'aku lelah berkata kata' ujarmu suatu kali
dan kau mulai menggambar pikiranmu
di kertas yang senantiasa tergeletak begitu saja
kau menggambar balon warna warni
banyak sekali
kau tulis dalam lingkarannya 'mimpi'
di kertas kedua kau mulai menggambar
sebatang pohon beranting rindang tak berdaun
kau buat ujung ujung ranting itu begitu tajam
balon balon itu kau gambarkan kini
terbang menuju ranting
ah di halaman halaman berikutnya
balon balon itu menghilang pecah satu satu
lalu kau buat gambar genangan air besar sekali
'balon mimipi itu meletus
tertusuk ranting pohon hidup
berserak dan tenggelam dalam genangan'
lalu kau mulai membubuhi titik
dan kalimat 'selesai'
pati, 27 januari 2011
Jumat, 28 Januari 2011
tohe
Puisi ini bertepuk sebelah tangan, karena hujan
yang hendak kuceritakan urung bertandang,
tak ada pelangi, tak ada awan tebal, langit
birupun tidak, cuma kelabu yang bersahaja.
Kudengar perahu perahu tak melaut, walau
puisiku tak menciptakan gelombang, tak cukup
ikan dan udang katanya, ketika samudra menolak
canda, menolak ketika tubuhnya dirayapi perahu,
maka hasrat melumuri tahu dengan tohepun mesti
beralih, garam saja kekasihku, garam saja.
Kudengar pula tentang kau, yang termangu di
depan pagar, mencermati setiap kupukupu dengan
kasmaran, padahal baru kemarin kita biarkan kupu
kupu menjadi pengembara, yang kasmaran untuk
berpuisi.
Puisiku benar benar bertepuk sebelah tangan,
tohe, kupu kupu, dan kau pun, urung kujumpai.
pati, 26 januari 2011
cat : tohe = bumbu serupa petis cair, kemerahan
berasa seperti terasi, terbuat dari udang
kecil, makanan khas juwana,pati.
yang hendak kuceritakan urung bertandang,
tak ada pelangi, tak ada awan tebal, langit
birupun tidak, cuma kelabu yang bersahaja.
Kudengar perahu perahu tak melaut, walau
puisiku tak menciptakan gelombang, tak cukup
ikan dan udang katanya, ketika samudra menolak
canda, menolak ketika tubuhnya dirayapi perahu,
maka hasrat melumuri tahu dengan tohepun mesti
beralih, garam saja kekasihku, garam saja.
Kudengar pula tentang kau, yang termangu di
depan pagar, mencermati setiap kupukupu dengan
kasmaran, padahal baru kemarin kita biarkan kupu
kupu menjadi pengembara, yang kasmaran untuk
berpuisi.
Puisiku benar benar bertepuk sebelah tangan,
tohe, kupu kupu, dan kau pun, urung kujumpai.
pati, 26 januari 2011
cat : tohe = bumbu serupa petis cair, kemerahan
berasa seperti terasi, terbuat dari udang
kecil, makanan khas juwana,pati.
puisi yang sembab
/!/
puisi yang sembab
kutulis warna lembayung
membawa senja yang biasa
/?/
tolong, katakan padaku
nyanyian hujankah yang kau dengar?
aku hanya melihat tetesan patah
pasrah menabrak jendela
/?/
betapa saratnya kelabu
pada puisi yang gegas memendam luka
menyempurnakan gundah yang tak sudah sudah
/?/
ah, masih basah
tinta yang mengental di tubuh puisi
janganlah terlalu cepat aus
sedang senja belum juga habis terpuisikan
/!/
puisi yang sembab
kutulis warna lembayung
membawa senja yang biasa
pati, 25 januari 2011
puisi yang sembab
kutulis warna lembayung
membawa senja yang biasa
/?/
tolong, katakan padaku
nyanyian hujankah yang kau dengar?
aku hanya melihat tetesan patah
pasrah menabrak jendela
/?/
betapa saratnya kelabu
pada puisi yang gegas memendam luka
menyempurnakan gundah yang tak sudah sudah
/?/
ah, masih basah
tinta yang mengental di tubuh puisi
janganlah terlalu cepat aus
sedang senja belum juga habis terpuisikan
/!/
puisi yang sembab
kutulis warna lembayung
membawa senja yang biasa
pati, 25 januari 2011
akumulasi
di kegelapan yang semakin larut
langkahnya terhuyung
' banyak sekali bayangan bulan malam ini?
lupakah aku menurunkannya?'
di mata seseorang
yang melihat bulan dan bintang
hanyalah dekorasi panggung yang terlupa
segalanya terasa bias
'Ugh dimanakah benak yang kugantung tadi?'
(dan dimulailah mantra
menggugat tuhan)
pati, 25 januari 2011
langkahnya terhuyung
' banyak sekali bayangan bulan malam ini?
lupakah aku menurunkannya?'
di mata seseorang
yang melihat bulan dan bintang
hanyalah dekorasi panggung yang terlupa
segalanya terasa bias
'Ugh dimanakah benak yang kugantung tadi?'
(dan dimulailah mantra
menggugat tuhan)
pati, 25 januari 2011
kisah buih
pucuk gelombang melempar buih ketepian, timbul tenggelam, terbuang terhempas
kisah buih senantiasa terulang
bertahan dengan caranya
pati, 25 januari 2011
kisah buih senantiasa terulang
bertahan dengan caranya
pati, 25 januari 2011
duhai
Bunga tebu, siapa nyana jika esok terbakar api? sedang angin menepikannya, hujan membekapnya, tak urung menjadikannya mempelai embun. Dan puisi mengalun bak resital, sarat romantika perjalanan di lekuk tubuhnya. Duhai, karamkah malam di kelopak bungamu?
( di kejauhan : siapa yang telah membakar ladang?)
pati, 24 januari 2011
( di kejauhan : siapa yang telah membakar ladang?)
pati, 24 januari 2011
hanya
senja tak turun sesekali, namun berkali kali, hanya ketika tubuhmu usai
mengarungi waktu, senja itu hanya sekali, dengan ungu yang hanya, hitam
yang hanya, atau cahaya yang terlihat dari puncak bukit terjauh, atau titik palung
terdalam,
dongeng indah, yang tertanam dan tumbuh di benak setiap
orang, bukan hanya
adakah mudah menafsir jarak, mengandai langkah? hanya matakaki yang semakin
jeli, memindai pasir dan kerikil yang semakin terasah, merajam telapakmu, membuat
sinyal menafsir gelagat perjalanan, lalu kita berusaha mengerti, dan berujar "bukankah....?"
dan dengan pengertian yang berbeda berkata"ya, sepertinya...tetapi..."
sejauh ini, kita akan bercanda dengan fasih "tak usahlah garam mengenal jejak menuju
saudara tuanya, laut, karena mata akan selalu menghimbaunya untuk kembali", dan
muara terasa begitu jauh, dan sungai tak bertepi, menjelma air terjun, yang turun
derai berbuih, dan arah dimanakah itu entah?
pada akhirnya, kita merindukan subuh, dengan embun ramah menggantung,
mendengarkan detak jantung yang tetap, "ah, inilah jalanku..."
pati, 22 januari 2011
mengarungi waktu, senja itu hanya sekali, dengan ungu yang hanya, hitam
yang hanya, atau cahaya yang terlihat dari puncak bukit terjauh, atau titik palung
terdalam,
dongeng indah, yang tertanam dan tumbuh di benak setiap
orang, bukan hanya
adakah mudah menafsir jarak, mengandai langkah? hanya matakaki yang semakin
jeli, memindai pasir dan kerikil yang semakin terasah, merajam telapakmu, membuat
sinyal menafsir gelagat perjalanan, lalu kita berusaha mengerti, dan berujar "bukankah....?"
dan dengan pengertian yang berbeda berkata"ya, sepertinya...tetapi..."
sejauh ini, kita akan bercanda dengan fasih "tak usahlah garam mengenal jejak menuju
saudara tuanya, laut, karena mata akan selalu menghimbaunya untuk kembali", dan
muara terasa begitu jauh, dan sungai tak bertepi, menjelma air terjun, yang turun
derai berbuih, dan arah dimanakah itu entah?
pada akhirnya, kita merindukan subuh, dengan embun ramah menggantung,
mendengarkan detak jantung yang tetap, "ah, inilah jalanku..."
pati, 22 januari 2011
amulet
cahaya jatuh
di ujung jalan
seseorang mengukur bayang
yang terpampang di halaman tengah
surat kabar yang sebentar siang
menjadi alas tempatnya duduk
andai setiap peristiwa
yang kumengerti kubekukan
kubuat amulet bergemerincing
cahaya jatuh
berbaur di ujung jalan
pati, 22 januari 2011
di ujung jalan
seseorang mengukur bayang
yang terpampang di halaman tengah
surat kabar yang sebentar siang
menjadi alas tempatnya duduk
andai setiap peristiwa
yang kumengerti kubekukan
kubuat amulet bergemerincing
cahaya jatuh
berbaur di ujung jalan
pati, 22 januari 2011
irisan
foto foto tua memanggil sunyiku
aku tak bisa menghindar
menghayati irisan gambar
yang sekongkol
melilit perutku
melipat paru paruku
dengan satu kata rahasia
: kenangan
kau, tidakkah desah tanyaku tiba?
siapakah pedih yang melayang layang
atau dendam kelam nan ranum?
dan aku kembali bocah
tak sanggup menoleh keluar jendela
sedang harap dan cemas
belum juga terbungkus
: rindu
aku, berlingkar sunyi, merumpun kepalaku
dan helai helai foto
yang tak bertanggal
menari-membiusku
ketika mulutku menembangkan duka
dingin yang tertempa
menghantam lutut kurusku
: rubuh
tolong, selinapkan kenangan itu
di antara hari ini dan esok
bisakah?
pati, 21 jamuari 2011
aku tak bisa menghindar
menghayati irisan gambar
yang sekongkol
melilit perutku
melipat paru paruku
dengan satu kata rahasia
: kenangan
kau, tidakkah desah tanyaku tiba?
siapakah pedih yang melayang layang
atau dendam kelam nan ranum?
dan aku kembali bocah
tak sanggup menoleh keluar jendela
sedang harap dan cemas
belum juga terbungkus
: rindu
aku, berlingkar sunyi, merumpun kepalaku
dan helai helai foto
yang tak bertanggal
menari-membiusku
ketika mulutku menembangkan duka
dingin yang tertempa
menghantam lutut kurusku
: rubuh
tolong, selinapkan kenangan itu
di antara hari ini dan esok
bisakah?
pati, 21 jamuari 2011
Jumat, 21 Januari 2011
di ujung kolam seusai pertandingan
Di pinggir kolam digerakkannya kakinya, air berkecipak meriak. 'Aku tak yakin kupu kupu mampu terbang dengan gaya ini, apalagi bernang?' Hingga ketika peluit tanda start dimulai, di atas papan tolak dirinya bertekad, aku harus segemulai kupu, sebab siapa yang pernah melihat kupu kupu yang terbang dengan kecepatan 60 km/ jam?
Ibunya mengernyit seakan akan sinar matahari tanpa diundang menyerbu masuk kelopak matanya seketika.
Sudah siang, ini partai gaya punggung. Dihitungnya seberapa banyak dia ingat jika memiliki punggung. Ugh, ketika tidur terlentang, atau ketika ibu berteriak untuk membawa tas sekolahnya. Tidakkah sebaiknya aku melakukan gaya ini dalam sikap paling menyenangkan? Tidur.
Lalu dicobanya gaya katak yang menurut pelatihnya gaya terbaik yang ia miliki. Ugh, siapa pula yang seperti katak? Perlahan bibirnya tersenyum ' Akan kubuktikan kebebasan gayaku, bukankah sudah waktunya menyentuh finish ?'
Siapa yang menyuruh mereka menghitung waktu?
pati, 20 januari 2011
Ibunya mengernyit seakan akan sinar matahari tanpa diundang menyerbu masuk kelopak matanya seketika.
Sudah siang, ini partai gaya punggung. Dihitungnya seberapa banyak dia ingat jika memiliki punggung. Ugh, ketika tidur terlentang, atau ketika ibu berteriak untuk membawa tas sekolahnya. Tidakkah sebaiknya aku melakukan gaya ini dalam sikap paling menyenangkan? Tidur.
Lalu dicobanya gaya katak yang menurut pelatihnya gaya terbaik yang ia miliki. Ugh, siapa pula yang seperti katak? Perlahan bibirnya tersenyum ' Akan kubuktikan kebebasan gayaku, bukankah sudah waktunya menyentuh finish ?'
Siapa yang menyuruh mereka menghitung waktu?
pati, 20 januari 2011
tentang kata tanpa perbincangan
Kita berulang ulang menulis sebuah kata, yang menggambar wajahnya sendiri, dan terarsir hitam.
'Cahaya tenggelam' katamu
Dan taukah kau, serentak semua berbicara, mengira ngira, dan membaca keras keras wajah kata yang terarsir. Ada yang menempelkan hidung, mulut, juga alis. Lalu terjebak, karena lupa menempelkan mata. Sebenarnya itu wajah siapa?
Tiba tiba saja kita saling mengerti, tanpa percakapan, dan betapa wajah itu sangat lucu, kosong, hitam
pati, 20 januari 2011
'Cahaya tenggelam' katamu
Dan taukah kau, serentak semua berbicara, mengira ngira, dan membaca keras keras wajah kata yang terarsir. Ada yang menempelkan hidung, mulut, juga alis. Lalu terjebak, karena lupa menempelkan mata. Sebenarnya itu wajah siapa?
Tiba tiba saja kita saling mengerti, tanpa percakapan, dan betapa wajah itu sangat lucu, kosong, hitam
pati, 20 januari 2011
draft
Aneh, aku selalu merasa ada yang kulupakan, entah apa, tetapi terasa mengganjal di ujung benakku, 'Ingatkah kau? Namaku yang hendak kau tulis dalam draftmu tempo hari' Tapi siapa yang telah berujar itu? Sekelebat aku merasa pernah dengan sangat hanya menulis nama itu, di semua draft yang terhapus tanpa sengaja.
Aku ternyata begitu kehilangan kata kata yang terlupa, terlalu asik mencari titik koma, menerapkan makna di setiap sayap kata, menjejalkannya pada kamus buatanku sendiri, kertas buram tulisan cakar ayam, juga ejaan itu, ejaan untuk mendefinisikan kau. 'Mari kembali pada puisi, sayangku. Puisi kita hendak kita arsir warna apa?' Yah, sebuah detil yang sering terlupakan.
Sudah kukira, akhirnya aku benar benar lupa. Puisi kita terkunci. Kata katanya terkurung walau sekuat tenaga aku memancingnya keluar. Ucapan, makna, metafora itu, biarkan saja mencari persembunyiannya di kertas kertas buram itu ya. Ah, besok saja kita bakar, dan kita tulis tanggal kemusnahannya.
pati, 19 januari 2011
Aku ternyata begitu kehilangan kata kata yang terlupa, terlalu asik mencari titik koma, menerapkan makna di setiap sayap kata, menjejalkannya pada kamus buatanku sendiri, kertas buram tulisan cakar ayam, juga ejaan itu, ejaan untuk mendefinisikan kau. 'Mari kembali pada puisi, sayangku. Puisi kita hendak kita arsir warna apa?' Yah, sebuah detil yang sering terlupakan.
Sudah kukira, akhirnya aku benar benar lupa. Puisi kita terkunci. Kata katanya terkurung walau sekuat tenaga aku memancingnya keluar. Ucapan, makna, metafora itu, biarkan saja mencari persembunyiannya di kertas kertas buram itu ya. Ah, besok saja kita bakar, dan kita tulis tanggal kemusnahannya.
pati, 19 januari 2011
Rabu, 19 Januari 2011
sebuah sketsa
hujan jatuh begitu lurus di luar
malam menyusun pekat tak berbias
'aku harus belajar membuat sketsa
tentang kau, aku, dan cerita yang terbaca'
dingin menyusup sela pintu
menerpa lilin menyudutkan bayangan sedemikian
: kitapun berpayah mencari kata yang tak membualkan
dongeng penuh mimpi di kegelisahan yang menjadi dan
senyap yang nyenyak
apakah kita tepikan saja cerita itu di halaman ini?
(
(kau, sketsa yang senantiasa kubuat walau tanpa cerita)
pati, 17 januari 2011
malam menyusun pekat tak berbias
'aku harus belajar membuat sketsa
tentang kau, aku, dan cerita yang terbaca'
dingin menyusup sela pintu
menerpa lilin menyudutkan bayangan sedemikian
: kitapun berpayah mencari kata yang tak membualkan
dongeng penuh mimpi di kegelisahan yang menjadi dan
senyap yang nyenyak
apakah kita tepikan saja cerita itu di halaman ini?
(
(kau, sketsa yang senantiasa kubuat walau tanpa cerita)
pati, 17 januari 2011
bermuaralah
'halimun itu hanyalah
tenunan selubung pagi
tisikan selimut malam'
bermuaralah, kekasihku
pada delta yang kaupilih
bersedimen waktu yang terkikis
biarkan mengeras dan mambatu
'gelombang itu hanyalah riak
sapaan lirih yang berulang
percakapan yang tak pernah habis'
bermuaralah, kekasihku
menuju hilir yang menuai senja
walau lebam warnanya tak kau mengerti
setidaknya matahari terbenam di sana
saatnya kau sunting bintang dan rembulanmu
bermuaralah , kekasihku
tidakkah harapan itu tenda di kaki langit?
pati, 16 januari 2011
tenunan selubung pagi
tisikan selimut malam'
bermuaralah, kekasihku
pada delta yang kaupilih
bersedimen waktu yang terkikis
biarkan mengeras dan mambatu
'gelombang itu hanyalah riak
sapaan lirih yang berulang
percakapan yang tak pernah habis'
bermuaralah, kekasihku
menuju hilir yang menuai senja
walau lebam warnanya tak kau mengerti
setidaknya matahari terbenam di sana
saatnya kau sunting bintang dan rembulanmu
bermuaralah , kekasihku
tidakkah harapan itu tenda di kaki langit?
pati, 16 januari 2011
identik
Setiap kubuka pagar depan rumah, setiap itu pula segalanya terlihat identik. Hari ini yang serupa kemarin. Yang beringsut lambat. Hujan yang tak kunjung habis, 'ah, hari apakah ini?'
Orang orang yang sama menyapaku. Jalanan yang sama kulalui. Lihat, akupun sama bukan?
Pernah dalam mimpiku, aku berada di pekarangan yang beda, membuka pagar yang beda, dan bertemu orang orang yang beda. Tak kukenal. Dan kau, ada di mimpiku, berbaur dengan mereka. Asing.
Ternyata aku akan tetap rindu, semua ini, sama.
pati, 15 januari 2011
Orang orang yang sama menyapaku. Jalanan yang sama kulalui. Lihat, akupun sama bukan?
Pernah dalam mimpiku, aku berada di pekarangan yang beda, membuka pagar yang beda, dan bertemu orang orang yang beda. Tak kukenal. Dan kau, ada di mimpiku, berbaur dengan mereka. Asing.
Ternyata aku akan tetap rindu, semua ini, sama.
pati, 15 januari 2011
sebut saja bonsai, bukan kerdil
Awas. Seseorang memasang rambu yang suaranya terkalahkan suara siang. Lalu tanpa peringatan lubang yang menelan menutup celah bahkan untuk menoleh. Keterbenaman mengais udara kosong. Ada yang salah pada partikel yang terlanjur beterbangan di udara terkondensasi menjadi kabut pekat yang enggan membuka hari serta awan yang membuat pagi siang dan malam tak berjeda. Apalagi batas. Ada yang salah pada sisi lain yang kosong, bagai duri yang bermunculan di semak belukar ganti perdu orange bougenville dan pergolamu. Ada yang salah pada kata kata yang berjejalan di sepanjang jalan percakapan. Titik. Itu yang senantiasa kita lupakan untuk sekedar berhenti membiarkan setiap kata itu menampilkan dirinya, bukan prasangka atau bintik kuning yang membutakan. Dan kita belajar dari awal. Titik, hanya sebuah titik, untuk diam, dan berhenti.
pati, 14 januari 2011
pati, 14 januari 2011
sunglasses
kilau
memukau sukma yang
surut
membelah hati menjadi
kepingan nan
kehilangan arah
merimba bak
dunia berjaring rumit
kesejatian
menemaram di sudut
pati, 14 januari 2011
memukau sukma yang
surut
membelah hati menjadi
kepingan nan
kehilangan arah
merimba bak
dunia berjaring rumit
kesejatian
menemaram di sudut
pati, 14 januari 2011
pesisir
seraut wajah tak berpenghuni
bintang mengerut di matanya
menyusuri potongan hari kemarin
tentang kenangan yang mati
(kita sibuk mengibas pasir
mengejar debur
yang pecah dikesumbingan
pantai sunyi : pernahkah kita miliki?)
pati, 14 januari 2011
bintang mengerut di matanya
menyusuri potongan hari kemarin
tentang kenangan yang mati
(kita sibuk mengibas pasir
mengejar debur
yang pecah dikesumbingan
pantai sunyi : pernahkah kita miliki?)
pati, 14 januari 2011
kaluron
cabikan layang layang berkibar
diujung reranting nyaris patah
pada hari janggal di hati gamang
: separah itukah kerapuhan mengoyakmu?
pati, 13 januari 2011
diujung reranting nyaris patah
pada hari janggal di hati gamang
: separah itukah kerapuhan mengoyakmu?
pati, 13 januari 2011
maaf, aku hanya punya bahuku
tepat di malam itu
kau kelupas wajah
yang kau kenakan
di bulan bulan hujan
di siang kerontang
yang pernah
bagai pelabuhan setia
di tepian rindu
dan cahaya yang tiba
di pagi yang memilih
tak menjadi dewasa
gigil datang mengoyak
bagai debur yang perlahan
mengikis menghancurkan
tiang tiang dermaga
satu satu patah
dalam lengkingan derak pedih
: kau bukan lelaki
yang menghalau hujan tempo hari
dan aku tak kuasa
membendung tangis itu
di jeritan kekasihmu
pati, 13 januari 2011
kau kelupas wajah
yang kau kenakan
di bulan bulan hujan
di siang kerontang
yang pernah
bagai pelabuhan setia
di tepian rindu
dan cahaya yang tiba
di pagi yang memilih
tak menjadi dewasa
gigil datang mengoyak
bagai debur yang perlahan
mengikis menghancurkan
tiang tiang dermaga
satu satu patah
dalam lengkingan derak pedih
: kau bukan lelaki
yang menghalau hujan tempo hari
dan aku tak kuasa
membendung tangis itu
di jeritan kekasihmu
pati, 13 januari 2011
jangan percaya pada spion yang membuat sesuatu tampak lebih dekat
lalu serentak kita berkaca
mengukur jarak yang tertinggal
dan waktu yang berderap maju
membuat kita tak mampu membedakan
fatamorgana
atau topeng yang luput ditanggalkan
(ataukah kita berkaca pada kaca yang salah
mengaburkan jarak dan refleksi?)
pati, 12 januari 2011
mengukur jarak yang tertinggal
dan waktu yang berderap maju
membuat kita tak mampu membedakan
fatamorgana
atau topeng yang luput ditanggalkan
(ataukah kita berkaca pada kaca yang salah
mengaburkan jarak dan refleksi?)
pati, 12 januari 2011
boru
camkan ini
betapa tak bisa kau lepaskan dirimu
dari tali yang mengikat kakimu
wahai keturunan yang terusir dari eden
siapapun menapak jalannya
jauh setelah masa penyapihan
hitam putih
gelap terang
bahkan kelabu adalah anak tangga
jauh di belakang
kerabatmu membayang
sebagai rumah yang jauh
atau arahmu pulang
selagi kau memilih untuk tak hilang
selagi matamu awas
hati hatilah pada semak belukar
yang memilih menutup jalanmu
bukan karena siapa siapa
itu bagianmu
mereka memiliki sendiri bagian mereka
karenanya, jangan sia siakan jalanmu
hari menua di luar dirimu
di dalammu biarlah :
'tunas baru senantiasa tumbuh
rumah bagi pagi dan senjamu'
pati, 12 januari 2011
betapa tak bisa kau lepaskan dirimu
dari tali yang mengikat kakimu
wahai keturunan yang terusir dari eden
siapapun menapak jalannya
jauh setelah masa penyapihan
hitam putih
gelap terang
bahkan kelabu adalah anak tangga
jauh di belakang
kerabatmu membayang
sebagai rumah yang jauh
atau arahmu pulang
selagi kau memilih untuk tak hilang
selagi matamu awas
hati hatilah pada semak belukar
yang memilih menutup jalanmu
bukan karena siapa siapa
itu bagianmu
mereka memiliki sendiri bagian mereka
karenanya, jangan sia siakan jalanmu
hari menua di luar dirimu
di dalammu biarlah :
'tunas baru senantiasa tumbuh
rumah bagi pagi dan senjamu'
pati, 12 januari 2011
apa yang kau muat di sampan itu?
sampan kecil
terombang ambing
berputar putar tak berarah
gelombang menderanya
menderukan pesan samudra
:hatimu yang bergelora
(begitukah benakmu?)
pati, 11 januari 2011
terombang ambing
berputar putar tak berarah
gelombang menderanya
menderukan pesan samudra
:hatimu yang bergelora
(begitukah benakmu?)
pati, 11 januari 2011
ini tentang imbas residu sayangku
endapkan dedak jamumu
hingga sehat itu juga sampai di ginjalmu
hanya, perlukah kau endapkan kata kataku
biar saja puisi itu membatu di hatimu
untuk kali ini, kau selamatkan irama nadimu bukan?
pati, 11 januari 2011
hingga sehat itu juga sampai di ginjalmu
hanya, perlukah kau endapkan kata kataku
biar saja puisi itu membatu di hatimu
untuk kali ini, kau selamatkan irama nadimu bukan?
pati, 11 januari 2011
ia yang mentertawakan hujan
sekuncup bunga
layu dengan kelopak koyak
tersambit sebutir kerikil
seseorang terbahak bahak
dalam rinai hujan
yang menggelitik perutnya
'telah kusapa awan
dengan sebutir kerikil
ketika ia lupa'
pati, 10 januari 2011
layu dengan kelopak koyak
tersambit sebutir kerikil
seseorang terbahak bahak
dalam rinai hujan
yang menggelitik perutnya
'telah kusapa awan
dengan sebutir kerikil
ketika ia lupa'
pati, 10 januari 2011
ah, mimpi
ketika tetesan pertama hujan januari
berkelotak di atas genting
seorang anak terbangun dari tidurnya
'ah, keringlah cobek ibuku
hujan mencuri merah dan membalurnya di mata emak'
ketika tetesan ke dua hujan januari
berkelotak di atas genting
seorang anak terbangun dari mimpinya
'ah, keringlah periuk bapakku
hujan mencuri bulir dan menghujamkannya di kening bapakku
yang berjatuhan menjadi hujan di seluruh rumah'
ketika tetesan ketiga hujan januari
berkelotak di atas genting
seorang anak terbangun dari tidurnya
tertegun karena mimpinya
: emak dan bapaknya memanen tetesan tetesan yang berkelotak di atas genting ke dalam cobek dan periuk lalu memarnainya dengan merah yang berbulir bulir
pati, 8 januari 2011
berkelotak di atas genting
seorang anak terbangun dari tidurnya
'ah, keringlah cobek ibuku
hujan mencuri merah dan membalurnya di mata emak'
ketika tetesan ke dua hujan januari
berkelotak di atas genting
seorang anak terbangun dari mimpinya
'ah, keringlah periuk bapakku
hujan mencuri bulir dan menghujamkannya di kening bapakku
yang berjatuhan menjadi hujan di seluruh rumah'
ketika tetesan ketiga hujan januari
berkelotak di atas genting
seorang anak terbangun dari tidurnya
tertegun karena mimpinya
: emak dan bapaknya memanen tetesan tetesan yang berkelotak di atas genting ke dalam cobek dan periuk lalu memarnainya dengan merah yang berbulir bulir
pati, 8 januari 2011
mari minum teh
dimanakah kata kata yang kita tabur? anginkah yang telah meratakannya di wajah pagi dan memolesnya dengan gincu, ataukah peluh yang telah menyekanya dari wajah siang, membuatnya carut marut, tak bisa dimengerti, atau malam yang memudarkannya hingga riasan kata itu begitu berantakan?
entahlah, sama sepertimu, betapa berserakannya kata kata yang menimbun kau dan aku
pati, 8 januari 2011
entahlah, sama sepertimu, betapa berserakannya kata kata yang menimbun kau dan aku
pati, 8 januari 2011
sesaat ketika waktu begitu kental
angin mencondongkan batang pohon jambu
bak confetti daun daun luruh berderai
ringan melayang tak berbeban
kepatuhan tak bersyarat
hanya kerinduan
diam
pada pertemuan yang abadi
ketika hilang dan terhilang
pati, 7 januari 2011
bak confetti daun daun luruh berderai
ringan melayang tak berbeban
kepatuhan tak bersyarat
hanya kerinduan
diam
pada pertemuan yang abadi
ketika hilang dan terhilang
pati, 7 januari 2011
my old 2010
bak kijang lesat di padang rumput
atau serupa siput kelebihan beban
hari berlalu tak pernah kembali
p.siantar 31 desember 2010
atau serupa siput kelebihan beban
hari berlalu tak pernah kembali
p.siantar 31 desember 2010
ketika harus kusimpan mimpi hingga perjumpaan kembali
kilat dan petir sesekali membelah langit
di ufuk kembang api gempita gemerlap
ah, betapa tipisnya batas perih dan sukacita itu
p.siantar 30 desember 2010
di ufuk kembang api gempita gemerlap
ah, betapa tipisnya batas perih dan sukacita itu
p.siantar 30 desember 2010
seseorang yang melintas depan rumah
tiada hujan, tidaklah terik
sebuah payung terbuka
seseorang menutup diri
p.siantar, 29 desember 2010
sebuah payung terbuka
seseorang menutup diri
p.siantar, 29 desember 2010
laba laba
ada yang bermain dengan bayang, rakus gembira berlarian di urat nadi, runyam, hitam menyarang laba laba, lalu berilusi tanpa batas ketika waktu dibekukan jauh di dasar kesadaran, suatu kali sang bayang menyerupa ngarai dalam membelah wajah, kali lain menjelma sumur tak berdasar menyedot kedua matanya, lubang hitam, yang perlahan mati, hari ini sepertinya bayang bayang itu memanjang, berkilat menjadi sebilah pisau yang mencabik cabik lembar demi lembar hari yang dilukisnya dengan susah payah, perlahan begitu perlahan tak bisa kubedakan ia dan bayang
p. siantar, 29 desember 2010
p. siantar, 29 desember 2010
sebuah cerita (3)
kau, yang selalu menyendengkan telinga
pada debar sinar yang malu malu
kau, yang senantiasa mengajakku berjalan
di cuaca yang tak tertebak bunga sekalipun
kau, yang setia membelai degupku
sudahkah kita bangun taman rembulan?
maka aku tak akan bertanya siapa
yang mengetuk pintuku sesaat sebelum kuterjaga
aku tahu itu kau
jakarta, 23 desember 2010
pada debar sinar yang malu malu
kau, yang senantiasa mengajakku berjalan
di cuaca yang tak tertebak bunga sekalipun
kau, yang setia membelai degupku
sudahkah kita bangun taman rembulan?
maka aku tak akan bertanya siapa
yang mengetuk pintuku sesaat sebelum kuterjaga
aku tahu itu kau
jakarta, 23 desember 2010
ojeg sepeda (1)
di jalan yang tak mengenal sunyi
kau berdiri menatapku
: ribuan puisi sunyi berpendar di matamu
dan debu, dan asap, dan riuh jatuh satu satu di senyummu
'mari nona, belantara siap menyambutmu'
jakarta, 23 desember 2010
kau berdiri menatapku
: ribuan puisi sunyi berpendar di matamu
dan debu, dan asap, dan riuh jatuh satu satu di senyummu
'mari nona, belantara siap menyambutmu'
jakarta, 23 desember 2010
sebuah cerita (2)
'ya nak, aku tak tahu bagaimana nasi yang kau telan menemukan cahaya hingga tahu jalan untuk sampai di perutmu'
yang aku tahu sayangku, kita tak boleh terlena oleh cahaya pagi yang hanya datang sesaat, karena ketika siang cahaya itu bersekutu dengan bayang yang menunjuk arah gelap datang
karena itu sayang, makanlah nasimu, biarkan dia menemukan cahayanya sendiri, kita akan tahu dia baik baik saja, karena cahaya itu ditinggalkannya di matamu
bandung, 22 desember 2010
yang aku tahu sayangku, kita tak boleh terlena oleh cahaya pagi yang hanya datang sesaat, karena ketika siang cahaya itu bersekutu dengan bayang yang menunjuk arah gelap datang
karena itu sayang, makanlah nasimu, biarkan dia menemukan cahayanya sendiri, kita akan tahu dia baik baik saja, karena cahaya itu ditinggalkannya di matamu
bandung, 22 desember 2010
sebuah cerita
didepan etalase
yang berkilau laksana bintang
seorang ibu menuntun anaknya
dilihatnya panorama santa klaus dan rusanya
dibayangkannya kereta santa klaus
membawa mereka terbang hinggap di puncak cemara
disana tergantung mainan kereta dan lonceng
yang ditangisi anaknya
didalam toko orang lalu lalang
tertawa melihat pemandangan
seorang ibu lusuh menuntun anaknya
menempelkan mukanya di etalase
bandung, 22 desember 2010
yang berkilau laksana bintang
seorang ibu menuntun anaknya
dilihatnya panorama santa klaus dan rusanya
dibayangkannya kereta santa klaus
membawa mereka terbang hinggap di puncak cemara
disana tergantung mainan kereta dan lonceng
yang ditangisi anaknya
didalam toko orang lalu lalang
tertawa melihat pemandangan
seorang ibu lusuh menuntun anaknya
menempelkan mukanya di etalase
bandung, 22 desember 2010
ironi (1)
petikkan aku buah rindu
setakaran saja
entahlah, sepertinya aku tak yakin
aku lupa memupuknya
bandung, 21 desember 2010
setakaran saja
entahlah, sepertinya aku tak yakin
aku lupa memupuknya
bandung, 21 desember 2010
suatu hari menjelang natal
cahaya lampu pohon natal
memantul berkilau di sepanjang etalase
jatuh berderai di gelap trotoar
anak anak sibuk memungutnya ganti kunang kunang yang lupa musim hujan
bandung, 21 desember 2010
memantul berkilau di sepanjang etalase
jatuh berderai di gelap trotoar
anak anak sibuk memungutnya ganti kunang kunang yang lupa musim hujan
bandung, 21 desember 2010
nyanyian kekasih
tolong simpankan jejakku
di kelok sunyimu yang bersahaja
panggilah namaku laksana kekasih
serupa wulung di tepian situ bentangmu
menyerukan nama kekasihnya, angin
banjar, 21 desember 2010
di kelok sunyimu yang bersahaja
panggilah namaku laksana kekasih
serupa wulung di tepian situ bentangmu
menyerukan nama kekasihnya, angin
banjar, 21 desember 2010
di jembatan kota
sekelompok daun kering menggelepar
pasrah menahan tamparan angin
ringkih , layu, gamang
mengapa mengingatkanku padamu Nuk?
jogja, 19 desember 2010
pasrah menahan tamparan angin
ringkih , layu, gamang
mengapa mengingatkanku padamu Nuk?
jogja, 19 desember 2010
nyanyian pulang
aku kembali gagal mengartikan kata pulang, maka aku meneruskan perjalanan pada kota yang setia memberiku cerita, cerita yang kuturunkan pada telinga yang hendak mendengar, barangkali kelak ketika aku harus berhenti, ada cerita tentang pulang sesaat ketika jalanku pergi berakhir
ada sesuatu yang akan selalu terdengar sama, jalan yang senantiasa terajah kelokan dan persimpangan, hujan yang menggenang entah tercurah atau tidak, dan kau yang kucari pada arahku, pulang
jogja, 19 desember 2010
ada sesuatu yang akan selalu terdengar sama, jalan yang senantiasa terajah kelokan dan persimpangan, hujan yang menggenang entah tercurah atau tidak, dan kau yang kucari pada arahku, pulang
jogja, 19 desember 2010
hujan lupa menandai
ya, sepertinya hujan lupa menandai tempatnya jatuh
lalu kita
entah atas perintah siapa
sibuk menggantinya dengan air mata
sedang awan tak pernah kita gembalakan bukan?
pati, 15 desember 2010
lalu kita
entah atas perintah siapa
sibuk menggantinya dengan air mata
sedang awan tak pernah kita gembalakan bukan?
pati, 15 desember 2010
buatmu : kunanti
menanti, seperti tibatiba kau harus membuka pintu
lalu kau mencari anak kunci yang entah dimana
lalu kau mencoba satusatu deretan anak kunci
lalu tibatiba pintu memilih untuk sulit dibuka
gelisah, tersendat sendat
pertemuan, aku takut terasa sekejap
seperti pintu yang harus segera ditutup
dibelakangmu
dimuka angin yang menderu memaksa masuk
dan ketika matamu mengerjap
kau kembali, menanti
pati, 15 desember 2010
lalu kau mencari anak kunci yang entah dimana
lalu kau mencoba satusatu deretan anak kunci
lalu tibatiba pintu memilih untuk sulit dibuka
gelisah, tersendat sendat
pertemuan, aku takut terasa sekejap
seperti pintu yang harus segera ditutup
dibelakangmu
dimuka angin yang menderu memaksa masuk
dan ketika matamu mengerjap
kau kembali, menanti
pati, 15 desember 2010
cerita buat nunuk
dia yang kau lihat di cermin
pagi ini
mengaramkan waktu di benaknya
angin bergelora di mata
badai menetap di wajahnya
lalu petir sambar menyambar pecah di kedua bibirnya
kau kenalikah dia?
ya satu satu lampu padam di jiwanya
(nuk, lepaskan tambatan sekocimu
mercusuar takkan menghempasmu pada karang)
pati, 14 desember 2010
pagi ini
mengaramkan waktu di benaknya
angin bergelora di mata
badai menetap di wajahnya
lalu petir sambar menyambar pecah di kedua bibirnya
kau kenalikah dia?
ya satu satu lampu padam di jiwanya
(nuk, lepaskan tambatan sekocimu
mercusuar takkan menghempasmu pada karang)
pati, 14 desember 2010
mengertikah komiu?
malam kadang terasa begitu panjang
udara pecah, dingin
biar saja tak usah kau lipat
jangan katakan padaku tentang malammu
biar esok tak tersesat
di mata kita yang mengembun
pati, 14 desember 2010
udara pecah, dingin
biar saja tak usah kau lipat
jangan katakan padaku tentang malammu
biar esok tak tersesat
di mata kita yang mengembun
pati, 14 desember 2010
kenalilah tanah ibumu, anakku
: jogja, tanah ibu kedua anakku
dan mereka selalu saja menoreh luka
diatas luka
barangkali mereka lupa warna darah
atau nanah
ataukah telah sedemikian silang menyilang
di kapiler mata dan otak mereka?
ugh, betapa kelabunya sel sel kelabu
ketika residu matahari yang hampir padam
menjadi dupa racun yang membutakan
membatu
degil
(maka biarkan tanah ibumu
yang melindungi akarmu, anakku)
pati, 13 desember 2010
dan mereka selalu saja menoreh luka
diatas luka
barangkali mereka lupa warna darah
atau nanah
ataukah telah sedemikian silang menyilang
di kapiler mata dan otak mereka?
ugh, betapa kelabunya sel sel kelabu
ketika residu matahari yang hampir padam
menjadi dupa racun yang membutakan
membatu
degil
(maka biarkan tanah ibumu
yang melindungi akarmu, anakku)
pati, 13 desember 2010
pojok
ruangan berpojok empat
pada suatu kali aku pernah duduk di satu pojoknya
takzim membisikan sajakku
dan kau menulisnya di telapak tanganmu
'ini buatku'
di pojoknya yang lain
kugantung foto tentangmu
matahari yang baru menampakkan diri
pagar sunyi
rinai cahaya
di pojok dulu tempatku duduk
kugenggam tanganmu
yang takzim berbisik
'maafkan aku, aku lupa sajakmu'
pojok yang lain kubiarkan berdebu
disana kukubur mimpiku
(satu pojok kubiarkan apa adanya, buatmu menulis sajak, untukku)
pati, 13 desember 2010
pada suatu kali aku pernah duduk di satu pojoknya
takzim membisikan sajakku
dan kau menulisnya di telapak tanganmu
'ini buatku'
di pojoknya yang lain
kugantung foto tentangmu
matahari yang baru menampakkan diri
pagar sunyi
rinai cahaya
di pojok dulu tempatku duduk
kugenggam tanganmu
yang takzim berbisik
'maafkan aku, aku lupa sajakmu'
pojok yang lain kubiarkan berdebu
disana kukubur mimpiku
(satu pojok kubiarkan apa adanya, buatmu menulis sajak, untukku)
pati, 13 desember 2010
pohon jambu kita sudah tua, paitua
pohon jambu kita memang sudah tua, kau dengarkah desahnya kemarin? kuceritakan tentang laut kepadanya, tentang muara yang selalu menuju laut,tentang camar.
ah pohon jambu kita memang sudah tua, apa yang dipikirnya tentang ceritaku? sedang ia senantiasa setia merontokan daunnya pada kolam kecil pekarangan kita
(kubilang kepadanya,jika laut, akan selalu membawa daun itu kembali)
pati, 12 desember 2010
ah pohon jambu kita memang sudah tua, apa yang dipikirnya tentang ceritaku? sedang ia senantiasa setia merontokan daunnya pada kolam kecil pekarangan kita
(kubilang kepadanya,jika laut, akan selalu membawa daun itu kembali)
pati, 12 desember 2010
kriiiiiing!!!! bisa tolong matikan bekernya?
yang menggangu adalah waktu yang kita akali
ternyata mengakali kita, dan sejak kapan kita
memiliki?
yang melegakan adalah tak ada speedometer sayangku,
tidak di detik, tidak di tahun, hanya beker yang menjerit jerit
"tidur, waktumu habis!"
pati, 11 desember 2010
ternyata mengakali kita, dan sejak kapan kita
memiliki?
yang melegakan adalah tak ada speedometer sayangku,
tidak di detik, tidak di tahun, hanya beker yang menjerit jerit
"tidur, waktumu habis!"
pati, 11 desember 2010
pernahkah?
entahlah, aku selalu merasa kata katamu melata mencari timur tempat matahari tenggelam, bahkan sepertinya kaupun tak tahu jika kakimu di selatan, jadi hendak sampai kapan pencaharianmu itu? apa yang terbersit dari kata katamu sebenarnya, entahlah apakah kaupun bertanya tanya? 'aku tak berahim tak bermuara, hanya pengelana yang berlayar di keduanya'
apakah pernah kau bertanya tanya apa yang terbersit dari tanyaku?
(kau tahu, bagiku timur tempat matahari terbit)
pati, 10 desember 2010
apakah pernah kau bertanya tanya apa yang terbersit dari tanyaku?
(kau tahu, bagiku timur tempat matahari terbit)
pati, 10 desember 2010
Langganan:
Postingan (Atom)