harmony

harmony

Jumat, 10 Desember 2010

rindu

Kutunggu datangmu. Membawa bau pagi yang tak kukenal, atau berkata tentang bising siang yang entah berpintu berapa, atau bercerita tentang senja yang lebam nan asing.
Namun angin telah membawa baumu yang sungguh kukenal. Rindu

pati, 10 desember 2010

sssttt, ia tidur

suatu siang, aku bertemu kupu kupu cantik terbang

dari saku bajumu 'ssstt, jangan kau ganggu, nanti dia

hilang', jadi aku hanya melihatnya menari nari, menyentuh

bunga bungaku, membelai pucuk pucuk daunku, memakan

sinar matahariku

ketika ia hinggap, aku tak paham, tidakkah ia memiliki

dunianya sendiri?

sayangku, ia hinggap di cabang kecil tanaman hias

akuarium kita

(besok, jika ada kupu kupu lain muncul dari saku bajumu,

bolehkah kuganggu ia agar tak berjalan dalam tidurnya?)



pati, 9 desember 2010

bukan kau kan?

kupikir bukan kau yang membuang buang waktu di depan layar monitor, dan nampak mencari sesuatu, tapi mirip denganmu, lalu mulai bercerita tentang sesosok burung yang terbang dan tak pernah kembali padahal sudah kau ajarkan padanya cara memanggil namamu, sejumput rumput yang selalu muncul di pojok halaman, padahal telah kau tanam pohon ceri yang tak bisa bersaing dengan rumput, lalu tentang bunga yang kau lupa namanya namun tumbuh subur di taman mimpimu,

ah sungguh, kupikir itu bukan kau



pati, 9 desember 2010

entahlah

sebuah payung lusuh, pudar, entah nila atau abu,

tergeletak di keranjang berdebu terkenang hari

kemarin dan mulai bertanya tanya 'apakah hujan

melupakan aku?' padahal seperti yang diingatnya

percakapan dirinya dan hujan begitu mesra

'besok aku dan nyonyaku hendak membeli angin di

kota, jangan temui aku dahulu, karena nyonya ada

janji temu dengan matahari'

sebuah payung lusuh termangu sendiri bertanya tanya

'apakah hujan mengira aku memilih matahari?'

dan mulai dibisikkannya doa yang hanya dimengerti

olehnya



pati, 8 desember 2010

ya maksudku : hujan

/1/

ada hujan yang padam. tak jelas hendak menyulut siapa

percik apinya berserak, dingin, tajam. perdu cocor bebekku

menunggu hujan, mengubur gairahnya untuk segera layu.



/2/

hujan milik siapa saja, seperti desember yang dingin.

lalu ada seseorang yang menggiring hujan ke pekarangannya,

meninggalkan amarah : tercurah membentur batu

apa yang hendak dipendam awan sekarang? hujan itu

tercuri, lama.



/3/

ya, ya, ya, hujan senantiasa misteri. lapisan tirai yang tak juga

tersingkap. tak usah kau undang, bahkan kesenyapan akan

menghadirkannya, melimpah. jika sehabis hujan tanahmu kering,

kupikir itu saatnya : undang dia



pati, 7 desember 2010

mistletoe : seperti itukah kau menulisnya?

desember. kubuka pintumu. kau bukan pintu terakhir dibelakang november,

kau hanya gerbang menuju januari sebuah masa dalam hitungan matahari

yang lain. jadi mari kita bercerita tentang cemara cemara kecil yang senantiasa

berserak di sudut sudut harimu. sudah besarkah ia? aku terpesona dengan

sajian kaleidoskop yang terserak di mejamu, sepertinya jamuan tetap di

penghujung senjamu ya? serupa mimpi tak selesai dan harapan yang

yang tertinggal bintang jatuh. karena itu, telah kugantung lonceng di

muka pintumu, sekedar memberi tahumu, hai aku datang desember.



pati, 6 desember 2010

abaikan saja

Aku tak lupa hanya urung menulis setiap kemungkinan yang bisa kusisipkan pada deretan kata yang setia menunggu kujejalkan pada puisi puisiku. Ini hanya siang tak biasa yang menyaru bagai petang, gelap, murung. Bukan alpa ketika kuhapus kemungkinan kau temukan kata dia pada setiap surat yang kutulis tanpa alamat yang urung kukirim, aku abai kemungkinan : telepati? Naluri sayang, hanya naluri.
(anginpun tak pernah meributkan tulisan apa yang tertera dikaki langit)

pati, 6 november 2010

sepertinya

kaukah yang memasuki pikiranku dan berselancar bersama asap knalpotmu di sana? takkan kutanya 'darimana hendak kemana' terlalu rumit padahal air mata selalu menjauhi ibunya, mata. hanya kabari aku kala kau pergi dari situ : itu masa tersunyi sepertinya

pati, 5 desember 2010

ada sajakku di dinding hujan

Hujan tak pernah datang sendirian, tak pernah diam diam, tak pernah mengingkari kodratnya yang basah, tak pernah mencoba menghapus jejaknya yang suram di jendela
Aku menatap, mendengar , mengira ngira derainya satu satu. Mana yang hendak singgah atau menetap dikubangan plafonku, atau berkunjung di pojok dapur atau sekedar mengajakku melantai di serambi?
Hujan tak pernah basa basi, tak pernah basi.
Ah, hujan membentuk dinding di luar, bagus juga kiranya jika kutulis di situ sajak sajakku

Pati, 5 desember 2010

sementara kita bertanya

sementara kita memandangi malam yang berkemah di atas atap
apa yang hendak kita lukis di jendela esok?
lupa mengembalikan warna bunga sedang nada gerimis tak juga kita pahami
: malam sembunyi sembunyi menjadi tua

pati, 4 desember 2010

sesaat di ruang tunggu

bangku lusuh menatap kosong
telivisi berbicara sendiri di sudut yang tak biasa
lalu detik terseret gerak jarum jam
ada perjanjian yang kubuat dengan lantai kuning kusam
maaf, cukup sekali ini aku menjadi latar
besok, waktuku milikku

Pati, 4 desember 2010

angin tak sampai ke sini

maafkan aku...

sering kukejar angin dan kukumpulkan di pekarangan

sekedar kubiarkan menggelitik rambut di pelipis

namun terkadang kuajak menguliti gerah

kadang aku hanya menikmati melihatnya berdansa

menari bersama daun daun gugur

menarikan sepi diatas debu debu yang tersapu

tanpa sadar sering ternyata kuundang badai

menyelinap diantara sepoi yang tak bisa kubedakan

lalu tiba tiba menderu deru dalam tenggat waktu tak terbilang

dan sesal mulai mengasah takut

maafkan aku

karena badai itu menderu di pekaranganmu juga

aku ingin berbicara denganmu tanpa angin terlebih badai

menghirup udara yang layak kita hirup

membiarkan angin berlalu di atas atap rumah

bukankah pekarangan tak mungkin tak berangin?

biarkan saja menerbangkan butiran sepi diatas debu

angin tak sampai ke dalam sini, telah kututup pintu



pati, 2 desember 2010