Ah, sajak ini telah jenuh rupanya. Telah menggembung dengan cerewet.
Jadi telah kusiapkan koper koper baginya seandainya dia memutuskan
untuk pergi, belajar menjadi dirinya
"segeralah kau temukan dirimu
pergilah menuju pintu pintu yang tak terkunci
mulailah menjadi mimpimu"
Aku mulai bertanya tanya, dimanakah dia? Seperti apa dia kini?
Sebatang pohon, seekor burung, setangkai bunga, ataukah
tetap menjadi sajak yang kehilangan talentanya?
Hatiku sedikit menciut, membayangkan senyap dan riuh dunia
yang harus dihadapi, aku takut dia mengerdil terpangkas angin,
dan terhempas karang.
Di sebuah hari ketika langit begiu teduh dan pucat, ada sebuah
pintu bercat ungu, dengan gerendel mengkilat, pengetuk dari
kuningan, dan pegangan pintu yang pas ditanganku. Dengan fasih
jemariku membukanya, oalah, dibaliknya sajakku tersenyum.
Rupanya dia telah menjelma pintu, buatku menemukan aku.
pati, 8 oktober 2010
Senin, 11 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar