlari atau terbang sekalian,
adakah yang tersasar di mejamu?
"dan kedalaman apa yang selalu mereka ributkan?
sedang dasar tak pernah mengalas, tak terlihat
atau mataku sajakah yang telah tercuri lalat dan
menggantinya dengan mata faset?
pantas saja aku selalu membentur kaca jendela
aku tak pandai melihatnya"
pati, 4 agustus 2010
telah kehilangan sebuah amplop yang selalu kau jilat sisinya,
liurmu pengganti parfum yang katamu norak padahal itu selalu
berhasil dulu membeli sebuah hati perawan, aku membaca tanda
puisimu dan jeda diantaranya, kupikir kucoba jawab saja tanyamu
ya?
kau bertanya tentang buntelan beban yang selalu kubawa
dipunggungku, ah, kau salah, itu cuma bungkusan matahari,
rembulan dan bintangku sendiri yang enggan kupinjamkan
pada langit, takut mereka dibawa orang dan aku tak kebagian,
bukankah dibawah langit ini setiap orang harus saling berebut
dan mengklaim agar tak tersingkir?
kau bertanya tentang sakuku yang penuh warna, mengapa tidak?
semua warna telah hilang kau tau? pohon melahirkan daun hitam,
buah gelap berulat, langit kelabu berbeban sangat, dan cahaya yang
ada hanya putih menampilkan hitam, atau hitam menampilkan putih
kau bertanya tentang puisi puisi tuaku, ah biar saja, aku lelah
menjilati helai helainya biar bisa menempel, jadi kubiarkan saja
mereka dengan kebebasannya untuk berlari atau terbang sekalian,
adakah yang tersasar di mejamu?
"dan kedalaman apa yang selalu mereka ributkan?
sedang dasar tak pernah mengalas, tak terlihat
atau mataku sajakah yang telah tercuri lalat dan
menggantinya dengan mata faset?
pantas saja aku selalu membentur kaca jendela
aku tak pandai melihatnya"
pati, 4 agustus 2010
Rabu, 04 Agustus 2010
menu yang sama ketika kita lupa
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
dan kita biarkan bel alarm
menjerit jerit sampai muak sendiri
susu panas ditinggal tak tersentuh
mie kuah masih ngebul kini telah mekar
menu yang sama ketika lupa
membiarkan alarm sampai muak sendiri
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
kau lupa membeli pesananku
di hari minggu dua hari lalu
harian minggu yang selalu kuributkan
itu tiketku bukan? tiket sajak sajakku yang renta
serenta hasratku yang entah kemana
aku tau halamannya telah penuh tulisan
tapi siapa yang tau ada yang tak jadi mati hari ini
hingga sajakku bisa ditempel di bagian obituari
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
menutup pagar depan dan menguncinya
menu yang sama ketika kita lupa
pengamen itu mulai menyanyikan lagu alarm
yang sesubuh tadi kita biarkan menjerit
hingga muak sendiri
pati, 4 agustus 2010
aku lupa, kau lupa
dan kita biarkan bel alarm
menjerit jerit sampai muak sendiri
susu panas ditinggal tak tersentuh
mie kuah masih ngebul kini telah mekar
menu yang sama ketika lupa
membiarkan alarm sampai muak sendiri
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
kau lupa membeli pesananku
di hari minggu dua hari lalu
harian minggu yang selalu kuributkan
itu tiketku bukan? tiket sajak sajakku yang renta
serenta hasratku yang entah kemana
aku tau halamannya telah penuh tulisan
tapi siapa yang tau ada yang tak jadi mati hari ini
hingga sajakku bisa ditempel di bagian obituari
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
menutup pagar depan dan menguncinya
menu yang sama ketika kita lupa
pengamen itu mulai menyanyikan lagu alarm
yang sesubuh tadi kita biarkan menjerit
hingga muak sendiri
pati, 4 agustus 2010
serumpun serunai 3
11
rinai
mestikah menjelma derai
ketika pekatnya kabut
mewajahkan kalut?
12
bibit, bobot, bebet,
masihkah lekat
ketika lindapnya kata di ujung lidah
tak terpeta tingkah, laku dan tata?
13
menabur cinta bersama angin
benih tersebar sekehendak hati
lupa waktu panen yang datang serentak
lalu mana yang dituai, mana yang kau biarkan busuk?
14
pojok pojok rumah terabaikan tak tersapu
berdebu, menjaring laba laba
kubayangkan rindu yang bersarang di pojok hati
usang, sendiri menjaring candu
15
ku ziarahi puisiku
sendiri menikam sunyi
aku bertemu kau dalam nafas
puisiku yang tinggal satu satu
pati 2 agustus 2010
rinai
mestikah menjelma derai
ketika pekatnya kabut
mewajahkan kalut?
12
bibit, bobot, bebet,
masihkah lekat
ketika lindapnya kata di ujung lidah
tak terpeta tingkah, laku dan tata?
13
menabur cinta bersama angin
benih tersebar sekehendak hati
lupa waktu panen yang datang serentak
lalu mana yang dituai, mana yang kau biarkan busuk?
14
pojok pojok rumah terabaikan tak tersapu
berdebu, menjaring laba laba
kubayangkan rindu yang bersarang di pojok hati
usang, sendiri menjaring candu
15
ku ziarahi puisiku
sendiri menikam sunyi
aku bertemu kau dalam nafas
puisiku yang tinggal satu satu
pati 2 agustus 2010
kuterima pinangan angin
kuterima pinangan angin
menjadi rahimnya melindapkan badai,
mencumbu ujung ujung daun, membisikkan nyanyian ranting,
menuntun tarian buih
kuterima pinangan angin
melahirkan kesejukan, meniti setiap hembusan nyanyian
padang sunyi, menggantungnya di pucuk pucuk cemara
dalam irama yang takkan kau pahami
kuterima pinangan angin
menjelma ketakkasatan yang nyata, meniupkan rindu
di tengkukmu, dalam denting buluh bambu yang tergantung
di sudut jendela jiwamu
kuterima pinangan angin
menjadi tangannya yang mendekapmu dalam hening
pati, 2 agustus 2010
menjadi rahimnya melindapkan badai,
mencumbu ujung ujung daun, membisikkan nyanyian ranting,
menuntun tarian buih
kuterima pinangan angin
melahirkan kesejukan, meniti setiap hembusan nyanyian
padang sunyi, menggantungnya di pucuk pucuk cemara
dalam irama yang takkan kau pahami
kuterima pinangan angin
menjelma ketakkasatan yang nyata, meniupkan rindu
di tengkukmu, dalam denting buluh bambu yang tergantung
di sudut jendela jiwamu
kuterima pinangan angin
menjadi tangannya yang mendekapmu dalam hening
pati, 2 agustus 2010
selebihnya itu entah
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
semata mata lidah patah melahirkan kata berbunga layu
menyisakan duri pada hati yang menjelma kawah nanah
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
karena kadang sebuah benak berubah menjadi bengkel
mengasah, mempertajam, memermak kata jauh dari maknanya
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
ternyata badai bukan hanya milik langit sebab kutemukan
pusaran beliung dalam diri mengkandaskan kerapuhan
pati, 1 agustus 2010
semata mata lidah patah melahirkan kata berbunga layu
menyisakan duri pada hati yang menjelma kawah nanah
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
karena kadang sebuah benak berubah menjadi bengkel
mengasah, mempertajam, memermak kata jauh dari maknanya
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
ternyata badai bukan hanya milik langit sebab kutemukan
pusaran beliung dalam diri mengkandaskan kerapuhan
pati, 1 agustus 2010
Minggu, 01 Agustus 2010
litani jarak
Lelaki itu masih saja menari
Tarian dwimuka
Mengiris ngiris kesadaran
Ah wahai mata bathin
Ada jarak yang subur ternyata
Bukan antara aku dan kau
Bukan kau dan dia
Bukan dia dan aku
Ah, antara aku dan 'aku'
Aku yang di depan dan aku yang dibelakang
Aku yang di muka dan aku yang di hati
Aku yang di luar dan aku yang jauh di dalam
Jarak wahai jarak
Dimanakah benihmu?
Aku si penuai yang selalu memanen
Apakah aku juga yang menanam?
Tarian itu masih ditarikan
Tarian dwimuka
Namun kali ini
Akulah sang penari
Pati, 1 agustus 2010
Tarian dwimuka
Mengiris ngiris kesadaran
Ah wahai mata bathin
Ada jarak yang subur ternyata
Bukan antara aku dan kau
Bukan kau dan dia
Bukan dia dan aku
Ah, antara aku dan 'aku'
Aku yang di depan dan aku yang dibelakang
Aku yang di muka dan aku yang di hati
Aku yang di luar dan aku yang jauh di dalam
Jarak wahai jarak
Dimanakah benihmu?
Aku si penuai yang selalu memanen
Apakah aku juga yang menanam?
Tarian itu masih ditarikan
Tarian dwimuka
Namun kali ini
Akulah sang penari
Pati, 1 agustus 2010
ketika langit tak berwarna
Ketika langit
Biru
Dikenakannya baju baju berwarna pelangi, ditaruhnya bintang di kedua matanya, diraihnya aroma embun ganti aroma badannya, disenderkannya mentari di sudut bibirnya, digelarnya karpet puja puji syukur di depan langkahnya
Ketika langit
Kelabu
Digulungnya kembali karpet karpet itu, di taruhnya di gudang jiwa menemani baju berwarna warni, dikenakannya baju hitam sepekat yang mampu dicelupnya dari empedunya yang tercemar, dilemparnya bintang bintang diganti tetesan tertajam hujan yang mendera sungai sungai di dataran pipinya, dipakainya maskara ungu lebam menghias rona wajahnya, aroma embun digantinya dengan aroma kabut duka pekat dan lekat
Ketika langit
Tak berwarna
Maka diapun menjelma serupa wayang
Dalam lakon yang paling absurd
Pati, 31 juli 2010
Biru
Dikenakannya baju baju berwarna pelangi, ditaruhnya bintang di kedua matanya, diraihnya aroma embun ganti aroma badannya, disenderkannya mentari di sudut bibirnya, digelarnya karpet puja puji syukur di depan langkahnya
Ketika langit
Kelabu
Digulungnya kembali karpet karpet itu, di taruhnya di gudang jiwa menemani baju berwarna warni, dikenakannya baju hitam sepekat yang mampu dicelupnya dari empedunya yang tercemar, dilemparnya bintang bintang diganti tetesan tertajam hujan yang mendera sungai sungai di dataran pipinya, dipakainya maskara ungu lebam menghias rona wajahnya, aroma embun digantinya dengan aroma kabut duka pekat dan lekat
Ketika langit
Tak berwarna
Maka diapun menjelma serupa wayang
Dalam lakon yang paling absurd
Pati, 31 juli 2010
Jumat, 30 Juli 2010
lelaki dan sasadara
semalaman dipandanginya langit, tiada bosannya,
disesapnya berbatang rokok, dengan asap berbuntal
yang diupayakannya menbentuk kata hatinya : lingkaran
rindu, bentuk hati, atau hanya bentuk bentuk semrawut,
terkadang berjam jam di malam sunyi berdiri mendera angin,
'mengusir keringat' kilahmu, atau bak super hero kau tunggangi
dinginnya fajar berbekal kail dan joran tak tersentuh bengong
memandangi sang dewi malam kembali keperaduan, dan entah
bagaimana seharian romantisme mengalahkan sinisme dalam darahmu
'ah, kau cantik bagai dewi malam, mukamu sebulat rembulan,
alismu menyabit setengah rindu, wajahmu bersinar bak purnama'
atau ketika dasanama sang rembulan menghiasi syair sunyi
dinding dinding kamar : oh, kartika kekasihku, wahai badra nan ayu,
oh sitoresmi pujaanku, duh sasi pemilik hatiku
dan hari ini dengan berbinar, kau berdiri di depanku
'aku telah menikahi rembulan semalam'
tiba tiba langit hanya dipenuhi bintang
pati, 30 juli 2010
disesapnya berbatang rokok, dengan asap berbuntal
yang diupayakannya menbentuk kata hatinya : lingkaran
rindu, bentuk hati, atau hanya bentuk bentuk semrawut,
terkadang berjam jam di malam sunyi berdiri mendera angin,
'mengusir keringat' kilahmu, atau bak super hero kau tunggangi
dinginnya fajar berbekal kail dan joran tak tersentuh bengong
memandangi sang dewi malam kembali keperaduan, dan entah
bagaimana seharian romantisme mengalahkan sinisme dalam darahmu
'ah, kau cantik bagai dewi malam, mukamu sebulat rembulan,
alismu menyabit setengah rindu, wajahmu bersinar bak purnama'
atau ketika dasanama sang rembulan menghiasi syair sunyi
dinding dinding kamar : oh, kartika kekasihku, wahai badra nan ayu,
oh sitoresmi pujaanku, duh sasi pemilik hatiku
dan hari ini dengan berbinar, kau berdiri di depanku
'aku telah menikahi rembulan semalam'
tiba tiba langit hanya dipenuhi bintang
pati, 30 juli 2010
requiem kata
kita selalu saja berselisih kata, memang terlalu banyak jalan tikus,
bahkan pagar pun mereka lindas buat lalapan, padahal kata kata
kita tak pernah mengenal tanah, jadi tak pernah kita pendam,
tak pernah mengenal air, hingga hanyut ke hilir atau pinggir pinggir
sungai dan dikail orang orang iseng, tak mengenal angin hingga
terkait layang layang lewat, namun entah mengapa mereka dengan
fasih berkejaran memetakan jalur jalur pelariannya
kata kata kita menjadi serupa mayat, pucat, basi, dingin, kesepian,
dan menyarungkan kafannya sendiri : pengingkaran
aku hanya berharap mereka tak mengganggu kita kelak dengan
berubah menjadi vampir kata yang menyedot darah pengertian
dan menghempaskannya pada kesalahpamahan
ah, kita masih saja berselisih kata yang meluncur dalam kecepatan
angin menjadi ular berkepala dua, beracun dan sungguh berlibido
membenih akar akar pahit dengan waktu panen mendahului musim
sudah saatnya kita menanamkan patok ke jantungnya, dan biar
hati saja yang mengambil alih
pati 28 juli 2010
bahkan pagar pun mereka lindas buat lalapan, padahal kata kata
kita tak pernah mengenal tanah, jadi tak pernah kita pendam,
tak pernah mengenal air, hingga hanyut ke hilir atau pinggir pinggir
sungai dan dikail orang orang iseng, tak mengenal angin hingga
terkait layang layang lewat, namun entah mengapa mereka dengan
fasih berkejaran memetakan jalur jalur pelariannya
kata kata kita menjadi serupa mayat, pucat, basi, dingin, kesepian,
dan menyarungkan kafannya sendiri : pengingkaran
aku hanya berharap mereka tak mengganggu kita kelak dengan
berubah menjadi vampir kata yang menyedot darah pengertian
dan menghempaskannya pada kesalahpamahan
ah, kita masih saja berselisih kata yang meluncur dalam kecepatan
angin menjadi ular berkepala dua, beracun dan sungguh berlibido
membenih akar akar pahit dengan waktu panen mendahului musim
sudah saatnya kita menanamkan patok ke jantungnya, dan biar
hati saja yang mengambil alih
pati 28 juli 2010
lukisan mata
di matamu kau lukiskan atap yang rubuh, tiang tiang
yang tersapu angin, tembok tembok yang tumbang,
dan sapuan debu sesudahnya, betapa kemudian debu
itu menjadi selimut menyesakkan di bawah langit, serpihan
kaca kaca jendela tumbuh menjamur menjadi bisul di
seluruh kulitmu, dan kaupun rebah, kalah, membatu
kulihat perlahan dian dian itu padam
aku ingin melukiskan langit di mataku
langit yang menurunkan hujan, menggumpalkan debu
menjadi tanah, dan mengelantangnya menjadi batu,
batu untuk kau jadikan tumpuan dan kau mencair
diatasnya, menegakkan kembali tiang tiang itu
namun
di matamu tak kulihat mataku
pati, 27 juli 2010
yang tersapu angin, tembok tembok yang tumbang,
dan sapuan debu sesudahnya, betapa kemudian debu
itu menjadi selimut menyesakkan di bawah langit, serpihan
kaca kaca jendela tumbuh menjamur menjadi bisul di
seluruh kulitmu, dan kaupun rebah, kalah, membatu
kulihat perlahan dian dian itu padam
aku ingin melukiskan langit di mataku
langit yang menurunkan hujan, menggumpalkan debu
menjadi tanah, dan mengelantangnya menjadi batu,
batu untuk kau jadikan tumpuan dan kau mencair
diatasnya, menegakkan kembali tiang tiang itu
namun
di matamu tak kulihat mataku
pati, 27 juli 2010
Selasa, 27 Juli 2010
mengapa kau sembunyi?
aku melihat luka ditubuhmu, menganga
meneriakkan tuhan yang katamu jauh
dan hanya dekat ketika kau panggil
namun kau merasa tak pernah memanggil
hingga dia menoleh karena katamu
'suaraku berlari larian serupa bisikan'
ah kau yang sungguh takut akan dosa
dan menyapa tuhan pada pagi
lukamu yang menganga
kembali menyerukan tuhan, sssst
sungguh Dia kah yang kau panggil?
lalu malam, lalu sunyi, lalu diam
dan memandang kubur
dalam kengerian yang sangat
(sungguh, kubur itu berpenunggu
itu membuatku jeri, katamu)
dan kaupun memandang peraduan
serupa tuhan bagi jiwamu
pati, 27 juli 2010
meneriakkan tuhan yang katamu jauh
dan hanya dekat ketika kau panggil
namun kau merasa tak pernah memanggil
hingga dia menoleh karena katamu
'suaraku berlari larian serupa bisikan'
ah kau yang sungguh takut akan dosa
dan menyapa tuhan pada pagi
lukamu yang menganga
kembali menyerukan tuhan, sssst
sungguh Dia kah yang kau panggil?
lalu malam, lalu sunyi, lalu diam
dan memandang kubur
dalam kengerian yang sangat
(sungguh, kubur itu berpenunggu
itu membuatku jeri, katamu)
dan kaupun memandang peraduan
serupa tuhan bagi jiwamu
pati, 27 juli 2010
akan kutetapkan di hari ke 8 minggu ini, adakah?
aku senantiasa menyuruhnya bergegas
tetapi mimpi itu datang merayap
dan selalu saja tiba atau hilang
tak seperti rindunya yang menggigilkan hatiku
menetap mengancam ilusiku
maka aku menyuruhnya bergegas
tetapi mimpi itu senantiasa merayap
mendaki pelan pelan bukit keinginan
berhenti diujung hari
lalu tiba dan hilang
aku ini bagai si dungu
menghitung tiap keping kemungkinan yang sama
putuskan saja, katamu
biarkan mimpi itu tiba
atau relakan lenyap!
tiba tiba saja aku serasa menggenggam
sebilah pedang
siap mengharakiri : mimpi !
pati, 26 juli 2010
tetapi mimpi itu datang merayap
dan selalu saja tiba atau hilang
tak seperti rindunya yang menggigilkan hatiku
menetap mengancam ilusiku
maka aku menyuruhnya bergegas
tetapi mimpi itu senantiasa merayap
mendaki pelan pelan bukit keinginan
berhenti diujung hari
lalu tiba dan hilang
aku ini bagai si dungu
menghitung tiap keping kemungkinan yang sama
putuskan saja, katamu
biarkan mimpi itu tiba
atau relakan lenyap!
tiba tiba saja aku serasa menggenggam
sebilah pedang
siap mengharakiri : mimpi !
pati, 26 juli 2010
padamu, kurangkum setiap embun yang mampu kurangkum
pada sebuah bangku hijau
yang berderit jika tergeser sedikit
aku tergugu melihatmu
duh, anakku
aku tak mengenal lagu denting pianomu
kalian bernyanyi sendiri di jiwaku
nyanyian gemericik sungai
nyanyian tunas di padang padang
pada jendela sebuah auditorium
kutebar senyum pada dunia
lihat, itu anakku
musiknya berbinar di matanya
lagunya adalah dia.....anakku
dan aku menari nari memetik matahari
pada sepotong nada
telah melimpah ruah pelangi
apa yang lebih indah dari buah hati
di hati ibu yang rebah oleh bangga?
pati, 25 juli 2010
yang berderit jika tergeser sedikit
aku tergugu melihatmu
duh, anakku
aku tak mengenal lagu denting pianomu
kalian bernyanyi sendiri di jiwaku
nyanyian gemericik sungai
nyanyian tunas di padang padang
pada jendela sebuah auditorium
kutebar senyum pada dunia
lihat, itu anakku
musiknya berbinar di matanya
lagunya adalah dia.....anakku
dan aku menari nari memetik matahari
pada sepotong nada
telah melimpah ruah pelangi
apa yang lebih indah dari buah hati
di hati ibu yang rebah oleh bangga?
pati, 25 juli 2010
sebuah kota yang setia mengukir kenangan
entahlah, masa kecilku terhenti
pada ingatan sebuah rok coklat tua
berhias segitiga tapak setrika
yang lupa diangkat
bau gosong
menusuk
tetap sama
berapa lama kau bisa lupakan sebuah kota
tempatmu dibentuk hingga mampu memilih
untuk tetap atau meninggalkannya
gambar gambar masa lalu yang terekam
dinding dinding putih yang diam, yang pernah
dalam suatu kurun berangan angan mengajar anak anak
tetangga tak beralas kaki belajar membaca tulisan
yang digores di dinding itu dengan sebuah arang
ah, sebuah arang yang harus tetap membara
tak peduli lengan kecilmu lelah, matamu perih
oleh keringat yang meluncur turun, dan bau
asap yang tetap menempel di rambutmu walau telah
kau cuci dengan sampo bubuk sachet yang ibu
siapkan di kisi kisi kamar mandi
ayam bakar pesanan tetangga itu harus matang
kota itu telah berubah kini, barangkali karena
sekarang dia harus mengukir kenangan seseorang
yang lain, bukan aku
gang gangnya menyempit bagai gambar gorong gorong
dalam lukisan seorang anak TK yang menggambarkan
saluran pembuangan wc, menyesakkan, semenyesakkan
gambar sebuah rumah berdinding putih
yang memerangkap ketakutan seorang anak :
siapa yang akan menulis dengan arang di dinding itu
jika aku pergi?
pati, 24 juli 2010
pada ingatan sebuah rok coklat tua
berhias segitiga tapak setrika
yang lupa diangkat
bau gosong
menusuk
tetap sama
berapa lama kau bisa lupakan sebuah kota
tempatmu dibentuk hingga mampu memilih
untuk tetap atau meninggalkannya
gambar gambar masa lalu yang terekam
dinding dinding putih yang diam, yang pernah
dalam suatu kurun berangan angan mengajar anak anak
tetangga tak beralas kaki belajar membaca tulisan
yang digores di dinding itu dengan sebuah arang
ah, sebuah arang yang harus tetap membara
tak peduli lengan kecilmu lelah, matamu perih
oleh keringat yang meluncur turun, dan bau
asap yang tetap menempel di rambutmu walau telah
kau cuci dengan sampo bubuk sachet yang ibu
siapkan di kisi kisi kamar mandi
ayam bakar pesanan tetangga itu harus matang
kota itu telah berubah kini, barangkali karena
sekarang dia harus mengukir kenangan seseorang
yang lain, bukan aku
gang gangnya menyempit bagai gambar gorong gorong
dalam lukisan seorang anak TK yang menggambarkan
saluran pembuangan wc, menyesakkan, semenyesakkan
gambar sebuah rumah berdinding putih
yang memerangkap ketakutan seorang anak :
siapa yang akan menulis dengan arang di dinding itu
jika aku pergi?
pati, 24 juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)