tibatiba saja hatiku bagai labu
menggembung antara penuh dan kosong
diamdiam berubah menjadi celengan
kalut memunguti jejakjejak tercecer
hari ke berapakah ini
sepertinya perjalanan belumlah jauh
lemak gandul masih menempel diujung lidah
dan aku masih mengamati duriduri bandeng yang hilang
dan detik jam selalu harus kita dekap
agar pohon jambu tertera di dalamnya
pagar biru
barisan pohon kapuk
ayunan bunga tebu
bahkan terik yang sigap menyambutku
dan padamu,...
senja di padang garam
kusemai benih hati labuku
pati, 20 agustus 2010
Jumat, 20 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saya kerap membaca sajak-sajak Anda yang senyap. Seperti senyapnya pohon besar di tengah sawah.
BalasHapusSaya membaca produktivitas dan ketelatenan luar biasa di blog ini. Salut.
Tabik!
terima kasih banyak, salamku :)
BalasHapus