harmony

harmony

Senin, 19 September 2011

andai ...

bagaimana hendak kau eja, jeda antara dua titik langkah, antara dua ayunan lengan, barangkali selebar kerjap mata
saat itu, sesaat yang tak terukur, milik sejuta kemungkinan, maka sepertinya saat buat kita diam, belajar mengeja, jeda

(andai kau mengerti...)

siantar, 17 september 2011

pamflet

ia masih senang duduk dibawah pohon itu, namun ia tak lagi membaca, tidak juga bercakap cakap, ia hanya duduk dengan sebutir apel, yang sibuk dimamahnya
"Aku bertemu eve semalam, ia menunjukan dan memberiku jalan pintas, aku sedang mengunyahnya"
kemarin, kulihat ia dibawah pohon itu sedang mendongeng tentang apel pada orang orang yang lewat, dan pagi ini kulihat banyak pamflet bertuliskan : 'dicari seorang eve dan sebutir apel'

siantar, 16 september 2011

tokoh dalam puisi

ia merasa sedikit bingung, tak beruntung barangkali, ketika membaca puisi seseorang, seakan tentang dirinya

--sepertinya kerinduan menyerupai sungai, memuara mendangkal dalam dekapan laut, pelabuhan tetap, bagi siapapun yang memilih menujunya--

ia merasa bingung, sepertinya tak beruntung, sebab ia tak mengenal sang pujangga yang mengenal dirinya begitu fasih, ia bosan menunggu hari untuk bisa menjadi diri sendiri, bukan sekedar tokoh dalam puisi, selalu tak bernama

siantar, 11 september 2011

bisakah kau menungguku di sini, selama aku menyelesaikan urusanku?

"memang begitu
meja meja itu selalu tersusun begitu"

dan pembicaraan begitu saja berlangsung
pada deretan meja
tanpa melintasi batas antar meja
dari masa ke masa
politik dengan P besar di meja no 4
ekonomi dengan e kecil di selasar tengah
dan pembicaraan kaum pekerja di meja tempatmu duduk
kursi kursi yang senantiasa hangat
diduduki mereka yang selalu enggan beranjak
cangkir cangkir setengah kosong
yang lain, mendingin terabaikan

"memang begitu
meja meja itu selalu tersusun begitu"

sungguh sebuah kantor besar
bagi para pemangkal

perempuan pecandu kopi
menyesap aroma kopi
yang menguar melintasi mejanya yang kosong
"aku pesan segelas teh hangat"
sebab tak ada percakapan
jadi tak perlu kopi

"memang begitu
meja meja itu selalu tersusun begitu"

baru kali ini
perempuan pecandu kopi
merasa sebagai imigran

siantar, 11 september 2011

splash

kilasan kilasan, sibuk menggali lubang kekosongan, menganga, dan waktu berderap maju, membuat kilasan baru, diatas kekosongan, baru

siantar, 8 september 2011

mimpi no 16

rupanya kau gagal mengerami hening, atau hening gagal mencermin dan memilih membilah serupa pedang bermata dua?
ah siapakah ia yang berbohong padamu tentang mimpi? ya, tak selamanya mimpi indah, bahkan ketika kau bermimpi melihat mimpi yang bukan milikmu
jadi ketika pagi datang mengusir mimpi semalam, ijinkan aku meranumkannya buatmu : ah, itu bukan mimpi

siantar, 7 september 2011

earl grey tea

dan aku tak mampu berpaling, maka kubiarkan anganku berarak, sebab siapa yang mampu menawarkan ilusi yang kau sajikan?
dan aku tak mampu berpaling, luruh

(buat penikmat earl grey tea :D)
siantar, 6 september 2011

sebuah cerita di marina bay

besok katanya, akan kubuat cerita dari air dan cahaya, lalu kau akan takjub namun tak asing, karena cerita itu tentang matamu yang kehilangan air dan cahaya
ya, ia berubah menjadi cerita, yang menguap

siantar, 5 september 2011

demikiankah?

kurindukan ia yang merajah kata di sinar pagi bahkan dalam bayang malam yang hadir di sela bunga ilalang yang keindahannya ada pada pandang yang melekat, jika rindu berguguran, ia tersebar diam diantara kerikil, bagai bisik mantra para pendosa ketika menutup tirai menggadaikan hari
jadi jika ia demikian, tidakkah ia tetap demikian?

siantar, 23 agustus 2011

pembicaraan malam minggu di meja nomor 3

ah, kau benar sayang
kita harus bicara
'bisakah kau diam?!'

siantar, 13 agustus 2011

so long, pati

kupikir ia serupa pagi
melepas pelukan malam
untuk kembali

siantar, 11 agustus 2011mon

noktah diujung kertas

perlahan, sangat perlahan
setiap pori terisi pekat hitam
merembes melekat
lalu perlahan, sangat perlahan
mengering tak terpisahkan

siantar, 10 agustus 2011

bocah

ditangisinya layanglayang yang terlepas
tibatiba saja ia mengerti, rupanya
layanglayang berpurapura tak bisa terbang
ah, ia memang bodoh

pematangsiantar, 14 juli 2011

variabel aneh

sungguh, tak lebih
aku hanya ingin menjadi yang tak kurang
bukan dari yang terbagi, tersisa atau nihil
buatmu

pematangsiantar, 12 juli 2011

hitam dalam pekat

kucing hitam, bergelung diam, di sisi pagar hitam, yang terpancang, diam

ia menunggu malam, yang pekat dan kelam, melebur dan menggulungnya dalam hitam, hilang

tapi tidak matanya, tidak matanya, yang berkilau bagai api

kucing hitam, bergelung diam, memendam api

dengkur bukan miliknya
suara mengeong bukan miliknya
miliknya adalah hitam yang dipekatkan di antara yang terkelam

pematangsiantar, 11 juli 2011

pagar

barangkali kita melanggarnya, barangkali telah terinjak ia, sebab ia terpancang dalam diam, dingin, rapuh, tak kasat berformasi dalam deretan yang berpusing mengikatmu, mengingatmu pada batas antara : dirimu dan ia yang tertera diluar, pagar.

pematangsiantar, 9 juli 2011

kisah neneng badrun (1)

Neneng Badrun senang menandai kalender, membuat lingkaran di tanggal tanggalnya yang telanjang, menandai hari di penghujung dengan spidol anti air tak berkarat : 'The 'D' day'. Ah, hanya hari ketika ia bisa seatap kembali dengan Ujang Bandrun di tanah seberang. Ternyata, rencana perjalanan baru dapat teragendakan jika Neneng memiliki surat tanda boleh pindah dari pemangku titah negeri antah berantah tempatnya tinggal saat ini. Maka dimulailah cerita perjalanan yang sesungguhnya.
Senin (hari 1). Pagi cerah, matahari dan awan di pos nya masing masing, namun tidak demikian dengan tuan Erte, tuan yang hendak ditemui Neneng Badrun, demi secarik surat jalan.
Selasa (hari2) dompet--cek, KTP--cek, semangat--cek, sekantung senyum dan basa basi---cek, ok siap menuju rumah tuan Erte. Aha, ternyata, surat jalan tingkat pertama berhasil Neneng Badrun dapatkan sejauh perjalanan satu jam basa basi.
Rabu (hari 3) langkah Neneng Badrun membelah kesunyian pendopo kantor desa antah berantah. Di sebuah meja kayu lebar, berkursi delapan yang mengeliling setiap sisinya, beberapa penghuni pendopo duduk di sana. Neneng Badrun dipersilakan duduk di salah satu kursi, dan mulai menyampaikan maksud hatinya untuk memperoleh surat jalan tingkat dua. Barangkali, imajinasi Neneng memang sebesar buah jambu, tiba tiba ia merasa seperti pesakitan disana. Salah seorang--darimerekayang berseragamsenadadengankopisusupaginya--membacakan sebuah daftar panjang syarat yang harus dibawa Neneng :
-kartukeluarga Ujang-Neneng yang asli, bukan fotokopi, bukan hasil fax, bukan aspal, apalagi hasil nyontek
-ktp Ujang Badrun yang asli, dan telah lulus uji balistik dan mikroskopik
-foto Ujang Badrun yang pas, artinya bukan foto berpose narsis, dengan mulut dimonyongkan, mata terbelalak belo, atau dalam pose setengah mengundang memeluk pohon, cukup foto setengah badan si Ujang dengan muka sedatar tembok, beranatomi jelas : ini jidat, ini mata, ini hidung, mulut Ujang satu
-ktp asli Neneng Badrun yang benar benar menampilan data Neneng bukan si mbok bakul sayur langganannya atau si iteung, tetangga depan rumah yang super duper ramah
-aha, ini syarat yang membuat mata Neneng belo seakan berpose buat propic fesbuknya, surat kelakuan baik Ujang Badrun dari polisi
Waduh

(belumselesaibaca:bersambung)

berkati cawanku

tak nyana betapa cuaca mudah berubah
serupa wajah bocah tiba tiba murung
meninggalkan bau mendung menggantung
dan warna senja di dinding dingin
dalam ruang yang lupa menulis
'jangan takut' di punggung pintunya

bukan salahku jika hatiku sedikit patah
sebab aku tak sedang beramah tamah
walau tubuhku kusajikan sebagai jamuan
irisan hidangan preparat

tiba tiba aku paham
'itu cawanku'
yang isinya berkecipak
serupa gelepar sayap kupu

ah, betapa jauhnya kemarin
atau seperjalanan pagi sajakah?

pati, 2 juni 2011

ah srikandi, boleh kupinjam panahmu?

sebagian kecil saja yang kuingat
kubayangkan hujan anak panah, tajam
bisakah kupanah waktu oleh tajam takutku?

pati, 2 juni 2011

langkah

uh, sejauh manakah aku
sebab mereka yang kupandang dari jauh
bertanya padaku 'darimanakah kau?'
(hidup mengalir bukan?)

pati, 1 juni 2011

halo, apa kabar?

aku mencari mawar dan melati
di deretan wajah bernama jane, ruth, lulu, lala
bunga bougenville mengering : siapa kau?

pati, 1 juni 2011

hai

dan kulihat senyum bertebaran
ketika bintang berjatuhan
di wajah yang tak kukenali

pati, 31 mei 2011

gelitik

sesekali menjadi naif di hari yang panjang
bagai lukisan abstrak salah tempat
orang orang serius membaca dan membayangkan
mencoba memahami yang tak terpahami
kecuali mereka melebur merubah warna
menjadi sesuatu yang baru sama seperti lukisan itu

dalam cahaya hari, lukisan itu semakin aneh
terlukis di dalamnya sebatang pohon yang tak menyerupai
pohon, seekor burung yang tak menyerupai burung, sepetak
rumput yang bukan rumput di halaman, sebatang bunga yang
tak menyerupai bunga, lalu orang yang memandangnya mulai
berpikir tentang biru yang lain, ungu yang lain, hijau yang lain

jika ada hal yang membingungkan dari soal tak terpecahkan
adalah menggantung lukisan abstrak yang tak sesuai di ruang manapun

sesekali waktu diberkahi oleh orang orang besar hati,
memandang keanehan dengan takjub, bagai gelitik busa busa
soda di pinggiran gelas yang kerap tersedak dalam hidung
maka sang naif tak merasa menjadi pecundang
walau tak pernah memiliki arah pulang

pati, 31 mei 2011

sesaat creambath

ah, aku orang kesekian itu yang duduk di depanmu bukan? mematut berharap melihat apa yang ingin kulihat, dalam diam kau setia memantulkan apa yang harus kau pantulkan, berapa banyak ia yang sekata denganmu? mensyukuri apa yang terpantul? hari ini aku orang yang kesekian, berharap melihat pantulan yang lain ketika duduk di depanmu, sepertinya

pati , 23 mei 2011

sesaat

....sesaat...
kakiku bersentuhan kaki kaki hujan
mungil, basah, dingin
lalu berlomba mencari pijakan kering
hanya sesaat

....sesaat....
jika pesan itu tertulis di langit
huruf huruf terakhir tertutup awan
lalu kucoba memahami pesan tanah
kuduga sesaat

beribu sesaat lain
seperti pola pijakan di jalan bergelombang
tolong, tetaplah disitu
titik polar bagiku menarik sumbu

....sesaat....
kaki cahaya malu malu
menyentuh ujung kaki
di tepi genangan yang perlahan
menguap

pati, 23 mei 2011

telah kupanggil ia : kekasih

lihat, betapa telah kupanggil ia kekasih
sebab ia mengerti senyap dan riuh jiwaku
memahami luka dan sukaku
betapa ia menjadi prisma diantara hitam dan putih
menyediakan warna bagi pagi dan senjaku
tidakkah kau dan aku selayaknya belajar tegar itu darinya?
ia yang diam ketika dipuji dan dicaci
dibuang dan dicari
dibingkai atau dikuliti
bahkan ketika ditelanjangi hingga ke akarnya
tidakkah ia layak kupanggil kekasih?
maka jiwaku, ia yang tinggal dalam diriku
telah memanggil puisi..kekasih

pati, 19 mei 2011

perjalanan

perjalanan, aku melipat dan menatamu dalam koper
yang kelebihan beban, mencoba menyusunnya
berdasar hari pendek dan panjang, atau musim
yang bisa kita sebut namanya
tentang bahagia dan sedih, lipatannya senantiasa
tak bisa lurus, tak selicin doa doa ibu yang tersedia
semangkuk penuh, kudapan di siang terik atau gulita
malam, atau kala haus senantiasa mengeringkan
tenggorok rindu, yang tak pernah terpuaskan
maka perjalanan, hanyalah tentang langkah yang
belum tertapak, tak terukur, dan taukah kau,
kupikir bagi perjalanan akulah sang beban yang
terlipat dalam ransel hitam di punggungnya

pati, 17 mei 2011

buatmu

kekasihku,
aku menikmati berbicara padamu
melalui puisi tak berbingkai
sebab aku dapat berkata
dalam bahasa berkoma dan berpetik
makna yang bergulir
dari simpul satu ke yang lain
biarkan itu menjadi
bingkai puisiku di hatimu

pati, 16 mei 2011

jadi, mengapa?

ia menamai pagi ini
ungu
untuk sesuatu yang tak ia pahami
jadi diceritakannya
segala hal 'mengapa'
pada langit yang
ungu
(di matanya)

In memoriam : puput, teman sekolah anakku, yang direnggut dari sisi keluarga yang mengasihinya, melalui tabrak lari sebuah mobil box, di hari 'car free day', 15 mei 2011

Pati, 16 mei 2011

bagian

sunyi, melayang layang, sealami udara nafasmu
bukan sisi hitam, bukan sisi putih
hanya bagian yang tak bisa terabai
lalu
kau dalam sunyi
sunyi dalammu

pati, 15 mei 2011

my may

I
Hujan tak tuntas di pekarangan
selembar foto terlepas
dari album yang mengikatnya
seperti
kenangan terlupa

Sebatas apa kita mampu mengingat?
kita hanya singgah
di hari ini, di hari besok, di entah
tempat kita menaruh yang tertinggal
di belakang.

II
Tak usah memikirkan sesuatu yang hanya tinggal sesaat, yang bahkan jejaknya tak sanggup kita tandai, selamanya waktu membawa maju pada kesudahan, dan yang tertinggal tetap tertinggal, bukan karena berpaling, semata waktu yang menarik maju, hidup.

III
Matahari tergesa gesa pergi, seakan ada yang diburunya di ujung sana, tunggu saja, pada pagi yang lengang, diam diam ia singgah juga di tepi rumah, menapakkan hari ke dalam sela sela jendela, memaksamu menatap guguran daun, tanda ia harus pergi kembali.

IV
Boleh sesaat aku merasa jenuh?

Pati, 14 mei 2011

lakon

ia tak menangis, tak sebutirpun
dengan susah payah ditelannya apapun itu
tapi duka yang berkubang di mata mengelam
sejelas jelaga di dinding putih

hari ini sabtu
sebuah lakon berseri tentang pedih dan luka
merajai kotak layar cembung teve

...dan ia pun menagis tersedu sedu
"Oh malang sekali nasibmu, wahai pujaanku"

(taukah ia bahwa itu lakon tentang dirinya?)

pati, 14 mei 2011

sejauh ini

cari saja ia di rumah atap biru, kau tau jalannya,
tak perlu kau duga, sebab sejauh ini, ia berusaha
menjaga atap itu, walau mereka telah memanggil
dengan nama yang lain
ssst, ia tak letih, hanya nyeri oleh keinginan yang
menusuk sepi di matanya, sejauh ini

pati, 4 mei 2011

pendam

: puisi
tiba tiba saja aku rindu, membuka kamus dan
membangunkan kata kata yang tidur, terperam
dalam pojok hatiku, bersempalan dengan semua
yang kupendam di sana, ah, ternyata aku berpura
pura, buta dan tuli, sedangkan telingaku sigap
dengar dengaran, mataku celik tiada mengerjap,
hingga bisikmu yang serapuh ranting rumput yang
terinjak sore itu, seakan gema lonceng membahana
: aku pulang

pati, 28 april 2011

tiba

tersisa angin yang setia, menyambangi pohon jambu itu, mencari perpisahan yang bisa dihiburnya, entah tersebab ataupun sekedar akibat, menyelusupkan mimpi, bahwa resah itu cuma pengulangan, bukan tenggelam, dan angin tak lalai, tak lunglai membisikkan sentuh, ada hari baru, buatmu berkata : "ah mimpi telah tiba"

Pati, 13 april 2011

rusuk

ketika serentak bunyi bunyian itu menghilang, ku pegang dadaku "oh jantungku, kau kah yang memasang musik memekakkan telinga itu?" adakalanya ketika kemurungan membelukar, kesedihan merimbun, belantara duga sejenak mengenal jeda, memahami titik, hingga hening yang tiba , bukanlah bahasa air mata yang mengering, atau pemahaman yang menyisih, semata adalah waktu menuai pengenalan, tentang rusuk yang diberkahi, kau.

pati, 12 april 2011

emptiness

in the arms of the day
when emptiness full filled my heart
and silence
just represent the wind, sun and rain
the shadow of your voice
just like the shady place
i wanna go

pati, 12 april 2011

kusut

di hari yang mencatat keterasinganku dan keterasinganmu, kerinduan mengapung di permukaan air, sungai sungai yang mengalir surut, ke arah dermaga tempat kedatangan dan kepergian bersinggungan, tanpa kata sekalipun, bagai ombak yang kusut tak mengenali pantai, tempatnya berlabuh kemarin, ataukah hari ini ketika keterasingan tercatat

pati, 11 april 2011

*proses.belajar* : ~perhentian~

'Mana puisimu, notemu, atau apalah itu biasa kau sebut, hari ini?'
'Hmm, ini hari perhentian, kau dan aku tahu, seperti yang terikat di penanggalan, seperti yang anak anak tahu', jawabku sambil sedikit meringis di atas layar hapeku.
'Apa yang sedang kau lakukan?'
'Membuat pesan buatmu'
'Oh?'
'Ok, akan ku bacakan buatmu, tolong sekiranya ada bahasaku yang tak berkenan buat mu:

Ini hari perhentian, bukan?/ buat kau dan aku/ buat puisi, buat note, buat apapun/ yang membuatku jauh darimu, bukan?/ tujuh puluh menit dari sekarang/ada yang lupa/membuatku lupa/ menarikku menjauh/dari ingatan akanmu/ aku lupa untuk berhenti marah/ karena sesuatu yang menjadi milikku hilang/ pada hari perhentian/ tepat 70 menit dari sekarang

Bagaimana terdengarnya kalimat kalimat itu di telingamu?
Apa seharusnya aku berhenti saja?' kataku, sambil mencari cari bola matanya.
Tak ada jawaban, namun di depanku ia tersenyum, senyum yang mengalir hingga ke dua bola matanya, sinar yang teduh, membuatku diam, terhenti. Digambarnya sebuah cangkir bertelinga, dan sebuah pinggan kecil dibawahnya, diberinya gambar air yang memenuhi bibir cangkir, hingga luber berleleran ke pinggan.
'Yang di dalam cangkir ini semua kepunyaanmu, terisi terus hingga meluap, yang meluap keluar tak akan pernah tertampung, terbuang. Jika yang hilang itu berasal dari luapan yang terbuang tidak kah menghentikan amarahmu?' Aku cuma diam, seperti biasa, ketika ingatan akan hari perhentian kembali memenuhi benakku, dan berusaha menghentikan gelombang yang bergelora di hatiku.
'Ah, kau yang senantiasa berbicara untukku, bisakah kau hentikan gelora di hatiku, dari rasa kehilangan dan keluh kesah kesal? Karena kau dan aku ada di hari perhentian'.

pati, 10 april 2011

rona

betapa ronanya senja, merekah, mereka- bentuk ilusi, menyala membakar ribuan gaung kenang, yang menginang dan senantiasa menetas di tulangku, membuatnya getas

'menyaksikan senja rebah, diantara kibasan daun yang oleng tertampar angin, seakan terhenyak, menyaksikan akhir dari sebuah pertunjukan dejavu'

pati, 8 april 2011

suatu senja di bulan april

aku tahu kau mengingatku, walau aku tak melihatmu, sebab senja yang datang padaku, adalah senja yang hadir di pintumu, membawa bau tanah sehabis hujan, seperti beribu senja yang biasa kita bagi,
hanya senja yang sama.

pati, 7 april 2011

luing

/1/

bagaimana ia terhilang
sedang hati basah
serupa cetakan

'kutanam jejak, kau lihat?'

bagaimana ia terhitung
sedang hati merah
serupa sayatan

/2/
tak hanya bersayap
kata bisa memilih dirinya
sebagai luing
melumang

/3/
tes, tes, tes
hanyalah rembesan
serupa luka basah

(sedang hati melaju pergi
dalam gerbong waktu, terakhir)

: ingatan, ingatan tetap tinggal sayang
serupa cetakan
serupa sayatan

(kemanakah arah lari makna?
menjelma luing
melumang)


cat: luing = kaki seribu
melumang = mencoreng, mendiskreditkan

pati, 5 april 2011

tsunami

gelombang yang menyertai kata katamu
menghantam dan menghanyutkan sebuah hari
dan hari selanjutnya
dan selanjutnya
aku menunggu ketika ia tertarik surut
membawa kembali apapun yang telah terampas
namun nihil
ternyata tanah memendamnya
bersama luka luka yang mengendap

pati, 4 april 2011

kupilih

jika memang harus memilih,
kupilih bunga tebu saja,
tak indah memang, tak berwarna,
namun sungguh gemulai, melukis harapan
walau semusim,
angin tak harus menyibak durinya,
surya tak harus membujuk kelopaknya untuk merona,
jadi kupilih bunga tebu saja,
yang sabar menjalani musimnya

pati, 2 april 2011

sahaja

malam turun bak tirai, menutup jendela dari beranda, laksana kantuk yang sarat
: ketika pagi bergulung, siang bermegah, malam tetaplah malam bersahaja

pati, 1 april 2011

kering

telah terhisap hujan
segala bincang kita
yang kini sekering daun mati
ssssh, tak usah kau ambil pusing
angin lalu akan membawanya pergi

pati, 1 april 2011

setelah hujan

taukah kau,
ada yang memilih tinggal
setelah hujan reda
wangi kemuning di udara basah
juga ingatan akanmu
yang memilih menjadi bayang
walau matahari
telah lalu bersama hujan

pati, 31 maret 2011

last day in march

tidak hanya engkau, seakan waktu mendorongmu keluar pintu, tersandung sandung pada pagi yang bahkan masih menggeliat, sedang kita dipaksa berdiri di lutut yang rapuh, menjabarkan gumaman sendiri
tidak hanya engkau, menghayalkan kehangatan di sebalik pintu, selangkah dibelakang, tak kuasa memalingkan wajah, tapi kepemilikan hari telah sedemikian terstempel, dengan kuk yang terasang erat di tengkukmu, entah bahumu lebar atau sempit, dan jalan ke depan menunggu cetakan sapuan langkahmu
barangkali di titik ini, hanya engkau, hanya aku, tapi mestikah kita menyemburkannya membuyarkan pandang?
tidak hanya engkau, sejenak, menyapa angin, pada siapa sua senantiasa tak terelak

pati, 31 maret 2011

kerlip dian yang tersisa separuh

biarkan sejenak aku padam dan rebah
hingga ketika kau memanggilku kelak
aku menjawab serumu segera
dengan lemak dian yang tersisa

pati, 29 maret 2011

home sweet home

bayangan rumah jatuh ke pekarangan, dengan jendela yang menolak menghadap arah angin, zomio menata dirinya dalam rumpun yang anggun, dengan daun daun tengadah, bagai pelukan yang terbuka
ah sungguh rumah yang dirundung rindu

pati, 26 maret 2011

bulan

bulan begitu bundar
bak liontin di dada langit
kelelawar berlomba
membuat jejak di sana
sayang, mereka
lupa arah pulang

(sayangku, itu hari
jarak terdekat ke bulan
tidakkah tanggalan
terlipat bersamanya?)

pati, 25 maret 2011

perbincangan kita belum usai, nak

"nak, kau memang harus menunggu"
entah malam, entah siang
pada kali itu ombak di matamu tenang
tak membuih

aku ibumu
dengan ribuan kemarau dan hujan
yang berusaha menjadi pohon buatmu
tanpa guguran daun

perbincangan kita belum selesai, nak
sebab kulihat perkara bermalam
di dadamu yang bergemuruh
di matamu yang bergaram
dalam sunyi kutatah doa doa
melekat di tubuhku

suatu saat, ada hari hari yang jingga
dan kau mengerti setiap perkara
yang kau baca lalu kau lekatkan
sebagai doa ditubuhmu sendiri

:perbincangan kita belum usai, nak

pati, 25 maret 2011

mimosa 2

bagiku, betapa indahnya embun, yang datang diam diam, hinggap dan tinggal di daun mimosa, terhadapnya sang putri tiada malu, dan ia mampu membuka diri pada belaian angin dan cahaya mentari yang datang dalam semilir hening, namun ditutupnya dirinya pada keriuhan yang datang bersama tetesan hujan, sentuhan yang tak mampu ia hadapibagiku, betapa indahnya mimosa, yang sabar menanti pagi, yang membawa embun kembali dalam rengkuhannya

pati, 24 maret 2011

lumba lumba abu

nak, sepertinya baru saja
kubacakan dongeng sebelum tidurmu
sepasang lumba lumba abu
yang setia berlarian di samudra

hari ini lumba lumba diburu
detektif itu memburu pembunuh lumba lumba
dongengmu fasih ketika chanel 7
masih menayangkan rantai bunuh terbunuh pembunuhan

dongeng lumba lumba abu
kapan bisa kusinggahkan di dermaga mungil telingamu
yang membawamu mengarungi laut mimpi

pati, 24 maret 2011

tempias

ada yang tempias di kaca jendela
buram dan basah
tetapi nampaknya pipikupun sembab
tertempias hujan
entah darimana

pati, 24 maret 2011

jejak lalat

seekor lalat terburu buru terbang, sepertinya teringat ada yang terlupa, karena ia kembali dan membenamkan dirinya, ke dasar mangkuk
(tidakkah yang terlupa itu adalah, betapa ibunya tak pernah mengajarkannya berenang?)
alam membuat seekor lalat melupakan mimpinya, hinggap di dasar mangkuk berkuah, ia melayang mati dipermukaan sup, yang seharusnya kau makan sejam lalu

pati, 24 maret 2011

yang tumbuh lalu mati dengan sendirinya

mulut kita padang yang lapang
tak ada keheningan
selain kata kata yang tumbuh pesat
liur itu sekilas nampak seperti embun
hanya tak datang diam diam
tak menumbuhkan apa apa

dan kata kata yang tumbuh itu
kemudian mati dengan sendirinya

pati, 23 maret 2011

lullaby 3

kurujuk puisi lama, puisi cinta, dari yang mendayu, semanis tebu, yang heboh menceracau, hingga yang mengalun dalam senyapnya rindu
tetapi kau hanya berdiri dengan mata penuh frase : 'aku ingin cinta pada kata kata yang berkeriapan di benakmu'
dan kemudian akupun bergirang sangat, bahkan takjub, ya, karena kurancang frase cinta buatmu, bukan bualan atau dongeng :
' kau membuat segalanya baru, bahkan pagi, siang, dan senjaku yang sahaja'

ah, aku hanya merasa seperti itu, hanya itu

pati, 19 maret 2011

ceracau

bukan merah tua, hanya jingga laksana ladang terbakar, dan bukan luka yang harus dibebat, atau dipermak
sore ini begitu berpijar, bagai bunga ranum yang siap jatuh ke tanganmu yang menengadah
mari kita terima saja tawaran selasar, untuk duduk diam, menikmati harap, bukankah harapan adalah bunga mekar yang boleh dimiliki setiap kita?

pati, 19 maret 2011

lullaby 2

antara senja yang baru lalu, dan subuh yang masih jauh, hanya ada hamparan senyap, yang memilih mengendap, tanpa gumpalan
angin sesekali berhembus, membawa wangi jambu yang rahasia, kelelawar yang lupa, membawa kisah masgul, ketaksabaran dan membisikannya pada bakal bakal buah yang memilih rontok, tak jadi
dan pada jarak yang jauh, tak akan kukeluhkan langkah, karena serentak sunyi ini menajamkan ingatan akanmu

pati, 18 maret 2011

tigapuluh

Ya, aku menolak berbicara tentangmu, berpikir tentangmu, menunda berkata tentangmu
satu..
dua..
tiga..
sebelas..
tujuhbelas..
duapuluhdelapan..
Apa tigapuluhdetik terasa cukup lama buatmu?

pati, 18 maret 2011

layu

O, daun layu, o daun layu. Siapa mengingat dirimu, selain mereka yang bersegera menyingkirkanmu dari pekarangan? Kekaguman pada hijau mudamu hanyalah sepenggal waktu yang entah. Luruhlah luruh demi mekarnya bunga dan wanginya nektar. Lalu lelah bertabuh pasrah menandai tubuh yang terjuntai, layu.
O, daun layu, o daun layu. Kuningmu bergetar lirih, ketika mereka menyandingkanmu dengan merah bara, mempelaimu dalam upacara api.

pati, 17 maret 2011

pasung

tak dinyana, mendung begitu dicintai
kilat mengendap endap
menyusup masuk menetap
di matamu

: siapakah yang mampu memasung kata?

pati, 16 maret 2011

jadilah

bagai lautan, kau memendam ribuan warna, hitam bukan hitam, putih bukan putih, merah hijau kelabu nan semburat, mengalun meriak permukaan
bagai lautan, ibu puncak gelombang, menyapu karang dan menepikannya di pesisir, menyerpih memasir yang bahkan air pun tak mampu memadatkannya
bak lautan, muara tuju ribuan jeram dan riam, sungai dan segara, juga segala yang terkandung, diam menampung
maka ketika lebam membias warna tak terurai, beku memasir, dan aku hanyut, jadilah samudra, buatku saja

pati, 16 maret 2011

silence

ketika waktu pecah, senyap membentangkan tangan, aku merangkulnya bagai yang terhilang

(bukan cahaya yang memudar di ujung senja, hanya cahaya pun yang membelah gelap)

pati, 14 maret 2011

layang

sepertinya, tak pernah langit menolak layang layang , walau tubuhnya hanyalah latar dalam tarian kertas, tersebab itu, kubiarkan sekelebat ingatan akanmu, melayang mencakrawala dalam benakku, melatar rindu

pati, 5 maret 2011

sedih, pada kamusku

diam diam cemas, menyadari : ini sedih,
menggumpal memilin, tiap kali waktu
teraba begitu kosong
pura pura tak peduli, seakan janji di
ambang pintu tergenapi pada setiap
kedipan
anak anak, alangkah bahagia tetap
kanak : teranglah pagi, gelaplah malam
apa, siapa bakal menyelinap menelikung?

pati, 3 maret 2011

medusa

aku, medusa

(dan kau diam membatu, dalam pusaran waktu yang menyerpih : tik, tak, tik, tak)

pati, 28 februari 2011

untukmu, yang setia menjaring angin

ada lambaian tanganmu
di puisi terakhir
hitam putih suara hati

mimpi kali ini berkelambu
memberi efek aura dramatis
kemana arah bayang?

tidakkah bahasa tangisan sama?
sebuah senyum yang terkubur
bisakah kau gambar di puisimu?

pada akhirnya adalah letih, sendiri, padahal aku dan kau tetap ada, sebisik apapun percakapan yang teredam , duga

(perlukah kuyakinkan bahwa kau puisi yang pernah ada?)

pati, 28 februari 2011

simalakama

dan kitapun kembali menjadi bayi, menangisi jalan
kelahiran, tersebab ketaktahuan atau ketahuan yang
primordial, dan tangisan kita mengeras seiring
kelahiran hari, timpang, sungsang
kau, aku, berlari dalam pertandingan tanpa wasit,
sebab rambu kita tinggalkan jauh di belakang,
dengan akal tersisa, tersedak waktu, mencari hati
yang tenggelam

pati, 27 februari 2011

angkringan

hari ini tak ada kopi pekat, aku kehilangan secangkir malam, dan tepi jalan yang membiarkan kota tidur di balik punggungnya.
tak ada percikan bara, gulungan asap mendupa, dan alunan gumamam mereka yang memilih menggantung jubah lelah di balik pintu, berbagi tikar dengan malam setengah tua
tak ada senyuman bibir kopi, dan desah puas penikmat hari, di malam lelet yang mendengungkan nina bobo

pati, 24 februari 2011