kita hanya patung keras kepala
memahat sajak sajak
mencari kata kata
terjebak kamus
ah biar saja, lalu katamu
itu sajak patung
orang orang mencari jejak patung
'oh patung ini berhasil menjadi dirinya
tak ada jejak yang kami temukan!'
kita kemudian ramai menjelaskan
diam itu jejak
berupaya mencintai adanya
jadi jejak itu cinta
dan kita menjadi patung yang bahagia
memahat sajak sajak cinta yang diam
orang orang mulai membuat
perahu dari sajak
mengapung di air tenang dan bergelombang
pakaian dari sajak
menutup diri serapat yang terbungkus
pagar pagar dari sajak
membenteng semak semak duri
layang layang dari sajak
membalas sapaan angin dan matahari
bendera dari sajak
berkibar menyerukan cinta dan kesunyian
dan kita kembali menjelma patung keras kepala
membuat sajak sajak cinta
yang setia pada diam
tenggelam
koyak
putus
hilang
pati, 28 september 2010
Selasa, 28 September 2010
panggung
sebagian kota bersiap tidur
sebagian bersolek
menyisir tubuh
sebagian memecah batu
menyusun keringat
lampu lampu jalan
jauh dan setia
bagai cahaya panggung
tak peduli lakon yang berlangsung
ada sesuatu yang ganjil
karena aku bagian latar
pati, 27 september 2010
sebagian bersolek
menyisir tubuh
sebagian memecah batu
menyusun keringat
lampu lampu jalan
jauh dan setia
bagai cahaya panggung
tak peduli lakon yang berlangsung
ada sesuatu yang ganjil
karena aku bagian latar
pati, 27 september 2010
sajak hitam
dari balik jendela
semua terlihat sama
langit hitam
daun daun hitam
tanah hitam
batu hitam
barangkali hitam itu
lekat di kaca jendela
rakus memakan semua cahaya
kujauhi jendela
seiring malam yang jauh
pati, 26 september 2010
semua terlihat sama
langit hitam
daun daun hitam
tanah hitam
batu hitam
barangkali hitam itu
lekat di kaca jendela
rakus memakan semua cahaya
kujauhi jendela
seiring malam yang jauh
pati, 26 september 2010
di bawah mendung yang pecah
Langit september, murung, dan tiba tiba pecah berderai derai, memukul kaca jendela, tetesannya berlomba mencapai ambang jendela
Paitua, di luar tak ada penjaja payung sewaan, tak ada taksi dan motorku tak beratap, hanya langit yang murung dan pecah
Hujan sedang terjun bebas rupanya, dentumnya memukul seng seng dapur, jadi teringat film film perang, di salah satu adegannya mereka menggigil berperang di tengah hujan bukan?
Sungguh, sepertinya aku harus melajukan motorku, tak di bawah payung, hanya langit mendung yang pecah
pati, 26 september 2010
Paitua, di luar tak ada penjaja payung sewaan, tak ada taksi dan motorku tak beratap, hanya langit yang murung dan pecah
Hujan sedang terjun bebas rupanya, dentumnya memukul seng seng dapur, jadi teringat film film perang, di salah satu adegannya mereka menggigil berperang di tengah hujan bukan?
Sungguh, sepertinya aku harus melajukan motorku, tak di bawah payung, hanya langit mendung yang pecah
pati, 26 september 2010
Sabtu, 25 September 2010
kredo september
lengan september seperti mengibasku : 'pergi sana, jalan sendiri' duh, aku kelimpungan, jadi kusambar saja ujung bajunya, 'temani aku, temani aku' tak pernah aku semalu ini mendengar rengekanku sendiri
oktober, sang saudara tua, selintas memunculkan wajahnya, aku lupa entah dia tersenyum, entah melengos, hanya kudengar desisnya :'adik kecil, adik kecil, dimana keliman rok rokmu tempat kau sembunyi?' dan sedih itu membenamkan senyumku sendiri : telah lama bukan aku tak ber-rok?
lalu kumpulan hari yang kulupa namanya, menepuk bahuku dengan keramahan yang bisa mereka tawarkan: 'sudahlah, melebur saja dengan kami' dan aku berlari lari meminta seseorang membuatkanku sepotong rok tempatku sembunyi
pati, 25 september 2010
oktober, sang saudara tua, selintas memunculkan wajahnya, aku lupa entah dia tersenyum, entah melengos, hanya kudengar desisnya :'adik kecil, adik kecil, dimana keliman rok rokmu tempat kau sembunyi?' dan sedih itu membenamkan senyumku sendiri : telah lama bukan aku tak ber-rok?
lalu kumpulan hari yang kulupa namanya, menepuk bahuku dengan keramahan yang bisa mereka tawarkan: 'sudahlah, melebur saja dengan kami' dan aku berlari lari meminta seseorang membuatkanku sepotong rok tempatku sembunyi
pati, 25 september 2010
sajak hati
Hati,
pelimbahan,
ungunya duka
birunya rindu
kelamnya sakit
merahnya angkara,
lalu,
dimana sang umbul?
pati, 25 september 2010
pelimbahan,
ungunya duka
birunya rindu
kelamnya sakit
merahnya angkara,
lalu,
dimana sang umbul?
pati, 25 september 2010
ketika cahaya itu padam
Ada wilayah tak berambu, selapis demi selapis mengirismu. Tak ada yang bisa bedakan kau dan udara tipis, menggantung sama sama rendah. Sebenarnya, apa yang mereka tanam di dadanya? Bintang matikah atau hanya lubang hitam
Ada wilayah tak berdenah, kau bisa petik bintang di pinggir kali, atau membuangnya di sumur terdekat yang kau jumpai.
Betapa kelam mata mata itu, mati. Jangankan hati, kadang kupikir betapa ratanya wajah mereka, tak berhidung, tak bertelinga, hanya dua rongga gelap, tak berdasar.
Kulihat betapa matahari mencacah kulitnya, membenamkannya dalam ilusi dunia tak berneraka.
pati, 24 september 2010
Ada wilayah tak berdenah, kau bisa petik bintang di pinggir kali, atau membuangnya di sumur terdekat yang kau jumpai.
Betapa kelam mata mata itu, mati. Jangankan hati, kadang kupikir betapa ratanya wajah mereka, tak berhidung, tak bertelinga, hanya dua rongga gelap, tak berdasar.
Kulihat betapa matahari mencacah kulitnya, membenamkannya dalam ilusi dunia tak berneraka.
pati, 24 september 2010
Jumat, 24 September 2010
kepadamu
ijinkan aku undur
diam
lindap
tolong,
biarkan hari
menggulung sunyi
melipat murung
sejenak saja
: lalu senja turun
hari ini tersudahi
terlupa
lindap
(dan kami sibuk berbagi tempat)
pati, 23 september 2010
diam
lindap
tolong,
biarkan hari
menggulung sunyi
melipat murung
sejenak saja
: lalu senja turun
hari ini tersudahi
terlupa
lindap
(dan kami sibuk berbagi tempat)
pati, 23 september 2010
pekarangan ketika hujan
daun daun jambu basah
menggigil
galau
seseorang sibuk memindahkan jemuran
mengeringkannya dalam pikiran
: esok, biarlah tetap esok
daun daun itu belajar luruh
bersama tetesan hujan
menyambut tanah
dalam hujan
pintu pagar merana
tak ada yang membuka
tak ada yang menutup
pati, 22 september 2010
menggigil
galau
seseorang sibuk memindahkan jemuran
mengeringkannya dalam pikiran
: esok, biarlah tetap esok
daun daun itu belajar luruh
bersama tetesan hujan
menyambut tanah
dalam hujan
pintu pagar merana
tak ada yang membuka
tak ada yang menutup
pati, 22 september 2010
suatu pagi ketika cahaya membangunkan hujan dalam diriku
pada pagi ketika langit terbuka, dan cahaya baru saja didirikan, ada yang memunguti bintang yang kukumpulkan satu satu, lalu sebagian pergi bersama kunang kunang, di luar suara suara riuh dikepakan, namun entah mengapa, merasuk dalam jiwaku menjadi kesunyian yang terasing
kekasihku, bilakah kesenyapan ini berlalu?
aku hanya rindu memunguti serpihan hari
yang terbiasa kau panggul di punggungmu
pati, 21 september 2010
kekasihku, bilakah kesenyapan ini berlalu?
aku hanya rindu memunguti serpihan hari
yang terbiasa kau panggul di punggungmu
pati, 21 september 2010
Kamis, 23 September 2010
generasi warisan
dulu anak anak mudah menggambar bumi
kini mereka bertanya kepadaku,
bagaimana bulat itu diantara kotak
sudut lingkaran kecil dan garis batas?
dulu anak anak pintar mewarnai bumi
sekarang aku bertanya bingung,
mengapa kau gambar langit hitam
daun coklat gunung merah
lalu sisanya hanya abu mengelabu
dulu mereka pintar di bumi
tapi sekarang konon mereka bodoh
karena tak pandai menggambar bumi
karena tak pandai mewarnai
bukankah lantaran kita mereka tersedak pasal pasal itu?
jadi mari berperkara karena terlalu bodoh
mewariskan kebodohan
pati, 19 september 2010
kini mereka bertanya kepadaku,
bagaimana bulat itu diantara kotak
sudut lingkaran kecil dan garis batas?
dulu anak anak pintar mewarnai bumi
sekarang aku bertanya bingung,
mengapa kau gambar langit hitam
daun coklat gunung merah
lalu sisanya hanya abu mengelabu
dulu mereka pintar di bumi
tapi sekarang konon mereka bodoh
karena tak pandai menggambar bumi
karena tak pandai mewarnai
bukankah lantaran kita mereka tersedak pasal pasal itu?
jadi mari berperkara karena terlalu bodoh
mewariskan kebodohan
pati, 19 september 2010
nalar yang menjalar
kupikir, kesedihan bagai sulur merayap
menjerat kaki dan membuatmu terjerembab
kau pintal nafasmu satu satu
namun satu satu paru parumu hilang
cerita terpantul di awan
terburai melekat pada debu di ujung sepatumu
ada batas sedihmu di sana
siapa yang menyangka langkah itu sampai juga disini?
terkadang kesedihan juga bagai lintah gemuk
menempel erat pada lubuk yang menyulap dadaku
menjadi rahim debur isak
bergelombang membuatmu oleng
sungguh, tak bisakah perlahan saja
aku telah terkapar hampir rubuh
pati, 19 september 2010
menjerat kaki dan membuatmu terjerembab
kau pintal nafasmu satu satu
namun satu satu paru parumu hilang
cerita terpantul di awan
terburai melekat pada debu di ujung sepatumu
ada batas sedihmu di sana
siapa yang menyangka langkah itu sampai juga disini?
terkadang kesedihan juga bagai lintah gemuk
menempel erat pada lubuk yang menyulap dadaku
menjadi rahim debur isak
bergelombang membuatmu oleng
sungguh, tak bisakah perlahan saja
aku telah terkapar hampir rubuh
pati, 19 september 2010
rebah
jalan daendels itu terbentang lebar
lengang dan rebah tersambit angin
tiba tiba aku ingin menggambar jendela dan pintu
berjajar terbuka di sisi sisinya
tempatku lari ketika jalanan ini mulai menelanku
angin memecah mecah cintanya untukku
'teduhlah, teduh jika itu yang kau mau' katanya
yang berdendang di kupingku malah pekerja rodi
seperti aku yang tertelan jalan daendels
pati, 20 september 2010
lengang dan rebah tersambit angin
tiba tiba aku ingin menggambar jendela dan pintu
berjajar terbuka di sisi sisinya
tempatku lari ketika jalanan ini mulai menelanku
angin memecah mecah cintanya untukku
'teduhlah, teduh jika itu yang kau mau' katanya
yang berdendang di kupingku malah pekerja rodi
seperti aku yang tertelan jalan daendels
pati, 20 september 2010
koin
sebuah kota tua
yang sepertinya terlalu tua mengejar ketinggalan
anak bertelanjang dengan lagu yang sama
'lemparkan koinnya kakak
lemparkan koinnya ibu'
tahukah dia perlu 8 koin
untuk segelas teh hangat?
ah, kota tua yang hangat
Medan, 18 september 2010
yang sepertinya terlalu tua mengejar ketinggalan
anak bertelanjang dengan lagu yang sama
'lemparkan koinnya kakak
lemparkan koinnya ibu'
tahukah dia perlu 8 koin
untuk segelas teh hangat?
ah, kota tua yang hangat
Medan, 18 september 2010
aku memahamimu
sekiranya gelap menyaru malam
mengendap endap menyusup lubuk
biarlah mata api membakarnya menjadi abu
hingga serapah badai dalam petir dan gelombang
tiada melibas menjadi asap
kusesap sumpahmu
hingga nadir
dalam pasrah kubiarkan alam membacaku
p.siantar, 17 september 2010
mengendap endap menyusup lubuk
biarlah mata api membakarnya menjadi abu
hingga serapah badai dalam petir dan gelombang
tiada melibas menjadi asap
kusesap sumpahmu
hingga nadir
dalam pasrah kubiarkan alam membacaku
p.siantar, 17 september 2010
Selasa, 21 September 2010
benak
kuajak bermain main
menjadi sebuah surat, syair puisi yang karam
menggelinding di antara aku dan kau
menciut menjadi kertas usang
Kuajak menyerupa
kecubung yang tak lelah terbalik
embun yang enggan jatuh
kupu kupu vampir yang menghisap
habis sukmaku
Tiba tiba berjatuhan ke dasar wajan
beraroma petai dan durian
kusaring dalam gelas
“istirahatlah jika lelah”
tetapi teganya ia
mengambil posisi di antara bibir
setelah sebelumnya
bersemayam di dengkul
p.siantar, 17 september 2010
menjadi sebuah surat, syair puisi yang karam
menggelinding di antara aku dan kau
menciut menjadi kertas usang
Kuajak menyerupa
kecubung yang tak lelah terbalik
embun yang enggan jatuh
kupu kupu vampir yang menghisap
habis sukmaku
Tiba tiba berjatuhan ke dasar wajan
beraroma petai dan durian
kusaring dalam gelas
“istirahatlah jika lelah”
tetapi teganya ia
mengambil posisi di antara bibir
setelah sebelumnya
bersemayam di dengkul
p.siantar, 17 september 2010
tentang saat ini
..........: paituaku
melintasi meja makan
anak anak kunci berserak
di atas baki biru
hinggap di mataku
anak kunci pintu depan
anak kunci kamar
anak kunci gerbang
ada jarak dari ruang ke ruang
kekosongan yang beranak pinak
kumengerti, sangat
pernahkah terpikir
ada saat kita menikahi puisi?
p.siantar, 17 september 2010
melintasi meja makan
anak anak kunci berserak
di atas baki biru
hinggap di mataku
anak kunci pintu depan
anak kunci kamar
anak kunci gerbang
ada jarak dari ruang ke ruang
kekosongan yang beranak pinak
kumengerti, sangat
pernahkah terpikir
ada saat kita menikahi puisi?
p.siantar, 17 september 2010
bola lampu
Ibuku sedih, mencari cari bola lampu,
lupa, kami telah menggorengnya kemarin
kini berkelontangan dalam perut
Sepertinya ibu mulai ingat, atau barangkali kelontangan itu menyengat kening ibu
menumbuhkan uban di rambutnya
melukiskan keriput tertelan dalam senyumnya
lantaran itukah nadinya menciut?
Ibuku terbaring di sudut, tak mampu bergerak
namun kelontangan itu sepertinya masih terdengar
mulut ibu menggumamkan kidung
yang selalu berhasil membuat kami terlelap
dulu
kelontangan tak mau senyap
Ibu tak lagi mencari bola lampu,
Tuhan menyiapkan lampu darurat di rumahNya
aku harus tetap mencari
di tengah kelontangan
p.siantar, 17 september 2010
lupa, kami telah menggorengnya kemarin
kini berkelontangan dalam perut
Sepertinya ibu mulai ingat, atau barangkali kelontangan itu menyengat kening ibu
menumbuhkan uban di rambutnya
melukiskan keriput tertelan dalam senyumnya
lantaran itukah nadinya menciut?
Ibuku terbaring di sudut, tak mampu bergerak
namun kelontangan itu sepertinya masih terdengar
mulut ibu menggumamkan kidung
yang selalu berhasil membuat kami terlelap
dulu
kelontangan tak mau senyap
Ibu tak lagi mencari bola lampu,
Tuhan menyiapkan lampu darurat di rumahNya
aku harus tetap mencari
di tengah kelontangan
p.siantar, 17 september 2010
kelak
Tak jenuh jenuh aku berpikir
'kemana arah pulang?'
di lorong kerongkonganku, sarapan pagi menusuk amandel
Adalah hidup,
membenihkan hasrat
mematahkan mimpi
memenjarakan kenangan
membangunkan hantu
Demi cinta
kuhela hujan dari pintuku
membawa matahari di meja makan
panasnya membakar bulu mata
mencipta celah bagi banjir
hujan yang terusir
Telah kusiapkan bahtera, kekasihku
atas nama cinta
menujumu
kelak
p.siantar, 16 september 2010
'kemana arah pulang?'
di lorong kerongkonganku, sarapan pagi menusuk amandel
Adalah hidup,
membenihkan hasrat
mematahkan mimpi
memenjarakan kenangan
membangunkan hantu
Demi cinta
kuhela hujan dari pintuku
membawa matahari di meja makan
panasnya membakar bulu mata
mencipta celah bagi banjir
hujan yang terusir
Telah kusiapkan bahtera, kekasihku
atas nama cinta
menujumu
kelak
p.siantar, 16 september 2010
Rabu, 15 September 2010
doa pada jalan yang bercabang
Di depanku jalan bercabang
aku jeri
karena lelakiku tertinggal di belakang
dengan hatiku di ujung jari
Pada siantar
kuhantar doa doaku
laksana kekasih
biarlah kita bertemu
Dan ular ular yang merayap di hatiku
yang geliat ekornya menutup pandangku
yang melata menggetarkan bibirku
denganketeguhan kuremukkan kepalanya
Dengan hati sejajar tanah
aku berseru pada Tuhan
(Tuhan yang menggenapkan aku dan lelakiku)
biarlah terjadi kembali
hari penggenapan itu
p.siantar, 15 september 2010
aku jeri
karena lelakiku tertinggal di belakang
dengan hatiku di ujung jari
Pada siantar
kuhantar doa doaku
laksana kekasih
biarlah kita bertemu
Dan ular ular yang merayap di hatiku
yang geliat ekornya menutup pandangku
yang melata menggetarkan bibirku
denganketeguhan kuremukkan kepalanya
Dengan hati sejajar tanah
aku berseru pada Tuhan
(Tuhan yang menggenapkan aku dan lelakiku)
biarlah terjadi kembali
hari penggenapan itu
p.siantar, 15 september 2010
panen
di sebuah sudut ladang sunyi, sekelompok pohon jagung meratap
bertanya akan diri yang mengering terbengkalai
pada setiap ketiaknya, mencuat bonggol jagung
kering, kuning, sekeras batu yang berserak tak jauh dari situ
bonggol menengadah pada langit ketika matahari bersinggasana
'kuning mana aku dibanding kau?'
matahari diam, lalu disapanya tanah
'ah, kering mana aku dibanding kau?'
tanah diam, lalu ditanyanya angin
'terlupakan mana aku dibanding kau?'
angin diam dan hanya berlalu
bonggol jagung memulai kembali ritualnya
pada matahari, pada tanah, pada angin
dan diam tetap ritual balasan
di sebuah pondok papan lapuk
seorang lelaki menyerah pada kesunyian
ternyata diri hanyalah daging
yang sanggup berpuasa dalam rentang waktu
ditunggunya selama ini
jagung jagung menguning yang menghiasi periuknya
dengan garam pada pagi, dengan garam pada siang
jika tahan, dengan garam pada malam
lalu hari ini ketika bonggol bonggol itu siap di panen
lelaki itu telah dipanen sang maut terlebih dahulu
dan matahari, dan tanah, dan angin
tak tahu cara apa hendak mengabarkannya
p.siantar, 15 september 2010
bertanya akan diri yang mengering terbengkalai
pada setiap ketiaknya, mencuat bonggol jagung
kering, kuning, sekeras batu yang berserak tak jauh dari situ
bonggol menengadah pada langit ketika matahari bersinggasana
'kuning mana aku dibanding kau?'
matahari diam, lalu disapanya tanah
'ah, kering mana aku dibanding kau?'
tanah diam, lalu ditanyanya angin
'terlupakan mana aku dibanding kau?'
angin diam dan hanya berlalu
bonggol jagung memulai kembali ritualnya
pada matahari, pada tanah, pada angin
dan diam tetap ritual balasan
di sebuah pondok papan lapuk
seorang lelaki menyerah pada kesunyian
ternyata diri hanyalah daging
yang sanggup berpuasa dalam rentang waktu
ditunggunya selama ini
jagung jagung menguning yang menghiasi periuknya
dengan garam pada pagi, dengan garam pada siang
jika tahan, dengan garam pada malam
lalu hari ini ketika bonggol bonggol itu siap di panen
lelaki itu telah dipanen sang maut terlebih dahulu
dan matahari, dan tanah, dan angin
tak tahu cara apa hendak mengabarkannya
p.siantar, 15 september 2010
ketika persahabatan sekeping cookies
ketika kutawarkan diriku
menjadi tepung, menjadi mentega, menjadi telur
dalam takaran seimbang
ternyata tak bisa
karena yang dibutuhkan tinggallah :
gula yang harus selalu manis
sejumput pernak pernik hiasan
kau tinggal menjadi sukade, kismis atau keping coklat
atau ada sejumput lain yang diperlukan : perisa
mana yang kau pilih serupa buah, bunga?
selama beraroma manis, katanya
duh
biarlah jika demikian
sesaat saja biarkan aku menjadi seorang penikmat
cookies buatanmu yang tersaji dalam piring keramik
p.siantar 15 september 2010
menjadi tepung, menjadi mentega, menjadi telur
dalam takaran seimbang
ternyata tak bisa
karena yang dibutuhkan tinggallah :
gula yang harus selalu manis
sejumput pernak pernik hiasan
kau tinggal menjadi sukade, kismis atau keping coklat
atau ada sejumput lain yang diperlukan : perisa
mana yang kau pilih serupa buah, bunga?
selama beraroma manis, katanya
duh
biarlah jika demikian
sesaat saja biarkan aku menjadi seorang penikmat
cookies buatanmu yang tersaji dalam piring keramik
p.siantar 15 september 2010
tentang arah jalan pulang
tunggulah esok, waktuku terbang
sejajar awan, lurus menuju bungabunga tebu
meninggalkan barisan sawit
tegak, berbukubuku lingkar tahun
tiupkan doa untukku sayang
selagi langit masih luas menampung
dan tolong tandai kotaku
dengan pita ungu rindu
lalu tuliskan untukku
:' diantara celahcelah pelepah sawit
aku diam menunggu'
tenunlah hari sayangku,
bersama benang masa lalu dan nanti
hingga kau mampu berdiri di kini
P.
p.siantar , 14 september 2010
sejajar awan, lurus menuju bungabunga tebu
meninggalkan barisan sawit
tegak, berbukubuku lingkar tahun
tiupkan doa untukku sayang
selagi langit masih luas menampung
dan tolong tandai kotaku
dengan pita ungu rindu
lalu tuliskan untukku
:' diantara celahcelah pelepah sawit
aku diam menunggu'
tenunlah hari sayangku,
bersama benang masa lalu dan nanti
hingga kau mampu berdiri di kini
P.
p.siantar , 14 september 2010
inang itu menyerupai indung
inanginang berjalan kaki
di sepanjang jalan menuju Meranti
tak menghitung terjal yang harus didaki
sedang tempayan air disangga leherleher rapuh
bukan pada kereta yang dikayuh
maka ketika aku menempatkan diriku
gegap menanti penjual sayur yang tak lalu
mereka menamparku dengan jitu
aih...aih..., katanya gembira
hari ini indah, eda
(aku teringat waktu asali
apakah indung meyerupa itu
gembira menggembalakan dukanya?)
p.siantar 14 september 2010
di sepanjang jalan menuju Meranti
tak menghitung terjal yang harus didaki
sedang tempayan air disangga leherleher rapuh
bukan pada kereta yang dikayuh
maka ketika aku menempatkan diriku
gegap menanti penjual sayur yang tak lalu
mereka menamparku dengan jitu
aih...aih..., katanya gembira
hari ini indah, eda
(aku teringat waktu asali
apakah indung meyerupa itu
gembira menggembalakan dukanya?)
p.siantar 14 september 2010
Selasa, 14 September 2010
runcing
kerinduan menelanjangi diri
meruncing pada tiap helai gaun
berjejer di tiang jemuran
meminta angin, memohon mentari
dan hujan mengajarkan mendua hati
dalam pesona yang tak pernah termengerti
waktu tersenyum
telah usai, katanya
kunjunganmu pada kerinduan yang senyap
aku berkhayal kapsul waktu
yang saban hari bisa kutunggangi
melipat lipat luas angkasa dalam dompet
seperti karcis waktu berkunjung
: berjagalah di loket, sayangku
waktu terbahak
telah usai, katanya
waktunya terjaga
p.siantar 14 september 2010
meruncing pada tiap helai gaun
berjejer di tiang jemuran
meminta angin, memohon mentari
dan hujan mengajarkan mendua hati
dalam pesona yang tak pernah termengerti
waktu tersenyum
telah usai, katanya
kunjunganmu pada kerinduan yang senyap
aku berkhayal kapsul waktu
yang saban hari bisa kutunggangi
melipat lipat luas angkasa dalam dompet
seperti karcis waktu berkunjung
: berjagalah di loket, sayangku
waktu terbahak
telah usai, katanya
waktunya terjaga
p.siantar 14 september 2010
suatu ketika
Dan di toba kami mengukir waktu
Memahatnya dalam alur paling kerap
Biarlah melimpah yang terekam
'Kami ada bersama waktu
Yang kau ukir tak sedalam
Ukiran rupa kami pada tebing tebing'
Tongging, 11 september 2010
Memahatnya dalam alur paling kerap
Biarlah melimpah yang terekam
'Kami ada bersama waktu
Yang kau ukir tak sedalam
Ukiran rupa kami pada tebing tebing'
Tongging, 11 september 2010
Sabtu, 11 September 2010
laguboti
Nak,
Hendak kubisikkan di telingamu
kisah pada sebuah pohon kehidupan
Ada nama nama tercantum dari akar hingga ke ujung daunnya
Ada namamu di situ
Dan di sinilah akar itu bermula
Laguboti...laguboti
Di jantungnya tersimpan pandora kenangan
Opung opung doli pada tugu tugu batu
Menunggumu, nak
Menuliskan namaku
Pada batu yang kau pahat kelak
Laguboti, 10 september 2010
Hendak kubisikkan di telingamu
kisah pada sebuah pohon kehidupan
Ada nama nama tercantum dari akar hingga ke ujung daunnya
Ada namamu di situ
Dan di sinilah akar itu bermula
Laguboti...laguboti
Di jantungnya tersimpan pandora kenangan
Opung opung doli pada tugu tugu batu
Menunggumu, nak
Menuliskan namaku
Pada batu yang kau pahat kelak
Laguboti, 10 september 2010
tentang waktu yang membeku menurutmu
jeritan beribu klakson membangunkan kota
'hai..ini sebuah hari baru' sebuah ironi ketika
kau membeku didalamnya, waktu berjalan
mundur dalam irama yang hanya dimengerti
seekor semut, bukan aku
sebuah halaman, sebuah pagar, tanpa
pohon jambu, tanpa serakan sandal,
dan aku yang berbagi pagi denganmu
pagi yang sama, benarkah?
siang yang sama, benarkah?
betapa 'senja yang sama' sebuah frase
kerinduan yang kuharap kau mengerti
sayangku,
menulis buatmu adalah sebuah jarak
adalah tentang sesuatu yang hilang
tentang pagi dibawah langit yang sama
dalam rentang jarak dan waktu yang hilang
p.siantar, 9 september 2010
'hai..ini sebuah hari baru' sebuah ironi ketika
kau membeku didalamnya, waktu berjalan
mundur dalam irama yang hanya dimengerti
seekor semut, bukan aku
sebuah halaman, sebuah pagar, tanpa
pohon jambu, tanpa serakan sandal,
dan aku yang berbagi pagi denganmu
pagi yang sama, benarkah?
siang yang sama, benarkah?
betapa 'senja yang sama' sebuah frase
kerinduan yang kuharap kau mengerti
sayangku,
menulis buatmu adalah sebuah jarak
adalah tentang sesuatu yang hilang
tentang pagi dibawah langit yang sama
dalam rentang jarak dan waktu yang hilang
p.siantar, 9 september 2010
...dan BSA pun meriuh pergi...
Martoba
Parluasan
Horas
Ah tidak bang,
Aku pulang ke rumah saja
P.siantar, 8 agustus 2010
Parluasan
Horas
Ah tidak bang,
Aku pulang ke rumah saja
P.siantar, 8 agustus 2010
terasing
kupilih jalan sunyi
jika dengan begitu kumiliki hatiku
namun, ...dimanakah engkau?
kupilih jalan sunyi
jika dalam diamku mampu kuhadapi diriku
entah kau ada atau tidak
kupilih jalan sunyi
walau sunyi membunuhku
p. siantar, 8 september 2010
jika dengan begitu kumiliki hatiku
namun, ...dimanakah engkau?
kupilih jalan sunyi
jika dalam diamku mampu kuhadapi diriku
entah kau ada atau tidak
kupilih jalan sunyi
walau sunyi membunuhku
p. siantar, 8 september 2010
Rabu, 08 September 2010
ada cerita
ada puisi kelabu
pada cerita hujan
'kulukiskan rinduku di pelangi
namun mentari tak memunculkannya'
ada puisi kelabu
di cerita awan
'kukandung setiap butir debu
amarah sinabung yang terlupa'
ketika tiada biru di langit
tak kau temukan hijau di dedaunan
bahkan tiada kilau mentari di bola mata itu
hendak kau taruh dimanakah binar senyummu?
maka ada puisi kelabu
di cerita...mu
p.siantar, 7 agustus 2010
pada cerita hujan
'kulukiskan rinduku di pelangi
namun mentari tak memunculkannya'
ada puisi kelabu
di cerita awan
'kukandung setiap butir debu
amarah sinabung yang terlupa'
ketika tiada biru di langit
tak kau temukan hijau di dedaunan
bahkan tiada kilau mentari di bola mata itu
hendak kau taruh dimanakah binar senyummu?
maka ada puisi kelabu
di cerita...mu
p.siantar, 7 agustus 2010
inang, sejenak kusinggah
mari, kuantar kau ke siantar
selagi langit menggulung layarnya
dan cerita awan menampilkan benakmu
itukah sebabnya kulihat engkau
dikumpulan awan bak biri biri
dikepak bentangan pesut terbang
juga di kumpulan belantara awan murung
yang mengusir cerita awan lucuku pergi
mari kuantar kau ke siantar
pada deru cator jaman kompeni
yang menyerukan rindumu
'eda...eda..., kau lihatkah itomu disitu?'
pematang siantar, 6 september 2010
selagi langit menggulung layarnya
dan cerita awan menampilkan benakmu
itukah sebabnya kulihat engkau
dikumpulan awan bak biri biri
dikepak bentangan pesut terbang
juga di kumpulan belantara awan murung
yang mengusir cerita awan lucuku pergi
mari kuantar kau ke siantar
pada deru cator jaman kompeni
yang menyerukan rindumu
'eda...eda..., kau lihatkah itomu disitu?'
pematang siantar, 6 september 2010
bukan kisah pengantar tidur
(...sebatang bunga bertunas, mekar, mewangi...)
aku memandangmu seakan kau bagian diriku, bahkan aku mengenalmu melebihi pengenalanku akan angin, awan dan hujan sekalipun. aku melebihi siang bagimu, karena adaku bagimu tak paruh waktu, namun kekasihku, laksana lembab memerlukan embun, hangat memerlukan mentari dan hujan memerlukan rintik, adaku perlu adamu
(...dan duri muncul di sepanjang batang, tajam, beracun...)
ah kekasihku sepertinya ternyata aku tak mengenalmu, karena lebih mudah membaca angin, kabut, dan hujan sekalipun. tak bisakah kau sebening buku yang terbuka? ucapmu tak kupahami, aku terluka ketika kau menjelma malam, bayang, dan buih yang hilang
(...maka bungapun layu, mati...)
kau hilang...
aku ...entah
karena semesta tak bisa membacaku
pati, 2 agustus 2010
aku memandangmu seakan kau bagian diriku, bahkan aku mengenalmu melebihi pengenalanku akan angin, awan dan hujan sekalipun. aku melebihi siang bagimu, karena adaku bagimu tak paruh waktu, namun kekasihku, laksana lembab memerlukan embun, hangat memerlukan mentari dan hujan memerlukan rintik, adaku perlu adamu
(...dan duri muncul di sepanjang batang, tajam, beracun...)
ah kekasihku sepertinya ternyata aku tak mengenalmu, karena lebih mudah membaca angin, kabut, dan hujan sekalipun. tak bisakah kau sebening buku yang terbuka? ucapmu tak kupahami, aku terluka ketika kau menjelma malam, bayang, dan buih yang hilang
(...maka bungapun layu, mati...)
kau hilang...
aku ...entah
karena semesta tak bisa membacaku
pati, 2 agustus 2010
luruh
Seorang lelaki tua duduk mencangkung di perahu kayunya yang kecil. Lamat lamat
terdengar suaranya lirih mengalun jauh...
"Kakek, apakah perahu kita hendak menuju rumah matahari?"
"He..he..he.., entahlah cucuku, sejujurnya, aku tidak tahu dimana rumah matahari.
Namun ya, perahu kita menuju matahari tenggelam", mata tuanya bersinar teduh
dan bangga memandang cucunya, cucu laki laki satu satunya, bocah yang tak bisa
diam, dengan segudang pertanyaan dan rasa ingin tahu sebesar gunung.
Kemudian didengarnya keluhan lirih istrinya dalam nada mesra yang begitu ia
kenal, "Ah Stranger, kau dan lautmu, kadang aku berpikir kau ini menikahi siapa,
aku atau laut itu?"
"Oh bunda, haha, jelaslah ayah menikahimu, karena bukan lautan itu yang
melahirkan aku" sahut anak perempuannya, yang seperti kata orang orang, dan
harus diakuinya, benar benar mirip dirinya, dengan ketangguhan , keras hati, dan jiwa
hangat. Dimanapun putrinya ada, sepertinya dia membawa mentari bersamanya.
Hanya satu ciri sang istri yang dimiliki putrinya, kecil mungil dan dekik di pipi kiri.
Dipandangnya wanita yang telah mencuri hati nya bertahun tahun lalu, dan telah
memberinya mentari. Sungguh tahun tahun bahagia yang mengalir bagai sungai.
Dalam benak lelaki tua itu, berlarian kelebatan kenangan hari ketika dia dan sang istri
menanam sebatang pohon jambu di depan rumah mungil mereka, kebahagiaan istrinya
ketika bunga pertama muncul bersamaan dengan berita kepastian kehamilannya,
celoteh purtri mungilnya belajar jalan disekeliling batang kokoh sang pohon, pesta
kebun pernikahan sederhana sang putri dengan meja meja perjamua bertaplak putih
di bawah keteduhan sang pohon, dan sebuah hari kelabu berangin ketika satu satu
tubuh orang yang dikasihinya itu, tubuh sang cucu, tubuh putri mentarinya, dan tubuh
sang istri yang mencuri hatinya bertahun tahun lalu, dimakamkan bersisian didekat
sang pohon.
Suara lirih pak tua makin terdengar sayup sayup sejalan dengan hanyutnya perahu
kayu kecil itu menjauhi tepi, menuju matahari tenggelam. Ditangan pak tua,
tergenggam sepucuk daun jambu menguning yang telah diajaknya bercakap cakap
sebagai cucu, putri dan istrinya.
Daun jambu terakhir yang luruh sesaat sebelum pohon itu mati terserang hama,
kamarin.
pati, 1 september 2010
terdengar suaranya lirih mengalun jauh...
"Kakek, apakah perahu kita hendak menuju rumah matahari?"
"He..he..he.., entahlah cucuku, sejujurnya, aku tidak tahu dimana rumah matahari.
Namun ya, perahu kita menuju matahari tenggelam", mata tuanya bersinar teduh
dan bangga memandang cucunya, cucu laki laki satu satunya, bocah yang tak bisa
diam, dengan segudang pertanyaan dan rasa ingin tahu sebesar gunung.
Kemudian didengarnya keluhan lirih istrinya dalam nada mesra yang begitu ia
kenal, "Ah Stranger, kau dan lautmu, kadang aku berpikir kau ini menikahi siapa,
aku atau laut itu?"
"Oh bunda, haha, jelaslah ayah menikahimu, karena bukan lautan itu yang
melahirkan aku" sahut anak perempuannya, yang seperti kata orang orang, dan
harus diakuinya, benar benar mirip dirinya, dengan ketangguhan , keras hati, dan jiwa
hangat. Dimanapun putrinya ada, sepertinya dia membawa mentari bersamanya.
Hanya satu ciri sang istri yang dimiliki putrinya, kecil mungil dan dekik di pipi kiri.
Dipandangnya wanita yang telah mencuri hati nya bertahun tahun lalu, dan telah
memberinya mentari. Sungguh tahun tahun bahagia yang mengalir bagai sungai.
Dalam benak lelaki tua itu, berlarian kelebatan kenangan hari ketika dia dan sang istri
menanam sebatang pohon jambu di depan rumah mungil mereka, kebahagiaan istrinya
ketika bunga pertama muncul bersamaan dengan berita kepastian kehamilannya,
celoteh purtri mungilnya belajar jalan disekeliling batang kokoh sang pohon, pesta
kebun pernikahan sederhana sang putri dengan meja meja perjamua bertaplak putih
di bawah keteduhan sang pohon, dan sebuah hari kelabu berangin ketika satu satu
tubuh orang yang dikasihinya itu, tubuh sang cucu, tubuh putri mentarinya, dan tubuh
sang istri yang mencuri hatinya bertahun tahun lalu, dimakamkan bersisian didekat
sang pohon.
Suara lirih pak tua makin terdengar sayup sayup sejalan dengan hanyutnya perahu
kayu kecil itu menjauhi tepi, menuju matahari tenggelam. Ditangan pak tua,
tergenggam sepucuk daun jambu menguning yang telah diajaknya bercakap cakap
sebagai cucu, putri dan istrinya.
Daun jambu terakhir yang luruh sesaat sebelum pohon itu mati terserang hama,
kamarin.
pati, 1 september 2010
bahasa diam
terkadang diam menyerupa rahim
melahirkan anak anak pemikiran
kadang seperti asap, kadang kaca bening
kadang puisi pelangi, kadang puisi hitam
lalu bathin, ah, telah kau terakah neracamu?
ketika bayang bayang menyerupa pencuri
mengendap endap menyelinap
hati yang tiba tiba berjendela
maka diam berwujud doa
bagai oasis bagi musafir
pati, 31 agustus 2010
melahirkan anak anak pemikiran
kadang seperti asap, kadang kaca bening
kadang puisi pelangi, kadang puisi hitam
lalu bathin, ah, telah kau terakah neracamu?
ketika bayang bayang menyerupa pencuri
mengendap endap menyelinap
hati yang tiba tiba berjendela
maka diam berwujud doa
bagai oasis bagi musafir
pati, 31 agustus 2010
serupa puisi angin
kujelmakan hatiku serupa akar, hingga ketika
mereka berbicara kemungkinan, hanya satu yang
kutahu, tumbuh semakin menghujam hatimu
kujelmakan rinduku serupa puisi yang
kusajikan pada piring piring angin
yang melaju ke arahmu o sinabung
sinabung o sinabung
kuharap redalah amarahmu
pati, 30 agustus 2010
mereka berbicara kemungkinan, hanya satu yang
kutahu, tumbuh semakin menghujam hatimu
kujelmakan rinduku serupa puisi yang
kusajikan pada piring piring angin
yang melaju ke arahmu o sinabung
sinabung o sinabung
kuharap redalah amarahmu
pati, 30 agustus 2010
benalu
kusentuh janggutku, tetap kelimis seperti kemarin
duh tentu saja bukankah aku perempuan?
jadi mengapa juga nuraniku gelisah pada katakata
yang senantiasa saja merangkak
padahal bayi belum juga waktunya disapih
tetapi mungkin inilah waktunya mencari inang
untuk mulai mengajarinya berbicara selagi berlari
adakah ia tumbuh di tunas pohonmu
di bintil akarmu
di kambium batang keringmu?
masih saja tak tumbuh janggut di daguku
dan masih saja aku bingung
melihat pohon benakku inang bagi banyak benalu
pati, 26 agustus 2010
duh tentu saja bukankah aku perempuan?
jadi mengapa juga nuraniku gelisah pada katakata
yang senantiasa saja merangkak
padahal bayi belum juga waktunya disapih
tetapi mungkin inilah waktunya mencari inang
untuk mulai mengajarinya berbicara selagi berlari
adakah ia tumbuh di tunas pohonmu
di bintil akarmu
di kambium batang keringmu?
masih saja tak tumbuh janggut di daguku
dan masih saja aku bingung
melihat pohon benakku inang bagi banyak benalu
pati, 26 agustus 2010
monolog
kepada pagi aku purapura cengeng
merajuk menahannya pergi terhisap siang
dan aku menantangnya bertukar peran
:aku jadi pagi dan pagi jadi aku
lalu kami bertukar kitab percakapan
yang dirancang bukan untuk diucapkan
ketika pagi mulai robek
kuputuskan aku menjadi aku saja
dan mengekormu kemanapun kau pergi
kali ini aku sungguhsungguh merajuk
mengetahui betapa tipisnya siang tersisa
aku merajakan hakku memonopoli waktu
yang setiap detik selalu kurindu sedemikian
aku menyukai percakapan kita
tak perlu dihapal
tak perlu rancangan
tak perlu persiapan
tak berbeban
pati, 25 agustus 2010
merajuk menahannya pergi terhisap siang
dan aku menantangnya bertukar peran
:aku jadi pagi dan pagi jadi aku
lalu kami bertukar kitab percakapan
yang dirancang bukan untuk diucapkan
ketika pagi mulai robek
kuputuskan aku menjadi aku saja
dan mengekormu kemanapun kau pergi
kali ini aku sungguhsungguh merajuk
mengetahui betapa tipisnya siang tersisa
aku merajakan hakku memonopoli waktu
yang setiap detik selalu kurindu sedemikian
aku menyukai percakapan kita
tak perlu dihapal
tak perlu rancangan
tak perlu persiapan
tak berbeban
pati, 25 agustus 2010
/6/
aku terpaku pada layar monitor kosong
entah bagaimana katakataku tibatiba mempunyai sayap
ia terbang hilang dalam kabut
tertelan waktu yang menamakan dirinya sepi
dan aku menyesal tak bisa menggambarnya padamu
apa layar monitor kosong bisa?
pati, 24 agustus 2010
entah bagaimana katakataku tibatiba mempunyai sayap
ia terbang hilang dalam kabut
tertelan waktu yang menamakan dirinya sepi
dan aku menyesal tak bisa menggambarnya padamu
apa layar monitor kosong bisa?
pati, 24 agustus 2010
pameo
dengan giat disapunya rontokan bunga mangga
'ah Tuhan, terima kasih gerimisnya
lunas terbayar rontokan bunga bunga
jadi tak usahlah anak anak sakit bulan ini'
karena konon entah bagaimana
nenek menyematkan sakit pada bunga mangga
samar samar didengarnya kidung kodok dalam parit
dia tepekur, entah doa siapa yang telah didengar Tuhan :
tiba tiba hujan turun deras
merontokkan seluruh mangga ke parit
tertempel kodok kodok
mengapung terseret derasnya arus
pati, 23 agustus 2010
'ah Tuhan, terima kasih gerimisnya
lunas terbayar rontokan bunga bunga
jadi tak usahlah anak anak sakit bulan ini'
karena konon entah bagaimana
nenek menyematkan sakit pada bunga mangga
samar samar didengarnya kidung kodok dalam parit
dia tepekur, entah doa siapa yang telah didengar Tuhan :
tiba tiba hujan turun deras
merontokkan seluruh mangga ke parit
tertempel kodok kodok
mengapung terseret derasnya arus
pati, 23 agustus 2010
/5/
kapalmu, kapalku, bersandar pada dermaga masingmasing.
layarlayarnya terobek, berjuang mencari nakhoda
'perjalanan telah mahal, belajarlah pada asap dan api
yang setia mengucapkan tanda di langit'
dua dermaga, dua duka. aku di pematang garam,
kau menabur garam pada danaumu.
dan aku masih saja tercenung,
bagaimana rindu mengenal asap dan api?
pati, 23 agustus 2010
layarlayarnya terobek, berjuang mencari nakhoda
'perjalanan telah mahal, belajarlah pada asap dan api
yang setia mengucapkan tanda di langit'
dua dermaga, dua duka. aku di pematang garam,
kau menabur garam pada danaumu.
dan aku masih saja tercenung,
bagaimana rindu mengenal asap dan api?
pati, 23 agustus 2010
kepada paitua ~3~
kubayangkan betapa kita akan bergantian
menggambari selembar kertas kosong
dengan wajahwajah hati, jejakjejak kaki,
dan pundipundi percakapan
yang isinya kita kumpulkan dari hari yang lewat
lalu pada ujungujung kertas yang mengikal
kita hiasi dengan roman muka kita
sebuah senyum yang bisa kita artikan apa saja
pati, 23 agustus 2010
menggambari selembar kertas kosong
dengan wajahwajah hati, jejakjejak kaki,
dan pundipundi percakapan
yang isinya kita kumpulkan dari hari yang lewat
lalu pada ujungujung kertas yang mengikal
kita hiasi dengan roman muka kita
sebuah senyum yang bisa kita artikan apa saja
pati, 23 agustus 2010
kepada paitua ~2~
dan kartu pos ini bergambar kosong
taukah kau paitua,
ada yang bingung membacanya
ada yang terpingkal
ada yang mengartikan dengan khusuk
padahal kita cuma tak berbincang
dengan pesan : hati kita tetap putih
pati, 22 agustus 2010
taukah kau paitua,
ada yang bingung membacanya
ada yang terpingkal
ada yang mengartikan dengan khusuk
padahal kita cuma tak berbincang
dengan pesan : hati kita tetap putih
pati, 22 agustus 2010
kepada paitua ~1~
,,paitua...
jadi inilah kita
dua titik yang tergambar di peta
diantara lambang laut, gunung, daratan
tapi kupikir rentang kita hanyalah
selembar kertas kosong
puisi setengah jadi
sebuah kartu pos berlanskap hatiku
pati, 22 agustus 2010
jadi inilah kita
dua titik yang tergambar di peta
diantara lambang laut, gunung, daratan
tapi kupikir rentang kita hanyalah
selembar kertas kosong
puisi setengah jadi
sebuah kartu pos berlanskap hatiku
pati, 22 agustus 2010
/4/
ketika kau pergi
menuju terbenamnya matahari
kugambar dalam lukisan benakku
beribu puncak, berlaksa batas cakrawala
hingga kau lihat
didalamku matahari juga terbenam
pati, 20 agustus 2010
menuju terbenamnya matahari
kugambar dalam lukisan benakku
beribu puncak, berlaksa batas cakrawala
hingga kau lihat
didalamku matahari juga terbenam
pati, 20 agustus 2010
/3/
dan seperti yang sudahsudah kita memperbincangkan puisi
puisipuisi yang tak habishabis berbicara tentang kita
'puisi terakhir yang dia kirim menusukku' katamu
hmmm, aku hanya menggangguk
membayangkan bangkai puisi yang ditinggalkan begitu saja
tertikam komen paling kejam dan paling puisi
pati, 20 agustus 2010
puisipuisi yang tak habishabis berbicara tentang kita
'puisi terakhir yang dia kirim menusukku' katamu
hmmm, aku hanya menggangguk
membayangkan bangkai puisi yang ditinggalkan begitu saja
tertikam komen paling kejam dan paling puisi
pati, 20 agustus 2010
/2/
ketika pagi datang tanpa malumalu
kusambut ia dalam damai
'silakan masuk,
kemana saja kau kemarin?
bisakah kau antar aku
menjemput malam saudara jauhmu
dengan demikian
kau bisa bertandang kembali lebih cepat'
pati, 21 agustus 2010
kusambut ia dalam damai
'silakan masuk,
kemana saja kau kemarin?
bisakah kau antar aku
menjemput malam saudara jauhmu
dengan demikian
kau bisa bertandang kembali lebih cepat'
pati, 21 agustus 2010
/1/
andai aku bisa berkata
'aku pergi untuk kembali'
tapi kau dan aku tau
aku bukan ombak
hanya kunangkunang semusim
hinggap di kotamu
pati, 20 agustus 2010
'aku pergi untuk kembali'
tapi kau dan aku tau
aku bukan ombak
hanya kunangkunang semusim
hinggap di kotamu
pati, 20 agustus 2010
no katalognya sudah kau simpan?
pedih sungguh,
cerita yang kau sampirkan di kupingku
tetapi aku harus menaruhnya
karena hendak kusampirkan kacamata
dikupingku sebelum ia lelah
tak usah khawatir
ceritamu kutaruh di hatiku serupa rakrak
hanya...
tolong jangan hilang katalognya
pati, 20 agustus 2010
cerita yang kau sampirkan di kupingku
tetapi aku harus menaruhnya
karena hendak kusampirkan kacamata
dikupingku sebelum ia lelah
tak usah khawatir
ceritamu kutaruh di hatiku serupa rakrak
hanya...
tolong jangan hilang katalognya
pati, 20 agustus 2010
Langganan:
Postingan (Atom)