tibatiba saja hatiku bagai labu
menggembung antara penuh dan kosong
diamdiam berubah menjadi celengan
kalut memunguti jejakjejak tercecer
hari ke berapakah ini
sepertinya perjalanan belumlah jauh
lemak gandul masih menempel diujung lidah
dan aku masih mengamati duriduri bandeng yang hilang
dan detik jam selalu harus kita dekap
agar pohon jambu tertera di dalamnya
pagar biru
barisan pohon kapuk
ayunan bunga tebu
bahkan terik yang sigap menyambutku
dan padamu,...
senja di padang garam
kusemai benih hati labuku
pati, 20 agustus 2010
Jumat, 20 Agustus 2010
di cerita hujan kemarin
hujan baru saja reda
tanah becek masih menyimpan cerita
laronlaron yang tak pernah belajar
sibuk mencium bara lampu
satusatu sayap robek
satusatu jatuh mati
tiada keharusan kau menaruh haru
semua kembali ke aawal
hujan
tanah becek
laronlaron
lampulampu
mati
pati, 20 agustus 2010
tanah becek masih menyimpan cerita
laronlaron yang tak pernah belajar
sibuk mencium bara lampu
satusatu sayap robek
satusatu jatuh mati
tiada keharusan kau menaruh haru
semua kembali ke aawal
hujan
tanah becek
laronlaron
lampulampu
mati
pati, 20 agustus 2010
ketika kau berdiri di situ
aku membangun belantara dalam benakku
dengan demikian kau peduli
bukankah dibutuhkan waktu lebih lama, buatmu
mengeja aku
aku membangun kanalkanal dalam hatiku
kubuat gerbang indah jalan masukmu
dengan demikian kau pahami
tak ada jalan keluar, buatmu
menihilkan aku
maka hatimu akan menjadi mahkamah
yang menimbang langkahlangkah
mengurai labirinlabirin, buatmu
menemukan aku
pati, 19 agustus 2010
dengan demikian kau peduli
bukankah dibutuhkan waktu lebih lama, buatmu
mengeja aku
aku membangun kanalkanal dalam hatiku
kubuat gerbang indah jalan masukmu
dengan demikian kau pahami
tak ada jalan keluar, buatmu
menihilkan aku
maka hatimu akan menjadi mahkamah
yang menimbang langkahlangkah
mengurai labirinlabirin, buatmu
menemukan aku
pati, 19 agustus 2010
pati
maaf, aku harus pulang
memang bukan menujumu
di nadimu aku tersesat
namun pulang pada dekapan
yang mengaliri rongga dan nadiku
serupa senja menuju pelukan malam
pati, 19 agustus 2010
memang bukan menujumu
di nadimu aku tersesat
namun pulang pada dekapan
yang mengaliri rongga dan nadiku
serupa senja menuju pelukan malam
pati, 19 agustus 2010
yang melesat melebihi langkah
ada jarak yang kau tempuh
harapmu bahkan celahpun tak ada
lalu ketika kau berdiri di ambangnya
hendak apakah?
tergesa menyusuri jalan
harapmu hingga di titik penghujung
lalu ketika akhirnya sebuah persimpangan
hendak kemanakah?
mengapa hasrat bersayap elang
selalu membenturkan dirinya pada busur
berlari melesat di jalur bebas hambatan
selalu selaksa depa di muka langkah?
sepertinya...
karena pada bintang hasrat mematahari
pada bumi langkah ini terbenam surut
pati, 19 agustus 2010
harapmu bahkan celahpun tak ada
lalu ketika kau berdiri di ambangnya
hendak apakah?
tergesa menyusuri jalan
harapmu hingga di titik penghujung
lalu ketika akhirnya sebuah persimpangan
hendak kemanakah?
mengapa hasrat bersayap elang
selalu membenturkan dirinya pada busur
berlari melesat di jalur bebas hambatan
selalu selaksa depa di muka langkah?
sepertinya...
karena pada bintang hasrat mematahari
pada bumi langkah ini terbenam surut
pati, 19 agustus 2010
salah jalan
adakah taburan debu kata hinggap di terasmu?
maaf, biarkan saja di tempatnya
sesore nanti akan kukumpulkan kembali
atau bisakah kau tunjukkan saja arahnya
dia mampu mencari arah pulang
pati, 18 agustus 2010
maaf, biarkan saja di tempatnya
sesore nanti akan kukumpulkan kembali
atau bisakah kau tunjukkan saja arahnya
dia mampu mencari arah pulang
pati, 18 agustus 2010
lukisan
mencoba meraup bayang rupa garam
ketika hari mulai terasa hambar
harapan serupa merpati membumbung jatuh karam
ketakadilan dipertontonkan serupa gambar
arsirannya kurang menutup borok
warnanya kurang cerah untuk luka
beri bayangan pekat pada duka
tak bisakah kau pilih gradasi pada kecuranganmu?
ah, ternyata kanvas ini kurang lebar untuk melukiskan kepahitan
pati, 18 agustus 2010
ketika hari mulai terasa hambar
harapan serupa merpati membumbung jatuh karam
ketakadilan dipertontonkan serupa gambar
arsirannya kurang menutup borok
warnanya kurang cerah untuk luka
beri bayangan pekat pada duka
tak bisakah kau pilih gradasi pada kecuranganmu?
ah, ternyata kanvas ini kurang lebar untuk melukiskan kepahitan
pati, 18 agustus 2010
mimpi bebek
Edit
mimpi bebek
by Yuliani Kumudaswari on Wednesday, August 18, 2010 at 8:13am
puisiku kemarin lahir menjelma anak bebek,
yang terus tumbuh terseret waktu, dan mimpi
kadang kejam tak pandang bulu, tak pandang muka
puisiku belajar terbang, lupa tak punya sayap,
belajar berjalan anggun bak angsa, lupa betapa gempalnya
ia oleh katakata tambun, belajar bersenandung bak murai,
lupa betapa sembernya ia ketika meleter, seringkali ia
mematut diri di depan cermin, bermimpi menjadi itik,
namun tak pernah menemukan jalan untuk memutihkan bulunya,
ah...mimpi memang tak tau diri, hari ini sang mimpi menunggangi
punggung puisiku hingga ia mulai belajar menyusun syair syair
tentang cinta, tentang rindu, tentang sunyi, tentang mimpi
sungguh kasihan puisi bebekku, terhisap masuk kolam mimpi
dan mulai berangan menjadi seekor ikan selagi ia tenggelam...
pati, 18 agustus 2010
mimpi bebek
by Yuliani Kumudaswari on Wednesday, August 18, 2010 at 8:13am
puisiku kemarin lahir menjelma anak bebek,
yang terus tumbuh terseret waktu, dan mimpi
kadang kejam tak pandang bulu, tak pandang muka
puisiku belajar terbang, lupa tak punya sayap,
belajar berjalan anggun bak angsa, lupa betapa gempalnya
ia oleh katakata tambun, belajar bersenandung bak murai,
lupa betapa sembernya ia ketika meleter, seringkali ia
mematut diri di depan cermin, bermimpi menjadi itik,
namun tak pernah menemukan jalan untuk memutihkan bulunya,
ah...mimpi memang tak tau diri, hari ini sang mimpi menunggangi
punggung puisiku hingga ia mulai belajar menyusun syair syair
tentang cinta, tentang rindu, tentang sunyi, tentang mimpi
sungguh kasihan puisi bebekku, terhisap masuk kolam mimpi
dan mulai berangan menjadi seekor ikan selagi ia tenggelam...
pati, 18 agustus 2010
limbo
ada sebuah kisah tentang sebuah negeri, yang namanya
disebut dari buyut hingga cicitnya, dalam cerita yang
sama dari jaman ke jaman, tentang pohon yang tumbuh
di jantungnya, berdahan lengan tungkai kokoh, berdaun
kehendak yang luruh silih berganti namun sayang berbuah
mimpi yang asam, kadang getir tak matang, bahkan bergetah
empedu yang pekat, sementara buah nan ranum hilang
tertiup angin yang membawanya ke antah berantah,
cerita tentang sungai yang mengalir dari hulu ke hilir ,
menguap di tengah atau menampung terlalu banyak
keluh derita, menenggelamkan muaranya,
cerita tentang burung unggas yang mematuk tunas
tunas yang baru tumbuh, memuntahkannya di daratan
limbo nan luas, tak bermata angin,
cerita tentang gunung yang menjulang di bawah
permukaan, menyimpan lahar kepahitan yang siap
dilontarkan setinggi pekik camar, yang menggemakan
nya pada lembahlembah berlorong gelap
dalam benakku aku merapal doa yang tergagap
gagap ku tujukkan pada langit : itu bukan negriku,
langit itu diam
pati, 17 agustus 2010
disebut dari buyut hingga cicitnya, dalam cerita yang
sama dari jaman ke jaman, tentang pohon yang tumbuh
di jantungnya, berdahan lengan tungkai kokoh, berdaun
kehendak yang luruh silih berganti namun sayang berbuah
mimpi yang asam, kadang getir tak matang, bahkan bergetah
empedu yang pekat, sementara buah nan ranum hilang
tertiup angin yang membawanya ke antah berantah,
cerita tentang sungai yang mengalir dari hulu ke hilir ,
menguap di tengah atau menampung terlalu banyak
keluh derita, menenggelamkan muaranya,
cerita tentang burung unggas yang mematuk tunas
tunas yang baru tumbuh, memuntahkannya di daratan
limbo nan luas, tak bermata angin,
cerita tentang gunung yang menjulang di bawah
permukaan, menyimpan lahar kepahitan yang siap
dilontarkan setinggi pekik camar, yang menggemakan
nya pada lembahlembah berlorong gelap
dalam benakku aku merapal doa yang tergagap
gagap ku tujukkan pada langit : itu bukan negriku,
langit itu diam
pati, 17 agustus 2010
Selasa, 17 Agustus 2010
selamat merdeka!!
betapa mudahnya mengartikan kata 'merdeka' jaman revolusi
dulu, ketika setiap orang berdiri di bawah satu tujuan, satu bendera
merdeka dari penjajahan.
sekarang? begitu bnyak konsep merdeka, begitu individualistis,
begitu gender, begitu terkotak kotak, begitu bias dan biasa
ya, karena untuk hal hal paling hakiki pun, untuk hal hal paling
biasapun, kemedekaan itu harus susah payah ditegakkan
mari duduk sejenak dan kita berbincang secara imajiner :'apa arti merdeka bagimu?" :
nenek tua di persimpangan : merdeka adalah menutup mataku ketika Dia
memanggilku tanpa resah memikirkan makan anak cucuku
pak rusmin mang becak langganan : merdeka adalah mampu memenuhi
kebutuhan anak istri dengan hasil menarik becak seharian yang hanya
sekitar 30.000 rupiah saja
waria di salon depan : merdeka adalah ketika orangorang memaklumi
keberadaan kaumku dan melihat kami sebagai manusia
andi teman bermain si sulung : masuk sekolah lanjutan tanpa perlu pusing
uang pendaftaran, uang seragam an ongkos seharihari
anakku yang bungsu : merdeka adalah...horeeeee hari ini tak ada PR,
tak ada les, boleh main kembang api di lapangan mah?
anakku yang sulung : merdeka adalaj hak segala bangsa,..blablabla,..
(wow dia dibilang dukun IPS, karena nilai hapalan IPS nya selalu tinggi,
ah anakku sayang )
luni gadis berambut merah depan tumah : merdeka? hehe itu nama cafe
karaoke tempatku kerja, mbak (glek!!)
aku :...entahlah, sepertinya kebebasan untuk memperoleh hal
hal paling hakiki dalam hidupku, kebebasan menjalankan hidupku
suamiku : ssstt, itu rahasia, nanti malam kubisikkan di telingamu ^^
kau..: apa arti merdeka buatmu?
dan aku belum bertanya pada mbak jem tukang sayurku, pak rus
satpam kompleks, lik paijo tukang telur goreng langganan anakku,
mbak mun perancang baju dengan harga damai (25.000 rupiah saja per
baju), mpok mini tukang kerupuk keliling, nina anak tetangga yang
lahir dari keluarga berantakan, si jono yang berumur 8 tahun yang
tiap pagi, siang sore, menyapa di perempatan meminta sedekah, ugh
dan beriburibu orang di sana di luar rumah kita.
jadi apa arti merdeka ?
pati, 16 agustus 2010
dulu, ketika setiap orang berdiri di bawah satu tujuan, satu bendera
merdeka dari penjajahan.
sekarang? begitu bnyak konsep merdeka, begitu individualistis,
begitu gender, begitu terkotak kotak, begitu bias dan biasa
ya, karena untuk hal hal paling hakiki pun, untuk hal hal paling
biasapun, kemedekaan itu harus susah payah ditegakkan
mari duduk sejenak dan kita berbincang secara imajiner :'apa arti merdeka bagimu?" :
nenek tua di persimpangan : merdeka adalah menutup mataku ketika Dia
memanggilku tanpa resah memikirkan makan anak cucuku
pak rusmin mang becak langganan : merdeka adalah mampu memenuhi
kebutuhan anak istri dengan hasil menarik becak seharian yang hanya
sekitar 30.000 rupiah saja
waria di salon depan : merdeka adalah ketika orangorang memaklumi
keberadaan kaumku dan melihat kami sebagai manusia
andi teman bermain si sulung : masuk sekolah lanjutan tanpa perlu pusing
uang pendaftaran, uang seragam an ongkos seharihari
anakku yang bungsu : merdeka adalah...horeeeee hari ini tak ada PR,
tak ada les, boleh main kembang api di lapangan mah?
anakku yang sulung : merdeka adalaj hak segala bangsa,..blablabla,..
(wow dia dibilang dukun IPS, karena nilai hapalan IPS nya selalu tinggi,
ah anakku sayang )
luni gadis berambut merah depan tumah : merdeka? hehe itu nama cafe
karaoke tempatku kerja, mbak (glek!!)
aku :...entahlah, sepertinya kebebasan untuk memperoleh hal
hal paling hakiki dalam hidupku, kebebasan menjalankan hidupku
suamiku : ssstt, itu rahasia, nanti malam kubisikkan di telingamu ^^
kau..: apa arti merdeka buatmu?
dan aku belum bertanya pada mbak jem tukang sayurku, pak rus
satpam kompleks, lik paijo tukang telur goreng langganan anakku,
mbak mun perancang baju dengan harga damai (25.000 rupiah saja per
baju), mpok mini tukang kerupuk keliling, nina anak tetangga yang
lahir dari keluarga berantakan, si jono yang berumur 8 tahun yang
tiap pagi, siang sore, menyapa di perempatan meminta sedekah, ugh
dan beriburibu orang di sana di luar rumah kita.
jadi apa arti merdeka ?
pati, 16 agustus 2010
yang tak pernah usai
/1/
lagilagi rancangan baju anak yang salah
sepasang baju monyet yang sedang naik daun
anakanak itu dipersulit wc umum
ketika dengan anggun hendak buang air kecil
mereka menatapku kini dengan wajah terkhianati
berdiri dengan ujung baju basah entah terkena kencing siapa
/2/
di lipatan surat kabar itu puisimu berserak
kubaca lambatlambat bait demi bait
hurufhurufnya berjatuhan ke pangkuanku
perasaanku sama seperti sore itu
ketika helaihelai bunga jambu memenuhi kepala dan gaunku
'apakah tanah yang memanggilmu luruh
ataukah hujan yang mengajarimu jatuh?'
/3/
maaf, belum kubaca emailmu
aku hanya lelah bertemu wajahwajah maya
dengan pesona perasaan yang terlihat nyata
katakata mulai bertumpang tindih
sebagian nyata sebagian maya
sebagian maya sebagian nyata
entah mana bertumpang mana
lalu peran malaikat dan beelzebub
mulai bersatir dalam tayangan berulang
/4/
matahari bergeser diamdiam tapi kabut tak juga pergi
di deretan bangkubangku kayu panjang itu
firman dan khalam tercurah meruah
menempel di kelepak jas, di keliman rok
di saku kemeja, di hak sepatu, di rumitnya jalinan sanggul
layaknya filmfil tua dalam gerak lambat
bajubaju itu dikibaskan dan digantung di balik pintu
hari berlanjut dalam setelan seharihari
bebas firman yang menempel
(pati, 16082010)
lagilagi rancangan baju anak yang salah
sepasang baju monyet yang sedang naik daun
anakanak itu dipersulit wc umum
ketika dengan anggun hendak buang air kecil
mereka menatapku kini dengan wajah terkhianati
berdiri dengan ujung baju basah entah terkena kencing siapa
/2/
di lipatan surat kabar itu puisimu berserak
kubaca lambatlambat bait demi bait
hurufhurufnya berjatuhan ke pangkuanku
perasaanku sama seperti sore itu
ketika helaihelai bunga jambu memenuhi kepala dan gaunku
'apakah tanah yang memanggilmu luruh
ataukah hujan yang mengajarimu jatuh?'
/3/
maaf, belum kubaca emailmu
aku hanya lelah bertemu wajahwajah maya
dengan pesona perasaan yang terlihat nyata
katakata mulai bertumpang tindih
sebagian nyata sebagian maya
sebagian maya sebagian nyata
entah mana bertumpang mana
lalu peran malaikat dan beelzebub
mulai bersatir dalam tayangan berulang
/4/
matahari bergeser diamdiam tapi kabut tak juga pergi
di deretan bangkubangku kayu panjang itu
firman dan khalam tercurah meruah
menempel di kelepak jas, di keliman rok
di saku kemeja, di hak sepatu, di rumitnya jalinan sanggul
layaknya filmfil tua dalam gerak lambat
bajubaju itu dikibaskan dan digantung di balik pintu
hari berlanjut dalam setelan seharihari
bebas firman yang menempel
(pati, 16082010)
lelaki dan senja
seorang lelaki bersekutu dengan senja, entah apa
yang mereka perbincangkan, mereka serupa
kawan lama yang baru berjumpa, sepertinya
mereka sedang merancang strategi untuk
melipat malam hingga dapat bersua dan
bercengkarama dengan pagi nan cantik lebih
cepat, atau barangkali mereka justru sedang
meramu malam hingga dapat berjaga dan
bertahan lebih lama dan tak terusir pagi,
entahlah mana yang benar, namun lelaki itu
serupa kekasih yang mendekap senja bagai
belahan jiwanya, dan betapa wajah senja
luruh pada wajahnya dalam guratan guratan
yang dalam
pati, 14 agustus 2010
yang mereka perbincangkan, mereka serupa
kawan lama yang baru berjumpa, sepertinya
mereka sedang merancang strategi untuk
melipat malam hingga dapat bersua dan
bercengkarama dengan pagi nan cantik lebih
cepat, atau barangkali mereka justru sedang
meramu malam hingga dapat berjaga dan
bertahan lebih lama dan tak terusir pagi,
entahlah mana yang benar, namun lelaki itu
serupa kekasih yang mendekap senja bagai
belahan jiwanya, dan betapa wajah senja
luruh pada wajahnya dalam guratan guratan
yang dalam
pati, 14 agustus 2010
stasiun
aku bertemu denganmu di suatu perhentian kereta
lewat sebuah jendela buram tak bertirai
kucari kau ketika waktu semakin tua
namun bahkan bayangmu pun tak kutemui
rupanya
kau sebuah wajah di balik jendela
pada sebuah kota yang tak lagi tersinggahi
kereta ini melaju satu arah
pati, 14 agustus 2010
lewat sebuah jendela buram tak bertirai
kucari kau ketika waktu semakin tua
namun bahkan bayangmu pun tak kutemui
rupanya
kau sebuah wajah di balik jendela
pada sebuah kota yang tak lagi tersinggahi
kereta ini melaju satu arah
pati, 14 agustus 2010
Jumat, 13 Agustus 2010
hari yang sederhana
kau bisa memilih menjadi ranting, menjadi daun,
menjadi bintang, menjadi batu, menjadi angin
atau apapun itu
namun berhentilah menjadi bayang
yang menghantui jalanku
kau bisa memilih berkata kata, dalam bahasa
yang kumengerti ataupun tidak, atau berteriak,
atau memaki, atau menjerit
atau apapun itu
namun berhentilah memamah sunyi
yang riuh di benakku
dan syair ini mulai menjadi candu
berkatakata pada bayangmu
bersajaksajak pada sunyimu
dan aku lelah
bisakah kau kembalikan hari sederhana
pada secangkir kopi dan selembar sore?
pati, 13 agustus 2010
menjadi bintang, menjadi batu, menjadi angin
atau apapun itu
namun berhentilah menjadi bayang
yang menghantui jalanku
kau bisa memilih berkata kata, dalam bahasa
yang kumengerti ataupun tidak, atau berteriak,
atau memaki, atau menjerit
atau apapun itu
namun berhentilah memamah sunyi
yang riuh di benakku
dan syair ini mulai menjadi candu
berkatakata pada bayangmu
bersajaksajak pada sunyimu
dan aku lelah
bisakah kau kembalikan hari sederhana
pada secangkir kopi dan selembar sore?
pati, 13 agustus 2010
jalan tak bernama
aku kagum melihatmu
gerbong tua yang terus melaju
tanpa masinis tanpa rel tanpa rambu
di atas jalan tak bernama
ah, mungkin bernama
hanya saja terlalu rancu di lidah
aku tak punya belati, kau tau
sama seperti seseorang bertanda di jidat itu
'wanitaku' itukah sebutannya?
kami hanya punya pisau kecil
mengiris seledri memotong bawang
lalu bertebaran di atas supmu
dan hari ini kami sepakat memakainya
mengiris kata demi kata
dan menaburnya di pusara rindu
ah cinta, ramuan gaib yang hadir seperti biasa
di taman, di langit, di jalan, di telepon
sesore kemarin dia ada di sakuku
terlipat seiring hari yang semakin tua
dan entah bagaimana hilang menguap
hari ini ketika melihatmu melaju
di atas jalan tak bernama
aku bertanyatanya
di persimpangan manakah kiranya
kau berhenti lalu memunguti
ramburambu yang kau cecerkan
barangkali akan kau temukan taburan
katakata yang telah kami iris setajam luka
pati, 13 agustus 2010
gerbong tua yang terus melaju
tanpa masinis tanpa rel tanpa rambu
di atas jalan tak bernama
ah, mungkin bernama
hanya saja terlalu rancu di lidah
aku tak punya belati, kau tau
sama seperti seseorang bertanda di jidat itu
'wanitaku' itukah sebutannya?
kami hanya punya pisau kecil
mengiris seledri memotong bawang
lalu bertebaran di atas supmu
dan hari ini kami sepakat memakainya
mengiris kata demi kata
dan menaburnya di pusara rindu
ah cinta, ramuan gaib yang hadir seperti biasa
di taman, di langit, di jalan, di telepon
sesore kemarin dia ada di sakuku
terlipat seiring hari yang semakin tua
dan entah bagaimana hilang menguap
hari ini ketika melihatmu melaju
di atas jalan tak bernama
aku bertanyatanya
di persimpangan manakah kiranya
kau berhenti lalu memunguti
ramburambu yang kau cecerkan
barangkali akan kau temukan taburan
katakata yang telah kami iris setajam luka
pati, 13 agustus 2010
ungu
ungu
tak bisa kau pisahkan biru merah yang membentuk
kesejatian sebagaimana adanya ia
seperti tak bisa kau pisahkan
duka yang membebat erat jandajanda
atau keagungan sinar takhta sang raja
ungu
ada dalam lengkung akhir pelangi
bersatu dalam lebam lingkar matamu
membaur dalam misteri langit penghujung senja
dicinta dan dibenci
ungu
jika itu aku,
di ujung mana kau simpan?
pati, 13 agustus 2010
tak bisa kau pisahkan biru merah yang membentuk
kesejatian sebagaimana adanya ia
seperti tak bisa kau pisahkan
duka yang membebat erat jandajanda
atau keagungan sinar takhta sang raja
ungu
ada dalam lengkung akhir pelangi
bersatu dalam lebam lingkar matamu
membaur dalam misteri langit penghujung senja
dicinta dan dibenci
ungu
jika itu aku,
di ujung mana kau simpan?
pati, 13 agustus 2010
kupu kupu
sebuah kupukupu kertas menempel pada ranting kering
'ini buatmu, takkan menjadi ulat ia, takan layu,
jika hilang, hanyalah hilang...'
aku terpana pada pendar serupa kupukupu
yang berkeriap di sekeliling bola matamu
telaga bening yang menenggelamkan
mentari, rembulan dan bintang
dan melukiskannya di langit kelam mimpiku
pati, 12 agustus 2010
'ini buatmu, takkan menjadi ulat ia, takan layu,
jika hilang, hanyalah hilang...'
aku terpana pada pendar serupa kupukupu
yang berkeriap di sekeliling bola matamu
telaga bening yang menenggelamkan
mentari, rembulan dan bintang
dan melukiskannya di langit kelam mimpiku
pati, 12 agustus 2010
mengingatmu
siang yang tanggung untuk diam dan mengingatmu, awan itu
tepat menutup matahari, seperti sejumput kenangan yang
menutup hari dalam isak panjang, ataukah ini hanya
sekedar imbas badai api, sesaat sebelum matahari padam?
di depanku, kolam keruh meributkan daudaun teratai busuk,
menutupi permukaan mengaburkan kedangkalan, dan
seekor lele jumawa memancarkan kegagahannya dalam
seringai lebar sungut yang panjang
apa yang dirisaukan seekor burung gereja ketika
bertengger manis di tepi kolam itu?
benarbenar siang yang tanggung untuk diam
dan mengingatmu
pati, 11 agustus 2010
tepat menutup matahari, seperti sejumput kenangan yang
menutup hari dalam isak panjang, ataukah ini hanya
sekedar imbas badai api, sesaat sebelum matahari padam?
di depanku, kolam keruh meributkan daudaun teratai busuk,
menutupi permukaan mengaburkan kedangkalan, dan
seekor lele jumawa memancarkan kegagahannya dalam
seringai lebar sungut yang panjang
apa yang dirisaukan seekor burung gereja ketika
bertengger manis di tepi kolam itu?
benarbenar siang yang tanggung untuk diam
dan mengingatmu
pati, 11 agustus 2010
kepadamu hendak kutuliskan...
kepadamu hendak kutuliskan perjalanan sebentuk debu
debu yang tersangkut di ujung pundak bajumu
terlontar dan menari nari ia di pusaran sinar
ketika jemarimu menepiskannya...
sebentuk debu dalam ketakberdayaan
tersangkut lembut di puncak rambut seorang gadis
seorang gadis yang dengan setia berdiri dalam bayangmu
disisirnya rambutnya dengan sebentuk sisir kayu
terlemparlah sang debu dalam pusaran angin
angin kibasan rambut sang nona
sebentuk debu dalam kepasrahan
menempel di ujung sapu ijuk si mbok
si mbok yang setia mengibas debu keluar rumah
sebentuk debu melayang terbang jatuh di rerumputan
dalam ketakbergemingan disambutnya pinangan embun
yang meluruhkannya jatuh ke bumi
sebentuk debu kembali ke tempat dimana dia berasal
kepadamu hendak kutuliskan perjalanan diriku
yang entah mengapa aku merasa serupa sebentuk debu...
pati, 12 agustus 2010
debu yang tersangkut di ujung pundak bajumu
terlontar dan menari nari ia di pusaran sinar
ketika jemarimu menepiskannya...
sebentuk debu dalam ketakberdayaan
tersangkut lembut di puncak rambut seorang gadis
seorang gadis yang dengan setia berdiri dalam bayangmu
disisirnya rambutnya dengan sebentuk sisir kayu
terlemparlah sang debu dalam pusaran angin
angin kibasan rambut sang nona
sebentuk debu dalam kepasrahan
menempel di ujung sapu ijuk si mbok
si mbok yang setia mengibas debu keluar rumah
sebentuk debu melayang terbang jatuh di rerumputan
dalam ketakbergemingan disambutnya pinangan embun
yang meluruhkannya jatuh ke bumi
sebentuk debu kembali ke tempat dimana dia berasal
kepadamu hendak kutuliskan perjalanan diriku
yang entah mengapa aku merasa serupa sebentuk debu...
pati, 12 agustus 2010
Selasa, 10 Agustus 2010
puisiku tak memerlukan falsetto
aku hendak menggembalakan diriku
di padangpadang yang tak melirihkan kau
yang serupa bisu
ketika sebelumnya kau serupa falsetto riuh
tak kumengerti, sungguh
tak kan kusentuh sunyi yang kau pilih
sunyi yang mendekap riuhmu
mendekap diam
dan diam itu ada diantara kau dan aku
serupa dingin di padangpadang bisu
pati, 10 agustus 2010
di padangpadang yang tak melirihkan kau
yang serupa bisu
ketika sebelumnya kau serupa falsetto riuh
tak kumengerti, sungguh
tak kan kusentuh sunyi yang kau pilih
sunyi yang mendekap riuhmu
mendekap diam
dan diam itu ada diantara kau dan aku
serupa dingin di padangpadang bisu
pati, 10 agustus 2010
peziarah terakhir
------kau
rimba yang menumpahkan hujan dikepalaku, di daundaun
gugur menyerupai tangis, membisikan katakata mesra malumalu
di ujungujung sinar yang enggan turun
-------
lautan yang menggiring camar memenuhi langitku, serupa
pasir yang berhasil ditunggangi resah, lembab basah
bertepian pesisir rindu yang meruah
-------
jalanan sunyi berkabut tak berujung, memanggul angin
sepanjang trotoar tak berambu, lengang , menyurutkan
langkah orang asing tak berarah
------
kini kau serupa nyeri tak bersumber yang enggan hilang
dari ujung lidah, memahkotai wajahku dengan lingkar
tahun serupa pemahat mengukir pada tempaannya ulir
tak menyerupa
dan aku serupa mati bagimu yang diserukan orang di
loronglorong, dan kau peziarah di baris terakhir
berkalungkan duka hitam
pati, 9 agustus 2010
rimba yang menumpahkan hujan dikepalaku, di daundaun
gugur menyerupai tangis, membisikan katakata mesra malumalu
di ujungujung sinar yang enggan turun
-------
lautan yang menggiring camar memenuhi langitku, serupa
pasir yang berhasil ditunggangi resah, lembab basah
bertepian pesisir rindu yang meruah
-------
jalanan sunyi berkabut tak berujung, memanggul angin
sepanjang trotoar tak berambu, lengang , menyurutkan
langkah orang asing tak berarah
------
kini kau serupa nyeri tak bersumber yang enggan hilang
dari ujung lidah, memahkotai wajahku dengan lingkar
tahun serupa pemahat mengukir pada tempaannya ulir
tak menyerupa
dan aku serupa mati bagimu yang diserukan orang di
loronglorong, dan kau peziarah di baris terakhir
berkalungkan duka hitam
pati, 9 agustus 2010
secret admirer, kaukah itu ?
------untukmu nie
sepertinya aku terlalu rajin mencarimu
atau kau yang terlalu sering menampakkan diri
aku melihatmu di awan
aku melihatmu di hujan
aku melihatmu di kepak sayap
aku melihatmu di ranting patah
aku melihatmu di genangan air
maka aku akan belajar cara melipat puisi
menjadi kapal atau sekedar layangan
belajar menumbuhkan sayap di badan puisiku
belajar menjelma tunas tunas puisi
belajar melangkah bersama puisi yang mampu
bercermin dalam genangan, tak peduli
jika hal itu membuatnya kuyup
sepertinya aku harus mulai mencarimu
dalam gelap yang memenuhi kamar
karena puisiku mulai menjelma mimpi
mimpi yang rajin menjumpaimu
pati, 9 september 2010
sepertinya aku terlalu rajin mencarimu
atau kau yang terlalu sering menampakkan diri
aku melihatmu di awan
aku melihatmu di hujan
aku melihatmu di kepak sayap
aku melihatmu di ranting patah
aku melihatmu di genangan air
maka aku akan belajar cara melipat puisi
menjadi kapal atau sekedar layangan
belajar menumbuhkan sayap di badan puisiku
belajar menjelma tunas tunas puisi
belajar melangkah bersama puisi yang mampu
bercermin dalam genangan, tak peduli
jika hal itu membuatnya kuyup
sepertinya aku harus mulai mencarimu
dalam gelap yang memenuhi kamar
karena puisiku mulai menjelma mimpi
mimpi yang rajin menjumpaimu
pati, 9 september 2010
abang, kita harus memasang bendera
abang,
kita harus kembali memasang bendera bang,
bendera yang telah lama kita lipat
dan kita simpan di sudut terdalam laci
itu tanda merdeka ya bang, jika kita kibarkan
dia di depan rumah pada sebilah bambu?
sementara muka muka kita tak lebih bak
bendera bendera lusuh, kalah, tanda menyerah
abang,
anak anak kampung sebelah fasih sekali
bermain semapur dari sobekan bendera partai
yang koyak dan tertiup angin
mereka belajar meneriakkan peluh bapak ibunya
yang diupah sepiring nasi jagung dan selembar
kertas utang yang tak pernah kosong
dengan kata kata tanpa suara
ah, bendera partai itu lebih gagah dari bendera kita
lihat bang, bendera kita terjepit di semarak warna itu
abang,
merah itu lambang darah ya bang, darahku, darahmu
yang senantiasa merah walau kita hanya makan nasi garam
apa karena daun singkong yang kita petik di pinggir kali
kata orang banyak vitaminnya ya bang?
tapi merah itu tanda berani bang, beranikah abang?
menyuarakan ketakadilan yang kita alami
tak mungkin kita kehilangan sesuatu lagi bang,
karena tiada yang kita miliki selain kemerdekaan membuka hari
ah, justru itu yang berharga ya bang
hanya maafkan aku bang, hatiku tak bisa putih
terlalu banyak empedu yang meracuninya
abang,
kita harus kembali memasang bendera bang,
di depan rumah kita pada sebilah bambu
barangkali....barangkali
kibarannya memancang mimpi
dalam merdeka kita, aku dan kau
sama sama memiliki negeri ini
hidup layak dalam naungan bundanya: ibu pertiwi
pati, 8 agustus 2010
kita harus kembali memasang bendera bang,
bendera yang telah lama kita lipat
dan kita simpan di sudut terdalam laci
itu tanda merdeka ya bang, jika kita kibarkan
dia di depan rumah pada sebilah bambu?
sementara muka muka kita tak lebih bak
bendera bendera lusuh, kalah, tanda menyerah
abang,
anak anak kampung sebelah fasih sekali
bermain semapur dari sobekan bendera partai
yang koyak dan tertiup angin
mereka belajar meneriakkan peluh bapak ibunya
yang diupah sepiring nasi jagung dan selembar
kertas utang yang tak pernah kosong
dengan kata kata tanpa suara
ah, bendera partai itu lebih gagah dari bendera kita
lihat bang, bendera kita terjepit di semarak warna itu
abang,
merah itu lambang darah ya bang, darahku, darahmu
yang senantiasa merah walau kita hanya makan nasi garam
apa karena daun singkong yang kita petik di pinggir kali
kata orang banyak vitaminnya ya bang?
tapi merah itu tanda berani bang, beranikah abang?
menyuarakan ketakadilan yang kita alami
tak mungkin kita kehilangan sesuatu lagi bang,
karena tiada yang kita miliki selain kemerdekaan membuka hari
ah, justru itu yang berharga ya bang
hanya maafkan aku bang, hatiku tak bisa putih
terlalu banyak empedu yang meracuninya
abang,
kita harus kembali memasang bendera bang,
di depan rumah kita pada sebilah bambu
barangkali....barangkali
kibarannya memancang mimpi
dalam merdeka kita, aku dan kau
sama sama memiliki negeri ini
hidup layak dalam naungan bundanya: ibu pertiwi
pati, 8 agustus 2010
ketika luka sesuatu yang biasa
Dan serentak angin diam
Suara menghilang
Sayup sayup deru mobil yang tertinggal
: aku pergi
Dan keheninganpun pecah
Jatuh berderai menghujam ribuan luka
Dan sama sepertiku, kau tercenung di situ
Sefamilier itukah kita pada luka?
(It's for u, who told me that something happened to him last night, please keep fight)
Semarang, 8 agustus 2010
Suara menghilang
Sayup sayup deru mobil yang tertinggal
: aku pergi
Dan keheninganpun pecah
Jatuh berderai menghujam ribuan luka
Dan sama sepertiku, kau tercenung di situ
Sefamilier itukah kita pada luka?
(It's for u, who told me that something happened to him last night, please keep fight)
Semarang, 8 agustus 2010
hanyut
hanyut...
kelabilan
menghajar segala batas
ah, pretty depan rumah pegawai cafe
yang gerbangnya kini digembok
lebih pintar dari ini
tiga langkah ke depan, stop
tiga langkah ke samping, stop
hanyut...
sebuah rentang yang terhenti
hanya ketika tersangkut
ranting kering yang kau cokel paksa
mencuat melawan arus
hanyut...
memuara di sedimen gerusan waktu
terhisap jauh ke dasar, hilang
bagaimana bisa kau biarkan permukaan tetap tenang?
segala hal yang timbul tenggelam
yang senantiasa kita pandangi dari tepian
sungai hidup ini, adalah kau dan aku
hanyut...
pati, 6 agustus 2010
kelabilan
menghajar segala batas
ah, pretty depan rumah pegawai cafe
yang gerbangnya kini digembok
lebih pintar dari ini
tiga langkah ke depan, stop
tiga langkah ke samping, stop
hanyut...
sebuah rentang yang terhenti
hanya ketika tersangkut
ranting kering yang kau cokel paksa
mencuat melawan arus
hanyut...
memuara di sedimen gerusan waktu
terhisap jauh ke dasar, hilang
bagaimana bisa kau biarkan permukaan tetap tenang?
segala hal yang timbul tenggelam
yang senantiasa kita pandangi dari tepian
sungai hidup ini, adalah kau dan aku
hanyut...
pati, 6 agustus 2010
pekarangan tak biasanya nampak seindah ini
Boneka beruang lusuh, kembali ada di kaki meja. Kali ini kubiarkan.
Sudah berapa lama kau temani tidur anakku? Terlongong longong
di bangku berlumut, betapa gigihnya ilalang depan rumah, tak peduli
seribu kali dicabut, seribu kali pula dia tumbuh. Pagar yang setia, dan
serakan sandal sepanjang jalan masuk. Ah, kaki anakku telah panjang,
kakiku tenggelam di sandal kodoknya. Dimanakah mereka esok kelak?
Desis detik yang lewat menjadi suara bergemuruh, melaju dengan
gerbong kosong, aku muatannya yang terakhir. Sehelai daun jambu
kering jatuh ke pangkuan. Kubiarkan.Itu aku, anakku hijau berseri
di ujung ujung ranting. Dan seketika itu pekarangan nampak begitu
indah. Aku terima hari ini dulu.
pati, 5 agustus 2010
Sudah berapa lama kau temani tidur anakku? Terlongong longong
di bangku berlumut, betapa gigihnya ilalang depan rumah, tak peduli
seribu kali dicabut, seribu kali pula dia tumbuh. Pagar yang setia, dan
serakan sandal sepanjang jalan masuk. Ah, kaki anakku telah panjang,
kakiku tenggelam di sandal kodoknya. Dimanakah mereka esok kelak?
Desis detik yang lewat menjadi suara bergemuruh, melaju dengan
gerbong kosong, aku muatannya yang terakhir. Sehelai daun jambu
kering jatuh ke pangkuan. Kubiarkan.Itu aku, anakku hijau berseri
di ujung ujung ranting. Dan seketika itu pekarangan nampak begitu
indah. Aku terima hari ini dulu.
pati, 5 agustus 2010
kau menikam punggungku
jika hari berwajah dan bertubuh
sepertinya aku sedang bergelantungan di ketiaknya
diantara wajah wajah masam, lirikan anyir, dan gumaman apak
dan kau
sudah cukup, tak usah kau tambahi, atau barangkali
aku sedang bergelantungan di sela giginya
menghitung sampah serapahmu yang dengan indahnya
kau sanjungkan lewat pujian
dan kau,
tak mengerti jugakah?
aku lebih memilih pukulanmu
sebab senyummu menikam punggungku
membuatku mati jauh di dalam
pati, 4 agustus 2010
sepertinya aku sedang bergelantungan di ketiaknya
diantara wajah wajah masam, lirikan anyir, dan gumaman apak
dan kau
sudah cukup, tak usah kau tambahi, atau barangkali
aku sedang bergelantungan di sela giginya
menghitung sampah serapahmu yang dengan indahnya
kau sanjungkan lewat pujian
dan kau,
tak mengerti jugakah?
aku lebih memilih pukulanmu
sebab senyummu menikam punggungku
membuatku mati jauh di dalam
pati, 4 agustus 2010
untukmu
puisimu bagai sebuah surat terbuka untukku, aku hanya merasa
telah kehilangan sebuah amplop yang selalu kau jilat sisinya,
liurmu pengganti parfum yang katamu norak padahal itu selalu
berhasil dulu membeli sebuah hati perawan, aku membaca tanda
puisimu dan jeda diantaranya, kupikir kucoba jawab saja tanyamu
ya?
kau bertanya tentang buntelan beban yang selalu kubawa
dipunggungku, ah, kau salah, itu cuma bungkusan matahari,
rembulan dan bintangku sendiri yang enggan kupinjamkan
pada langit, takut mereka dibawa orang dan aku tak kebagian,
bukankah dibawah langit ini setiap orang harus saling berebut
dan mengklaim agar tak tersingkir?
kau bertanya tentang sakuku yang penuh warna, mengapa tidak?
semua warna telah hilang kau tau? pohon melahirkan daun hitam,
buah gelap berulat, langit kelabu berbeban sangat, dan cahaya yang
ada hanya putih menampilkan hitam, atau hitam menampilkan putih
kau bertanya tentang puisi puisi tuaku, ah biar saja, aku lelah
menjilati helai helainya biar bisa menempel, jadi kubiarkan saja
mereka dengan kebebasannya untuk berlari atau terbang sekalian,
adakah yang tersasar di mejamu?
"dan kedalaman apa yang selalu mereka ributkan?
sedang dasar tak pernah mengalas, tak terlihat
atau mataku sajakah yang telah tercuri lalat dan
menggantinya dengan mata faset?
pantas saja aku selalu membentur kaca jendela
aku tak pandai melihatnya"
pati, 4 agustus 2010
telah kehilangan sebuah amplop yang selalu kau jilat sisinya,
liurmu pengganti parfum yang katamu norak padahal itu selalu
berhasil dulu membeli sebuah hati perawan, aku membaca tanda
puisimu dan jeda diantaranya, kupikir kucoba jawab saja tanyamu
ya?
kau bertanya tentang buntelan beban yang selalu kubawa
dipunggungku, ah, kau salah, itu cuma bungkusan matahari,
rembulan dan bintangku sendiri yang enggan kupinjamkan
pada langit, takut mereka dibawa orang dan aku tak kebagian,
bukankah dibawah langit ini setiap orang harus saling berebut
dan mengklaim agar tak tersingkir?
kau bertanya tentang sakuku yang penuh warna, mengapa tidak?
semua warna telah hilang kau tau? pohon melahirkan daun hitam,
buah gelap berulat, langit kelabu berbeban sangat, dan cahaya yang
ada hanya putih menampilkan hitam, atau hitam menampilkan putih
kau bertanya tentang puisi puisi tuaku, ah biar saja, aku lelah
menjilati helai helainya biar bisa menempel, jadi kubiarkan saja
mereka dengan kebebasannya untuk berlari atau terbang sekalian,
adakah yang tersasar di mejamu?
"dan kedalaman apa yang selalu mereka ributkan?
sedang dasar tak pernah mengalas, tak terlihat
atau mataku sajakah yang telah tercuri lalat dan
menggantinya dengan mata faset?
pantas saja aku selalu membentur kaca jendela
aku tak pandai melihatnya"
pati, 4 agustus 2010
Rabu, 04 Agustus 2010
menu yang sama ketika kita lupa
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
dan kita biarkan bel alarm
menjerit jerit sampai muak sendiri
susu panas ditinggal tak tersentuh
mie kuah masih ngebul kini telah mekar
menu yang sama ketika lupa
membiarkan alarm sampai muak sendiri
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
kau lupa membeli pesananku
di hari minggu dua hari lalu
harian minggu yang selalu kuributkan
itu tiketku bukan? tiket sajak sajakku yang renta
serenta hasratku yang entah kemana
aku tau halamannya telah penuh tulisan
tapi siapa yang tau ada yang tak jadi mati hari ini
hingga sajakku bisa ditempel di bagian obituari
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
menutup pagar depan dan menguncinya
menu yang sama ketika kita lupa
pengamen itu mulai menyanyikan lagu alarm
yang sesubuh tadi kita biarkan menjerit
hingga muak sendiri
pati, 4 agustus 2010
aku lupa, kau lupa
dan kita biarkan bel alarm
menjerit jerit sampai muak sendiri
susu panas ditinggal tak tersentuh
mie kuah masih ngebul kini telah mekar
menu yang sama ketika lupa
membiarkan alarm sampai muak sendiri
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
kau lupa membeli pesananku
di hari minggu dua hari lalu
harian minggu yang selalu kuributkan
itu tiketku bukan? tiket sajak sajakku yang renta
serenta hasratku yang entah kemana
aku tau halamannya telah penuh tulisan
tapi siapa yang tau ada yang tak jadi mati hari ini
hingga sajakku bisa ditempel di bagian obituari
ini hari rabu
aku lupa, kau lupa
menutup pagar depan dan menguncinya
menu yang sama ketika kita lupa
pengamen itu mulai menyanyikan lagu alarm
yang sesubuh tadi kita biarkan menjerit
hingga muak sendiri
pati, 4 agustus 2010
serumpun serunai 3
11
rinai
mestikah menjelma derai
ketika pekatnya kabut
mewajahkan kalut?
12
bibit, bobot, bebet,
masihkah lekat
ketika lindapnya kata di ujung lidah
tak terpeta tingkah, laku dan tata?
13
menabur cinta bersama angin
benih tersebar sekehendak hati
lupa waktu panen yang datang serentak
lalu mana yang dituai, mana yang kau biarkan busuk?
14
pojok pojok rumah terabaikan tak tersapu
berdebu, menjaring laba laba
kubayangkan rindu yang bersarang di pojok hati
usang, sendiri menjaring candu
15
ku ziarahi puisiku
sendiri menikam sunyi
aku bertemu kau dalam nafas
puisiku yang tinggal satu satu
pati 2 agustus 2010
rinai
mestikah menjelma derai
ketika pekatnya kabut
mewajahkan kalut?
12
bibit, bobot, bebet,
masihkah lekat
ketika lindapnya kata di ujung lidah
tak terpeta tingkah, laku dan tata?
13
menabur cinta bersama angin
benih tersebar sekehendak hati
lupa waktu panen yang datang serentak
lalu mana yang dituai, mana yang kau biarkan busuk?
14
pojok pojok rumah terabaikan tak tersapu
berdebu, menjaring laba laba
kubayangkan rindu yang bersarang di pojok hati
usang, sendiri menjaring candu
15
ku ziarahi puisiku
sendiri menikam sunyi
aku bertemu kau dalam nafas
puisiku yang tinggal satu satu
pati 2 agustus 2010
kuterima pinangan angin
kuterima pinangan angin
menjadi rahimnya melindapkan badai,
mencumbu ujung ujung daun, membisikkan nyanyian ranting,
menuntun tarian buih
kuterima pinangan angin
melahirkan kesejukan, meniti setiap hembusan nyanyian
padang sunyi, menggantungnya di pucuk pucuk cemara
dalam irama yang takkan kau pahami
kuterima pinangan angin
menjelma ketakkasatan yang nyata, meniupkan rindu
di tengkukmu, dalam denting buluh bambu yang tergantung
di sudut jendela jiwamu
kuterima pinangan angin
menjadi tangannya yang mendekapmu dalam hening
pati, 2 agustus 2010
menjadi rahimnya melindapkan badai,
mencumbu ujung ujung daun, membisikkan nyanyian ranting,
menuntun tarian buih
kuterima pinangan angin
melahirkan kesejukan, meniti setiap hembusan nyanyian
padang sunyi, menggantungnya di pucuk pucuk cemara
dalam irama yang takkan kau pahami
kuterima pinangan angin
menjelma ketakkasatan yang nyata, meniupkan rindu
di tengkukmu, dalam denting buluh bambu yang tergantung
di sudut jendela jiwamu
kuterima pinangan angin
menjadi tangannya yang mendekapmu dalam hening
pati, 2 agustus 2010
selebihnya itu entah
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
semata mata lidah patah melahirkan kata berbunga layu
menyisakan duri pada hati yang menjelma kawah nanah
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
karena kadang sebuah benak berubah menjadi bengkel
mengasah, mempertajam, memermak kata jauh dari maknanya
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
ternyata badai bukan hanya milik langit sebab kutemukan
pusaran beliung dalam diri mengkandaskan kerapuhan
pati, 1 agustus 2010
semata mata lidah patah melahirkan kata berbunga layu
menyisakan duri pada hati yang menjelma kawah nanah
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
karena kadang sebuah benak berubah menjadi bengkel
mengasah, mempertajam, memermak kata jauh dari maknanya
aku teringat sebagian ucapmu, selebihnya entah
ternyata badai bukan hanya milik langit sebab kutemukan
pusaran beliung dalam diri mengkandaskan kerapuhan
pati, 1 agustus 2010
Minggu, 01 Agustus 2010
litani jarak
Lelaki itu masih saja menari
Tarian dwimuka
Mengiris ngiris kesadaran
Ah wahai mata bathin
Ada jarak yang subur ternyata
Bukan antara aku dan kau
Bukan kau dan dia
Bukan dia dan aku
Ah, antara aku dan 'aku'
Aku yang di depan dan aku yang dibelakang
Aku yang di muka dan aku yang di hati
Aku yang di luar dan aku yang jauh di dalam
Jarak wahai jarak
Dimanakah benihmu?
Aku si penuai yang selalu memanen
Apakah aku juga yang menanam?
Tarian itu masih ditarikan
Tarian dwimuka
Namun kali ini
Akulah sang penari
Pati, 1 agustus 2010
Tarian dwimuka
Mengiris ngiris kesadaran
Ah wahai mata bathin
Ada jarak yang subur ternyata
Bukan antara aku dan kau
Bukan kau dan dia
Bukan dia dan aku
Ah, antara aku dan 'aku'
Aku yang di depan dan aku yang dibelakang
Aku yang di muka dan aku yang di hati
Aku yang di luar dan aku yang jauh di dalam
Jarak wahai jarak
Dimanakah benihmu?
Aku si penuai yang selalu memanen
Apakah aku juga yang menanam?
Tarian itu masih ditarikan
Tarian dwimuka
Namun kali ini
Akulah sang penari
Pati, 1 agustus 2010
ketika langit tak berwarna
Ketika langit
Biru
Dikenakannya baju baju berwarna pelangi, ditaruhnya bintang di kedua matanya, diraihnya aroma embun ganti aroma badannya, disenderkannya mentari di sudut bibirnya, digelarnya karpet puja puji syukur di depan langkahnya
Ketika langit
Kelabu
Digulungnya kembali karpet karpet itu, di taruhnya di gudang jiwa menemani baju berwarna warni, dikenakannya baju hitam sepekat yang mampu dicelupnya dari empedunya yang tercemar, dilemparnya bintang bintang diganti tetesan tertajam hujan yang mendera sungai sungai di dataran pipinya, dipakainya maskara ungu lebam menghias rona wajahnya, aroma embun digantinya dengan aroma kabut duka pekat dan lekat
Ketika langit
Tak berwarna
Maka diapun menjelma serupa wayang
Dalam lakon yang paling absurd
Pati, 31 juli 2010
Biru
Dikenakannya baju baju berwarna pelangi, ditaruhnya bintang di kedua matanya, diraihnya aroma embun ganti aroma badannya, disenderkannya mentari di sudut bibirnya, digelarnya karpet puja puji syukur di depan langkahnya
Ketika langit
Kelabu
Digulungnya kembali karpet karpet itu, di taruhnya di gudang jiwa menemani baju berwarna warni, dikenakannya baju hitam sepekat yang mampu dicelupnya dari empedunya yang tercemar, dilemparnya bintang bintang diganti tetesan tertajam hujan yang mendera sungai sungai di dataran pipinya, dipakainya maskara ungu lebam menghias rona wajahnya, aroma embun digantinya dengan aroma kabut duka pekat dan lekat
Ketika langit
Tak berwarna
Maka diapun menjelma serupa wayang
Dalam lakon yang paling absurd
Pati, 31 juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)